41. de Stark murder

7.5K 492 102
                                    

702 Etoilesy - Dining Room de Stark.

"Lihatlah, suamiku. Dylan telah tumbuh tinggi sekarang. Beberapa tahun lagi dia akan menikah, bukan?" Dearbhla, Duchess Stark berkata anggun seraya menekan kedua pundak putranya dari samping. Bibir terpoles warna merah delima, rambut hitam disanggul indah, serta postur tubuh tegap berisi seksi. Dia tampak hebat dengan gaun hitam mewah yang menutupi tubuh dari pundak sampai menutup kaki.

Pria yang duduk di kursi ujung meja makan yang panjang itu, tampak menatap bangga putranya. Ulasan senyum wibawa pun terbit di bibir Vincent de Stark.

"Putraku tumbuh dengan hebat," pujinya bangga hingga hampir terdengar angkuh. Segala watak, perilaku, hobby, rupa, dan keapatisan Vincent menurun pada sang putra.

Hidup bertopeng, keluarga de Stark pura-pura berhati mulia. Dylan Vince puas menyaksikan se-mati apa hati kedua orang tuanya terhadap orang lain. Bibir tertarik serta mata fokusnya berseri, menyambut pujian sang ayah. Tidak mensimbolkan keramahan, melainkan kepercayadirian.

"Bunuh mereka!"

Tiba-tiba, si Setan yang beberapa hari ini merasuk pada kesadaran, berbisik samar pada telinga.

Tak Dylan dengarkan, berlanjut duduk di seberang meja ibundanya, mengisi ujung meja makan oleh tiga orang tersebut. Walau berderet pelayan di samping menunggu komplain sang tuan, tetaplah terasa seperti hanya tiga orang yang hidup. Pelayan-pelayan diam bagai patung manekin yang telah diciptakan menunduk.

"Bunuh!"

"Hidupmu akan tenang, Putra Vincent."

Bisikan-bisikan yang kelam menguasai isi kepala, menyebarkan kabut hitam bagai sulur menutupi pandangan Dylan, tak kasat mata. Menekan dan menghasut pantang mundur, laksana godaan seorang lacur.

Tak rugi makhluk laknat itu menyetujui perjanjian Dylan, karena dia mendapat untung lebih, dihadiahi nyawa ratusan orang, dihadiahi tumbal-tumbal di masa depan, pun mendapat satu kawan lagi untuk ke neraka. Dosa Dylan ... begitu manis.

Walau pasangan de Stark tak pernah mengajak putranya menyembah setan, atau mempertemukan pada setan, secara murni putranya yang terciprat kotoran ikut tertular pada kebiadaban.

"Putraku, apa kau sudah bertemu Lady Targaryen lagi? Dia tumbuh dengan begitu cantik, anggun, juga pintar, kau tahu?" tanya Deabhla bersama antusias keibuan ketika makan malam usai. Pujian yang disematkan berusaha mendorong sang putra agar pula ikut berantusias. Sayangnya, dia tetap tak tertarik bagai batu.

Dylan menggeleng kepala, lalu menjawab, "Tidak."

Menyebabkan Duchess di sana mendengkus kecil sambil mengulas senyum. "Lain kali, berkunjunglah ke duchy Forsythia, temui Letitia, dan ajak Letitia bermain," titah ia sarat bujukan.

"Baik, suatu saat." Dylan menimpal tanpa janji, menimpal sekedar formalitas yang tidak tahu apakah akan dijalani.

Dia tidak peduli pada pernikahan, pun tidak memprotes adanya perjodohan. Tidak gembira, juga tidak marah. Masa bodoh, tidak peduli, acuh tak acuh mengenai siapa yang akan menjadi pasangan dia di masa depan. Karena sejak dini tertanam dalam pola pikir seorang Dylan bahwa 'ia hidup bukan untuk diri sendiri, melainkan ditugaskan mengabdi pada wilayah serta nama baik keluarga'.

Tak ubahnya ibarat boneka.

Tetapi Dylan tidak terkekang. Dia secara senang hati menjalani kehidupan sebagai pemimpin masa depan. Wajar, dibutuhkan pasangan yang dapat menyeimbangi kedudukan. Siapa pun pasangannya, entah hasil dari perjodohan atau percintaan, yang utama bagi Dylan adalah kepantasan.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang