42. Penuh perhatian

49 6 5
                                    

Dean berjalan bersisian bersama Rin menyusuri jalanan trotoar yang mengarah ke kos-kosan Rin di bawah langit malam dengan seonggok bulan purnama ditemani beberapa bintang di sana.

Sebetulnya apa yang Dean lakukan ini memang hal yang biasa bagi mereka ketika Rin pulang terlalu larut seperti hari ini. Bedanya hal yang biasa ini berubah menjadi rutinitas wajib yang mereka lakukan sejak beberapa hari belakangan ini. Tentu saja karena Amaya dan Sean yang harus absen membantu urusan kafe karena tanggungjawabnya sebagai siswa kelas akhir. Sehingga pekerjaan di kafe pun harus dikerjakan sepenuhnya hanya oleh mereka bertiga termasuk Rin.

Rin memeluk tubuhnya dengan tangannya sendiri lalu mengusapi lengannya ketika angin malam berhembus lebih dingin dari biasanya. Kemudian dia menoleh ke arah Dean yang berjalan di sisinya sembari menatap lurus ke depan sana.

Hari ini Dean memang lebih banyak diam dari biasanya. Padahal sebelum-sebelumnya mereka selalu terlibat obrolan ringan sepanjang perjalanan mereka. Entah sebatas membicarakan beberapa kejadian konyol selama di kafe, kecerobohan Rin yang kadang menggelitik perut, atau tingkah pelanggan yang kadang diluar nalar.

Pun meskipun raut wajah Dean tampak tenang seperti biasanya, bagi Rin kerutan didahinya sudah cukup membuat Rin sadar bahwa diamnya Dean pasti karena ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

Rin menundukkan kepalanya ke bawah, menatap tangan Dean yang dimasukkan ke dalam saku celana jeans-nya. Rin pun menggapai tangan Dean, mengeluarkan tangan Dean dari saku celananya lalu menggenggamnya dengan erat.

Tentu saja sentuhan Rin berhasil membuat Dean menaruh atensinya ke arahnya. Dean pun langsung tersenyum lembut saat manik mata mereka saling bertubrukan. "Dingin ya?" Tanya Dean mengingat tangan Rin yang bersentuhan dengannya terasa sedingin es.

Rin pun langsung menganggukkan kepalanya pelan, "Mas juga. Lebih dingin dari biasanya"

Kedua sudut bibir Dean kembali tertarik ke atas. Dean menganggukkan kepalanya beberapa kali, mengisyaratkan pada Rin bahwa dia mengerti akan maksud perkataan Rin barusan. Dean sadar bahwa sesuatu yang mengusik pikirannya membuat dirinya cenderung lebih pendiam dan serius dari biasanya. Tentu saja perubahannya tersebut memberikan kesan dingin seperti yang Rin katakan.

"Kamu inget apa yang Mas bilang ke kamu pas kita neduh dari hujan setelah pulang dari taman kota?"

Rin terdiam selama beberapa saat, memikirkan perkataan yang mana yang Dean ucapkan. Sebelum kemudian Rin menganggukkan kepalanya sekali ketika dia sudah mengingatnya. Kalau tidak salah kala itu Dean sempat menyinggung soal Sean dan juga Amaya. Dean bilang Rin tidak perlu terlalu mengkhawatirkan Sean karena Sean sudah memiliki seseorang yang selalu ada disampingnya yaitu Amaya. Seseorang yang sekarang paling memperhatikan Sean selain Dean sendiri.

"Semenjak Amaya cuti kerja. Sejak saat itu Sean keliatan lebih murung" lanjut Dean.

Rin menganggukkan kepalanya setuju. Sean memang terlihat lebih murung dan tidak bertingkah kekanakan seperti biasanya. Menurutnya juga Sean lebih sering diam dan benar-benar memfokuskan dirinya dengan lesnya dan juga ujian akhir sekolah yang hanya tinggal menghitung hari saja. Memang bagus, tapi sebagai seseorang yang tahu betul sifat asli Sean, sejujurnya Rin merasa khawatir dan merasa kehilangan sisi hangat khas seorang Sean.

Ya, sekarang Rin menyadari betul bahwa dibalik perangai Sean yang menyebalkan, sejujurnya tetap memberikan satu kebahagiaan bagi Rin. Mungkin sudut pandang itu pulalah yang membuat Dean tidak bisa semudah itu merasa marah pada Sean ketika Sean sudah bertingkah.

Sebelumnya Rin pikir hanya dirinya saja yang merasakan perubahan Sean tersebut. Nyatanya Dean pun begitu. Dan jika kemurungan Sean berhasil mengusik Dean, maka sudah bisa dipastikan bahwa ada sesuatu yang tidak berjalan dengan baik tentang Sean.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang