Empat🍁

6.3K 337 0
                                    

••

Setelah puas menyetubuhi Dylan, Barra lantas segera pergi dari ruangannya meninggalkan Dylan yang terkapar lemas di sofa yang ada di ruangan tersebut.

Dylan, pemuda tampan bercampur cantik itu mencoba untuk duduk. Baru saja area holenya sedikit membaik tapi Barra dengan begitu tidak manusiawi memperkosa dirinya lagi.

Ia ingin sekali melawan, tapi tenaga pria tampan perfeksionis itu begitu kuat seolah tolakan dirinya tidak ada artinya sama sekali. Setelah berhasil duduk ia merapihkan dirinya sendiri lalu segera berjalan ke luar dengan perlahan.

"Habis menggoda tuan?"

Dylan tersentak saat Arvin sudah berdiri di depan pintu. Ia lantas segera menunduk sambil memegang tangannya yang dibalut oleh perban.

"Kau benar-benar hebat, setelah mencari muka didepan nona Abila. Sekarang dengan terang-terangan menggoda tuan Barra, apa kau terlahir dari rahim seorang jalang juga? Tidak heran kau seperti ini."

Plak!

Dylan menatap Arvin dengan tajam setelah dirinya melayangkan tamparan pada pria itu.

"Kau boleh menghinaku! Tapi jangan sekali-kali menghina orangtuaku!" Dylan menatap marah Arvin dengan mata yang berkaca-kaca.

"Woah, kau berani menamparku?!" Arvin mendorong pundak Dylan.

"Sebenarnya apa kesalahanku padamu? Kita bahkan baru bertemu hari ini. Tapi kenapa bisa kau membenciku seperti ini?"

"Karena kau pelacur murahan! Aku tidak suka pada siapapun yang dekat dengan tuan Barra! Ingat ini Dylan, aku tidak akan pernah membiarkan hidupmu tenang selama kau tinggal di mansion ini, aku kepala maid disini. Aku di izinkan melakukan apapun pada bawahanku, kau mengerti maksudku kan?" Arvin menatap Dylan dengan remeh.

Ia lantas segera menarik rambut Dylan lalu menggusurnya dengan begitu tega.

"Lepaskan! Ini sakit!" Dylan meronta mencoba melepaskan tarikan tangan Arvin pada rambutnya.

"Ben! Rizal! Kemarilah!" Teriak Arvin yang membuat Ben dan Rizal datang lalu sudah berada di hadapannya.

"Ada apa Vin?" Tanya Rizal.

"Bawa dia ke gudang belakang mansion. Kita harus memberi pelajaran jalang sialan ini." Perintah Arvin yang mendapatkan anggukan dari Ben dan Rizal.

Kedua pria itu lantas segera memegang tangan Dylan lalu menyeretnya. Dylan mencoba memberontak dengan meminta mereka untuk melepaskannya.

"Lepaskan aku!"

"Diam!"

Arvin menampar pipi Dylan dengan begitu kuat membuat pemuda cantik itu terdiam dan pasrah. Selain tidak bisa melawan, tubuh Dylan juga sedikit lemas karena pemerkosaan yang dilakukan Barra padanya tadi— sehingga ia sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk melawan.

••

"Untuk apa kau kemari hm?" Barra mengelus surai seorang pria cantik yang kini duduk di pangkuannya.

Setelah ia sampai di perusahaan, kekasihnya datang mengunjunginya.

"Tentu saja karena merindukanmu. Sudah empat hari kau tidak mengunjungiku." Bisik pria cantik itu sambil mengecup dan menjilati leher Barra dengan sensual membuat Barra sedikit menggeram.

"Niko... Jangan memancingku." Peringat Barra, tangannya meremas pantat Niko membuat pria itu mendesah lirih.

Sejam yang lalu Barra baru saja pelepasan dengan menyetubuhi Dylan. Jadi ia tidak ingin melakukannya lagi dengan Niko. Sebenarnya, Barra bukan hormon berjalan seperti Adrian tapi entah kenapa setiap kali melihat Dylan seluruh tubuhnya seolah bereaksi tanpa bisa ia tahan.

