BAB TIGA

246 43 3
                                    

FLASHBACK ON


"Penyihir itu menempatkanku dikelompok hiasan sulam!" seru Amber tertahan dari sebelah kanan Freen setelah mereka keluar dari kantor si penyihir yg disebut-sebut tadi, alias Miss Fleming, guru bahasa Inggris mereka.


"Hiasan Natal! Kedengarannya mengerikan."


"Aku disuruh membantu kelompok pembuat kartu Natal." timpal Lisa dari sebelah kiri Freen sambil memasang wajah jijik.


"Itu lebih mengerikan lagi. Reputasiku di mata para wanita pasti akan jatuh, seiring dengan harga diriku."


Freen menatap kedua temannya bergantian dengan jengkel.


"Semua ini gara-gara kalian, dasar bodoh! Kenapa kalian melepas tikus-tikus itu di kelas Miss Fleming?"


"Aku tidak melepas mereka!" bantah Amber.


"Mereka lepas sendiri."


Penggagas ide konyol untuk 'menghidupkan' kelas yg membosankan adalah Lisa. Amber yg kemudian melontarkan ide melepaskan tikus-tikus putih peliharaannya di dalam kelas. Dan Freen mengusulkan mereka melakukannya di kelas Sejarah, karena Mr. Boone, guru sejarah mereka yg sama membosankannya seperti mata pelajaran yg diajarnya, bukan tipe guru yg suka marah-marah. Dia hanya akan mengeluh dan memijat-mijat pelipisnya melihat kelakuan anak-anak. Jadi mereka pasti aman dari hukuman.


Tetapi entah bagaimana, tikus-tikus Amber berhasil melepaskan diri kandang dan menimbulkan keributan besar di tengah-tengah kelas bahasa Inggris. Para anak perempuan menjerit-jerit, beberapa anak laki-laki juga ikut berteriak-teriak ketakutan dan naik ke meja. Dalam hal menjerit-jerit, Miss Fleming lah pemenangnya. Itu pertama kalinya Freen melihat guru bahasa Inggrisnya yg bertubuh tinggi besar menjerit begitu keras ketika seekor tikus melesat ke arahnya dengan membabi buta.


"Ini semua idemu, dan itu adalah tikus-tikusmu," kata Freen sambil menunjuk Lisa, lalu Amber.


"Aku tidak mengerti kenapa aku juga ikut dihukum." lanjut Freen


"Karena kau yg tertawa paling keras, Teman," sahut Lisa ringan.


"Kau nyaris berguling-guling di lantai dan sesak napas karena tertawa terlalu keras," timpal Amber sambil terkekeh.


Freen memasang wajah jengkel. Ya, tadi dia memang merasa kejadian itu sangat lucu. Tetapi Miss Fleming tidak sependapat. Dengan wajah merah padam karena marah, Miss Fleming menyeret mereka bertiga ke kantornya, mengomeli mereka habis-habisan, dan memberikan hukuman sadis kepada mereka. Mereka harus ikut membantu persiapan bazar Natal yg akan diadakan oleh sekolah mereka akhir pekan ini.


"Kau ditugaskan dalam kelompok mana, Freen?" tanya Lisa.


"Tadi aku tidak mendengar karena telingaku masih berdenging akibat omelan penyihir itu." lanjut Lisa.


"Kelompok pembuat kue." gerutu Freen.


"Ha! Itu jauh lebih baik dari pada kelompok hiasan Natal. Setidaknya kau bisa makan kue sepuasnya. Sayang sekali kita tidak bisa bertukar kelompok." kata Amber.


Miss Fleming memastikan mereka tidak bisa melarikan diri dari hukuman. Dia sudah memberitahu semua guru yg mengawasi kegiatan persiapan bazar tentang hukuman Freen dan teman-temannya. Mereka bertiga harus bekerja dalam kelompok yg sudah ditentukan selama persiapan bazar dan sepanjang hari saat bazar diselenggarakan.


Ini benar-benar mimpi buruk. Rencana Freen mendekati Chloe Sanders pasti terancam gagal apabila gadis itu melihat Freen menggunakan celemek konyol dan menjual kue di bazar sekolah.


Setelah berpisah dengan teman-temannya yg harus bergabung dengan kelompok lain, Freen berjalan dengan langkah malas ke dapur sekolah yg ternyata adalah markas kelompok pembuat kue. Guru yg mengawasi kelompok ini adalah Miss Jenkins, guru kesenian, yg masih muda dan bersuara lirih. Dia tersenyum lebar kepada Freen ketika Freen muncul dan berkata.


"Selamat bergabung dengan kami, Freen. Senang sekali kau memutuskan ikut membantu."


Freen mengutuk dalam hati, namun berusaha memaksakan seulas senyum kaku.


"Baiklah, Freen, silahkan langsung mulai bekerja." kata Miss Jenkins sambil bertepuk tangan, tanpa menjelaskan lebih jauh. Sepertinya dia berharap Freen langsung tahu apa yg harus dilakukannya tanpa perlu diberitahu.


Freen mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Dia tidak mengenal sebagian besar anggota kelompok pembuat kue itu. Ada beberapa wajah yg pernah dilihatnya karena mereka berasal dari angkatan yg sama dengannya, tetapi dia memilih menjaga jarak dari mereka karena mereka termasuk 'orang-orang aneh yg sebaiknya dijauhi'. Akhirnya Freen memilih menghampiri seorang anak perempuan berambut merah keriting dan berwajah bintik-bintik. Adik-adik kelas jauh lebih mudah didekati dan lebih mudah dibuat terpesona.


"Hai, ada yg bisa kubantu?" tanya Freen ringan.


Anak perempuan itu terkesiap dan matanya melebar menatap Freen. Menurut Freen, melongo seperti itu sangat tidak sopan, tetapi dia sudah terbiasa mrlihat anak-anak perempuan yg tidak berkutik di hadapannya.


"Aku... itu..." Anak perempuan itu tergagap-gagap. Lalu tiba-tiba matanya beralih menatap ke belakang Freen dan dia langsung tersenyum lega.


Freen berbalik dan melihat seorang anak perempuan bertubuh kurus kecil dengan rambut panjang berjalan menghampiri mereka sambil membawa sebuah kantong belanjaan yg terlihat berat.


"Hei, Anne, apakah kau bisa..."


Ucapan anak perempuan itu langsung dipotong oleh temannya yg gagap tadi.


"Becca! Ini..." Dia menunjuk Freen.


Freen ingin memutar bola matanya. Menunjuk seseorang juga sangat tidak sopan.


Anak perempuan berambut panjang itu menatap Freen dengan bingung.


"Ya? Ada yg bisa kubantu?" tanyanya.


Anak perempuan yg ini tidak gagap. Walaupun bertubuh kecil, nada suaranya terdengar dewasa. Freen mengangkat bahu dan berkata.


"Justru aku yg ingin bertanya apakah ada yg bisa kubantu. Aku ditugaskan membantu di sini."


"Oh, begitu. Baiklah. Kau bisa mulai membantu dengan membawa ini ke meja di sebelah sana," kata anak perempuan itu sambil mendorong kantong belanjaannya kepada Freen.


Freen menerima kantong belanjaan yg disodorkan dan menyadari bahwa kantong itu memang seberat yg terlihat.


"Wow," gumam Freen sebelum dia semlat menahan diri.


"Terlalu berat?"


"Tidak. Tentu saja tidak." kata Freen cepat. Untuk membuktikan ucapannya, dia memeluk kantong belanjaan itu dengan tangan kiri dan mengulurkan tangan kanannya ke arah anak perempuan itu.


"Omong-omong, namaku Freen."


Anak perempuan itu menjabat tangan Freen dengan tegas dan tersenyum lebar.


"Hai, Freen. Aku Rebecca dan itu Anne. Ayo kita mulai bekerja."




Di bulan Desember di tahun terakhir SMA-nya, Freen pertama kali nya bertemu dengan Rebecca Armstrong.






FLASHBACK OFF.












TBC.

IN A BLUE MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang