09

72 5 0
                                    

𝘽𝙞𝙨𝙢𝙞𝙡𝙡𝙖𝙝𝙞𝙧𝙧𝙖𝙝𝙢𝙖𝙣𝙞𝙧𝙧𝙖𝙝𝙞𝙢

Happy Reading 🌹🌹🌹

"Sudah jam berapa ini? Kenapa dia belum pulang juga?" gumam Arfaz. Ia melepas kacamatanya dan mengambil ponselnya mulai menghubungi seseorang.

Cukup lama dia menunggu telpon itu tak kunjung diangkat. "Mungkin nanti baru saya hubungi lagi." putusnya kembali fokus pada pekerjaannya.

Waktu memang masih menunjukkan pukul tujuh malam, namun tentu saja Arfaz khawatir dengan Amara. Terlebih jalan menuju pondok mereka itu agak sepi, ia takut hal yang terjadi padanya waktu itu akan terjadi pada Amara.

Lagi-lagi pria berkacamata itu melirik jam pada laptopnya. Ia menghela nafas dan kembali menghubungi nomor Amara saat waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

"Halo,"

Arfaz menghela nafas lega sebelum menjawab saat mendengar suara dari sebrang telpon yang menandakan Amara baik-baik saja.

"Assalamu'alaikum,  Amara!" tegur Arfaz.

"Ck, iya, iya. Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam, Amara kenapa kami belum pulang? Sekarang sudah malam,"

"Iya ini udah mau pulang, sabar napa sih!"

"Baiklah, hati-hati dijalan, jangan ngebut!" ingatnya.

"Iyaa bawel!"

Lagi-lagi Arfaz menghela nafas, kali ini bukan karena ia merasa lega, namun perasaan yang tidak ia mengerti membuatnya sedikit gundah. Terlebih Amara menutup telpon sepihak tanpa mengucap salam.

"Ya Allah... sabar 'kan lah hamba..."

Ting!

Arfaz memeriksa kembali handphonenya saat mendengar bunyi notifikasi pesan masuk.

Ashfan

|Gus
|Ana liat istri antum nih

Hmm|

|Keluar dari bar club
|Antum beneran ngijinin dia 'kah?
|Gak mungkin 'kan?

Makasih|
Sudah mengabari saya|

Arfaz kini mematikan daya handphonenya berharap tidak ada yang mengganggu dirinya. Saat ini, ia tengah merasa tidak ingin diganggu terlebih dengan pesan yang baru saja ia dapat dari Ashfan. Apakah dia terlalu membebaskan Amara?

Tak lama suara langkah kaki seseorang mulai terdengar di tengah kesunyian malam. Arfaz memutuskan untuk kembali bekerja.

"Assalamu'alaikum," Arfaz menoleh kearah asal suara.

"Wa'alaikumussalam,"

"Sudah pulang?"

Amara mengangguk. "Kenapa belum tidur?"

Arfaz melepas kacamatanya. "Nungguin istri saya," ucap Arfaz. "Saya khawatir karena istri saya belum pulang padahal sudah hampir tengah malam,"

Arfaz memperhatikan Amara yang mulai meletakkan tasnya dan membuka jaketnya, kemudian ia pun mendudukkan dirinya di sebelah Arfaz.

"Ya maaf, lagian biasanya juga lo sibuk ngajar sampe malem 'kan? Sekarang kenapa? Kemana santri santrinya?" ucap Amara.

"Sekarang hari sabtu, tidak ada mengaji malam," jawab Arfaz menutup laptopnya.

"Ouh... ya udah gw tidur ya udah capek banget nih!" ucap Amara menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang.

Arfaz menghela nafas. Wajahnya terlihat datar saat ini. Tanpa mengatakan apapun ia memutuskan pergi dan meninggalkan Amara.

Arfaz berjalan dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celananya. Menghirup udara malam yang sejuk sebanyak-banyaknya seolah-olah ia sudah kekurangan pasokan udara sejak tadi.

"Eh, assalamu'alaikum, gus Arfaz ngapain malam-malam disini?" tanya ustadz Shaka.

Arfaz menoleh. "Ustadz ngapain di ndalem?" Arfaz bertanya balik.

"Oh ini gus.. ane abis ketemu sama kyai,"

"Saya boleh minta tolong?" tanya Arfaz.

"Iya gus kenapa?"

Arfaz terdiam sejenak. "Panggilkan santri-santri, bilang sama mereka kita latihan silat sekarang."

"Na'am," Shaka yang sudah melenggang pergi tiba-tiba kembali lagi. "Maaf gus tadi mau ngapain?" tanya Shaka saat baru berhasil mencerna ucapan Arfaz.

"Panggil santri putra untuk latihan silat."

┈┈┈┈․° 𝓐𝓶𝓪𝔃 °․┈┈┈┈

"Lurus 'kan tangan kalian! Pakai tenaga! Saya udah latih kalian lebih dari setahun masa hanya begitu kemampuan kalian! Ayo tunjukan ke saya kalau kalian pantas!" teriak Arfaz pada para santri yang kini sudah berbaris di lapangan sejak pukul sepuluh malam hingga pukul dua dini hari.

"Abang kayaknya lagi ada masalah deh..." gumam Alifah.

"Ning Alifah, gus Arfaz kalau lagi kesel serem ya..." ucap seorang santriwati.

Alifah menoleh. "Itulah alasan santri-santri selalu nurut sama bang Arfaz.." jawab Alifah membenarkan.

"Tapi kasian banget liat santri-santri udah pada capek gitu, biasanya mereka dilatih keras begitu kalau mau ada perlombaan aja, lah ini? Hari biasa malah lebih keras dilatihnya.." Alifah menghela nafas lelah.

"Alifah,"

Alifah langsung menoleh ke arah asal suara. "Umi?"

Afra terlihat agak kesal dengan raut wajahnya yang tidak terbaca oleh Alifah saat ini. "Abang kamu kenapa? Amara mana?"

"Kak Amar--"

"Arfaz!!!"

—————————————————————————
—————————————————————————

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!

Sekian jangan lupa tinggalkan jejak
(Meski ceritanya gak bagus)
Vote ⭐
Comment 💬

Terimakasih wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ^^

AMARFAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang