"Ayah, bagaimana keadaanmu?".
Jungwon yang saat itu tengah sibuk menatap layar laptop dihadapannya pun sontak menoleh setelah mendengar suara berat milik putranya.
Sudut bibir si manis tertarik keatas membentuk senyum. "Sudah lebih baik. Terimasih, kau sudah merawatku semalaman".
Ya... Kemarin malam lebih tepatnya sepulang bekerja Jungwon tiba-tiba saja mengalami demam yang tinggi. Oleh karena itu Jay dengan sangat telaten menjaganya.
Pemuda Park itu lantas mengambil duduk di sampingnya. "Jangan terlalu memforsir dirimu, Ayah. Kau juga harus banyak beristirahat". Ujarnya sembari mengambil alih laptop dari pangkuan pria manis itu dan menaruhnya di atas meja.
"Ayah...". Panggilnya lagi sembari menangkup wajah milik pria yang lebih dewasa darinya itu.
Sementara itu Jungwon hanya dapat terdiam dengan manik yang mengerjap lucu. Ia sama sekali tak mengerti apa yang sedang putranya lakukan.
Namun tiba-tiba saja Jay mendekatkan wajahnya-- menyatukan kening keduanya untuk beberapa saat.
Dalam jarak sedekat ini tentunya Jungwon dapat merasakan bagaimana hembusan nafas hangat milik pemuda Park itu yang menerpa wajahnya.
"Demamnya sudah turun". Ujar Jay sembari menarik dirinya lagi-- menatap sang Ayah dengan senyuman yang tak pernah luntur di wajahnya.
"Sudah kubilang bukan? aku baik-baik saja".
Jay hanya dapat mengangguk kecil. "Yasudah kalau begitu, aku akan berangkat sekarang. Jika nanti Ayah membutuhkan sesuatu, hubungi saja aku. Aku pasti akan segera datang".
Setelahnya kekehan kecil pun terdengar mengalun di telinga si tampan.
"Hmm baiklah. Berhati-hatilah. Maaf.. aku tak bisa mengantarmu hari ini".
Sebelum beranjak dari duduknya Jay menyempatkan diri untuk membubuhkan sebuah kecupan singkat di pipi si manis, "Sampai nanti, Ayah!".
.
.
Selama jam mata pelajaran berlangsung, Jay terlihat tak begitu bersemangat. Helaan nafas beratnya pun terdengar gusar. Jay merasa khawatir karena harus meninggalkan Ayahnya yang sedang sakit. Walaupun pria manis itu mengatakan jika kondisinya sudah lebih baik, tapi tetap saja Jay ingin segera pulang dan menjaganya seperti semalam.
Dengan amat tergesa Jay lantas merogoh saku celananya-- mengambil ponselnya hanya untuk membuka ruang obrolan terakhirnya dengan sang Ayah.
"Permisi, apa ada yang bernama Jay Park disini?".
Si pemilik nama yang baru saja selesai mengirim pesan pada sang Ayah pun sontak beranjak dari duduknya.
"Ada apa, Ssaem?". Ujarnya sembari menghampiri seorang guru pria yang berdiri di ambang pintu.
"Seseorang ingin bertemu denganmu. Dan ia sudah menunggu di taman sekolah".
Meski dengan kening yang mengeryit, Jay tetap mengangguki ucapan sang guru lantas membawa langkahnya meninggalkan kelas.
Sesampainya di taman sekolah, hal pertama yang Jay dapati adalah sesosok wanita dewasa dengan pakaian yang cukup modis tengah terduduk membelakanginya.
"Apakah kau orang yang ingin bertemu denganku?". Ujar Jay sembari membuka suara tanpa berbasa-basi.
Lantas dengan gerakan perlahan, wanita dewasa itupun menoleh. Maniknya tampak berbinar dan sedikit berembun.
"Putraku!". Pekiknya sembari menghambur memeluk tubuh kekar itu tanpa aba-aba.
Namun lain halnya dengan Jay yang tertegun begitu mendengar ucapan wanita yang tak ia kenali itu.
"Putraku, Nak.. kau sudah besar dan tampan. Ibu sangat merindukanmu".
Tangis wanita itupun seketika pecah sembari menangkup wajah Jay yang menunjukkan raut kebingungan.
"Ibu?". Lirih si pemuda Park yang dengan cepat mendapat anggukkan dari wanita dihadapannya.
"Benar, Nak. Aku adalah Ibu kandungmu. Namaku Park Jihyun". Jelasnya sembari meraih jemari milik Jay kemudian menggenggamnya dengan erat.
"Jadi... Kau adalah istri Ayah?".
Jihyun mengulas senyum tipisnya sebelum kembali menyahut, "Jika Ayah yang kau maksud adalah Jungwon, itu tidaklah benar. Jungwon hanyalah teman dekatku".
"Jika benar kau adalah Ibuku lalu kenapa kau membuangku? Apa aku adalah anak yang tidak kau harapkan?".
Jihyun sontak terdiam. Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut sang putra entah mengapa terdengar begitu mengiris hati.
"Aku terpaksa melakukannya karena saat itu situasinya sangat sulit. Jay, maafkan aku...".
Dengan kasar pemuda Park itu lantas menyentak tangannya hingga membuat genggaman itupun terlepas.
"Aku tidak punya Ibu".
Jantung milik si wanita Park itu sontak mencelos setelah mendengar ucapannya. Air matanya pun tak dapat lagi Jihyun bendung.
"Jay, maafkan aku. Aku... aku tau aku sudah melakukan dosa besar. Aku sudah menelantarkanmu. Aku adalah Ibu yang buruk. Tapi bagaimanapun aku tetaplah Ibumu. Aku hanya ingin menebus semua kesalahanku di masa lalu padamu...".
Sementara itu Jay hanya dapat memutar bola matanya malas. "Dengan cara apa kau ingin menebus dosamu?".
Jihyun perlahan menyeka jejak air mata yang membasahi pipinya. "Tinggal-lah bersamaku. Aku akan memperbaiki segalanya dari awal. Aku akan memenuhi apapun kemauanmu".
"Dan meninggalkan Ayahku?". Ujar Jay sembari melempar pandangnya kearah lain.
Jihyun lantas meremat bahu milik putranya dengan lembut, "Kau tenang saja, Nak. Kau juga memiliki seorang Ayah. Ayah kandungmu sendiri. Dia pasti akan menyayangimu sama seperti Jungwon-- Akh!".
Kedua maniknya pun terbelalak tepat setelah Jay mendorong tubuhnya hingga terhuyung ke belakang. Seandainya saja Jihyun tak berpegangan pada ujung bangku taman itu mungkin dirinya sudah terjatuh mencium tanah.
"Dengar, Nyonya! Aku tak pernah memiliki orang tua selain Ayahku! Ayah Jungwon! Dan kau? Kau bukanlah Ibuku. Bagiku kau hanyalah orang asing yang tiba-tiba saja muncul lalu mengemis padaku. Setelah semua yang kau lakukan padaku di masa lalu dengan tanpa tau malu kau ingin membawaku kembali? Jangan harap kau bisa memisahkanku dengan Ayahku!". Tukas Jay dengan suara lantang sembari melayangkan tatapan penuh bencinya pada Jihyun.
"Jay!". Pekik si wanita Park itu sembari mencoba menghentikan langkah sang putra.
"Kau pasti akan menyesal! Kau akan kembali padaku!".
Seolah menutup telinganya dengan rapat, Jay terus melangkah tanpa mempedulikan lagi pekikkan si wanita Park di belakangnya.
Meskipun sedikit terkejut setelah mengetahui fakta jika dirinya bukanlah anak kandung dari Jungwon, tapi setidaknya Jay mengucapkan secuil rasa syukur karena itu berarti pemikirannya selama ini benar.
Sudut bibirnya perlahan terangkat membentuk senyuman.
"Ayah, tunggulah aku. Aku akan segera menjadikanmu milikku seutuhnya".
***
hai, semuanya? maaaff banget super slow update yaa huhuu soalnya buna buntu banget tadinya mau aku unpub :((
doain semoga kedepannya bisa lebih rajin lagi^^
see u next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
unholy | jaywon (on hold)
Боевик[ summary ] "Ayah, aku menyukaimu..". "A-apa?".