Bahkan, hanya karena tatapan sendu Dylan mampu membuat sesuatu yang ada pada dirinya bereaksi menegang. Pemuda yang ia beli dari pelelangan itu memiliki daya tarik yang Barra sendiri bingung dari bagian mananya.

Karena Barra sudah pernah bertemu dan berhubungan dengan banyak pemuda-pemuda cantik dari kalangan atas dan salah satunya Niko. Tapi, yang mampu membuatnya tidak bisa mengontrol tubuhnya sendiri hanya Dylan.

"Kenapa emm? Kau tidak merindukan tubuhku?" Ujar Niko, tangannya dengan nakal mengelus dada bidang Barra.

"Aku sedang tidak ingin melakukannya." Barra  menghentikan tangan Niko yang hendak masuk ke dalam celananya.

"Kali ini dengan jalang mana lagi kau melakukannya?" Niko sudah sangat tahu kebiasaan kekasihnya ini. Walaupun Barra menjalin hubungan dengannya, tapi ia sama sekali tidak bisa mengontrol pria tampan itu.

Karena ia sadar siapa Barra sebenarnya.

"Hanya dengan salah satu maidku."

"Kau sungguh menurunkan seleramu. Apa itu Arvin? Apa kau masih berhubungan dengan dia?" Ujar Niko, nadanya terdengar seperti tidak suka jika Barra kembali melakukan hal itu dengan Arvin.

"Tidak. Dia maid baru di mansion." Jawab Barra, ia juga tidak ingin memberitahu Niko perihal dia yang membeli pemuda dari acara pelelangan.

Niko mengangguk mengerti walaupun jauh di lubuk hatinya ia merasa kesal. Niko harus tahu siapa maid baru itu.

••

"Akh!" Dylan meringis saat Ben dan Rizal mendorong tubuhnya hingga ia terjatuh.

"Jalang sialan sepertimu memang harus di beri pelajaran. Kau harus tahu dengan siapa kau berurusan brengsek!" Arvin berjongkok, lalu menarik rambut Dylan membuat pemuda cantik itu meringis kesakitan.

"Arvin, ini sakit..." Dylan mencoba melepaskan jambakan tangan Arvin dari rambutnya.

"Kemana sikap beranimu tadi? Bukankah kau bisa melawan?! Ayo lawan aku!?"

Plak plak

Arvin menampar pipi Dylan begitu keras membuat sudut bibir pemuda itu berdarah.

"Ben, ambilkan tali." Perintah Arvin yang mendapati anggukan dari Ben.

"Jangan! Apa yang ingin kau lakukan padaku?!" Dylan mencoba memberontak saat Arvin mengikat kedua kaki dan tangannya.

"Diam! Ini hukumanmu karena sudah berani melawanku!" Sentak Arvin sambil mendorong kepala Dylan sampai terkena tembok membuat pemuda itu memejamkan matanya erat karena rasa sakit dan pusing bercampur menjadi satu ketika kepalanya menghantam tembok dibelakangnya dengan keras.

"Sshh..." Lirih Dylan.

Arvin benar-benar sangat jahat padanya. Pemuda itu seolah tidak memiliki hati nurani hingga mampu melakukan hal kejam seperti ini.

Setelah selesai mengikat tangan dan kaki Dylan. Arvin lantas mengambil ember berisi air kotor yang sudah ia persiapkan lalu menyiramkannya pada tubuh Dylan sambil tertawa keras.

Dylan memejamkan matanya erat, aroma busuk dari air itu langsung menyapa indra penciumannya membuat ia ingin muntah. Apalagi tangannya yang terluka ikut merasakan air busuk itu membuat Dylan ingin berteriak karena rasa perih di tangannya.

"Nikmati malam panjangmu hari ini." Arvin menepuk-nepuk pipi Dylan yang sudah lemas.

Lalu mereka pun pergi dari dalam gudang itu meninggalkan Dylan sendirian disana. Tubuh basah kuyup itu meringkuk, Dylan sama sekali tidak bisa bangkit karena kedua tangan dan kakinya yang terikat.

"Siapapun... Tolong aku..." Gumam Dylan begitu lirih sebelum kesadarannya benar-benar direnggut habis.

••

TBC

Ini lapak uke menye² kalau tidak suka boleh tinggalkan lapak ini ya🤏

Vomentnya✨

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang