'Malik, kamu bisa membantuku?'
Malik yang entah berada di mana, langsung membalas pesan Kanaya.
'Kamu mau bantuan apa?'
'Jemput aku sekarang, aku mau pergi menenangkan diri tanpa gangguan sebelum sidang ceraiku dengan Alaska.'
'Kamu mau cerai dengan dia?' Malik terkejut.
'Ceritanya panjang. Kamu ke sini dulu, ya. Jemput aku.'
'Lima belas menit lagi aku datang!'
☘️☘️☘️
Sejak pagi tadi, Kanaya sudah mengemas pakaiannya. Perempuan itu untuk sementara ini hanya membawa pakaian yang penting saja. Keputusannya sudah bulat. Dia akan berpisah dari Alaska karena suaminya masih ragu bersama. Kanaya tidak mau jadi perempuan kedua.
Beres menyiapkan pakaiannya Kanaya keluar dari kamar. Kemudian, dia membuatkan catatan untuk Ismi. Setelah selesai, perempuan itu memberikan pada pembantunya.
Ismi bertanya, "Apa ini, Nyonya?"
"Ini adalah catatan yang harus kamu lakukan selagi saya nggak ada di rumah."
"Loh, Nyonya mau liburan atau ke mana?"
"Bukan." Kanaya bahkan masih bisa tersenyum dalam situasi yang sangat getir bagi dirinya ini. "Saya akan pergi karena nggak mau stres selagi menunggu masalah ini berakhir."
Bukan mau bergosip, tetapi memang Ismi itu peduli dengan majikannya karena selama ini Kanaya sudah begitu baik dengannya.
"Nyonya ada masalah apa? Kalau ada yang bisa saya bantu, pasti saya bantu. Terus daripada saya tinggal di sini, lebih baik kan saya ikut Nyonya. Nanti bisa mengurus yang lain, saya janji nggak akan minta macam-macam atau minta tambahan bayaran, Nya."
Ismi, sudah bicara panjang lebar Kanaya malah menanggapi dengan santai.
"Kamu di sini saja. Justru saya percayakan kamu untuk ada di sini karena sudah tahu bagaimana saya mengurus Tuan. Paling nggak, selama beberapa bulan ini kamu sudah memperhatikan gimana saya ngurus Tuan."
"Tapi ...." Ismi masih keras kepala, "saya lihat Tuan dan Nyonya baik-baik saja. Kenapa tiba-tiba kayak gini?"
Kanaya hanya tersenyum simpul.
"Apa saya beneran nggak bisa ikut Nyonya?"
Kanaya menggeleng. "Tunggu sebentar ya, nanti kalau misalkan masalah saya sudah selesai, saya janji akan bawa kamu."
"Biarin saya ikut, Nyonya." Ismi memohon.
"Untuk sementara ini, memang saya mau kamu tinggal di sini supaya bisa bantu tuan. Tapi, jangan goda dia, ya." Kanaya langsung memicingkan mata. Menggunakan kesempatan untuk bercanda dengan asisten rumah tangganya tersebut.
"Mana berani saya menggoda tuan, Nya. Lagian, perbandingan saya dengan Nyonya kayak langit dengan jurang." Ismi masih bisa bercanda.
Kanaya tertawa dan tidak lama setelahnya perempuan itu dapat informasi kalau Malik sudah datang.
"Saya harus pergi. Jangan lupa catatan saya ini dan kamu harus bantu saya untuk menjaga tuan selagi saya enggak ada di rumah."
Tiba-tiba saja Ismi menitikkan air mata. "Nyonya cuma sebentar, kan? Nggak benar-benar mau pisah dengan tuan?"
Pasalnya, meskipun Ismi hanyalah asisten rumah tangga, Iya mengetahui cukup banyak apa yang terjadi dalam rumah tangga Kanaya dan Alaska.
Majikannya itu memang tidak pernah bertengkar. Namun, siapa pun juga bisa tahu bahwa hubungan mereka tidak pernah harmonis. Kanaya adalah sosok yang bisa melakukan apa saja untuk alasan, tetapi tidak dengan suaminya tersebut.
Kanaya mengangkat bahu. "Saya juga nggak tahu. Kamu jangan tanyakan apa-apa dulu."
Ismi mengangguk-angguk lalu dia berusaha untuk menjelaskan bahwa tidak ada maksud untuk ikut campur.
Namun, kalau mau melihat lagi dari perasaan Kanaya, terlalu sakit untuk tetap berada di sini. Alaska mungkin saja mau menyentuhnya, menikmati itu bukan sebagaimana seorang suami terhadap istri. Tidak ada cinta di sana dan itu selalu menyakitkan. Kanaya hanya berharap supaya apa yang mereka lakukan beberapa waktu lalu akan menjadi kenangan yang indah. Itu cukup lebih baik dan dia akan pergi meninggalkan Alaska. Daripada harus bertahan di sini, tetapi harus berbagi cinta.
"Ismi, bantu saya untuk turunkan koper." Kanaya sudah tidak mau lama-lama lagi buang waktu di sini Takutnya nanti malah keburu Alaska pulang.
Kemudian, Kanaya segera keluar menemui Malik. Setelah koper diturunkan Ismi, Kanaya langsung naik mobil dan pergi tanpa mau banyak bicara lagi.
Tinggal Ismi yang tersedu sedan memperhatikan majikan yang begitu baik pergi dari rumah ini.
"Kita mau ke mana ini? Dan kenapa kamu bawa koper serta pakaianmu, tapi nggak pergi dengan suamimu?"
Kanaya tidak menjawab. Dia hanya naik mobil, memasang sabuk pengaman, lalu memberi tanda agar Malik menyetir.
Malik, lebih menurutinya meski dengan pertanyaan yang memenuhi kepala.
"Kamu bertengkar dengan Alaska?" Malik merasa sulit untuk berbicara dengan Kanaya saat dalam posisi menyetir mobil seperti ini. Jadi, laki-laki itu memacu mobil dengan kecepatan cukup tinggi, tetapi tetap memastikan bahwa mereka akan selamat di jalan. Lalu, dia berhenti di sebuah tempat yang aman untuk parkir mobil dan mereka bisa bicara sebentar.
"Bilang denganku yang jujur, kamu ribut dengan Alaska atau gimana?" Kanaya masih diam seribu bahasa. Malik kemudian mengetuk ujung jarinya di dashboard mobil supaya Kanaya bisa memperhatikan ekspresinya yang sangat menuntut jawaban.
"Untuk kali ini, jangan diam saja. Kalau memang alasannya itu menyakitimu atau terjadi sesuatu dengan kalian, sebaiknya bilang dengan orang tuamu. Jangan diam begini! Aku juga nggak punya hak untuk membawamu pergi tanpa izin suamimu."
"Kamu keberatan membawaku pergi? Apa sekarang aku sudah nggak ada orang yang bersedia membantuku lagi?"
Malik bingung dengan reaksi Kanaya. Dia hanya berusaha untuk perhatian, tetapi reaksi perempuan itu malah terkesan sensitif seperti ini. "Kanaya, kamu tahu kamu apa itu selalu pengertian dan peduli denganmu. Apapun yang kamu butuhkan selalu aku berikan. Tapi kumohon untuk yang kali ini kamu harus jujur denganku karena aku nggak mau nanti jadi salah kan untuk hal yang sama sekali aku belum tahu apa masalahnya."
"Hanya bawa aku pergi yang jauh yang tenang di mana nggak ada satu pun orang yang bisa mencariku. Aku butuh waktu untuk berpikir sendiri," ungkap Kanaya sebisa mungkin tetap menahan emosi ketika dia menggunakan tangannya untuk mengungkapkan bahasa isyarat.
Mobil menepi, Malik malah berhenti berjalan. "Maaf, untuk kali ini, aku nggak bisa melakukannya kecuali kamu bilang denganku apa yang sebenarnya terjadi."
"Kalau kamu nggak mau, aku akan cari taksi!"
"Kanaya ...." Malik masih sangat sabar. "Kamu tahu kalau aku nggak akan membiarkan kamu pergi sendiri."
Kanaya meneteskan air mata. Dia hanya bisa diam, tetapi di depan Malik yang sudah tahu bagaimana karakternya, juga bisa memahami kalau Kanaya tidak akan bisa tegar, membuat perempuan itu tanpa bisa ditahan menangis, sehingga suara tangis itu menggema di mobil. Membuat Malik bisa merasakan betapa hancur hati perempuan itu.
"Alaska sudah menyakitimu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska
RomantikaSetelah Kanaya pergi, Alaska baru sadar kalau dia jatuh cinta pada istrinya yang tidak sempurna itu. Bahkan, sebenarnya setelah malam pertama mereka benih-benih cinta sudah tumbuh di hati Alaska