"Jangan cemberut."
Anna menghela napas gusar. Wajahnya terlihat sangat enggan, bahkan ketikan sudah berada di dalam mobil, Anna masih saja menggerutu karena Papa nya tetap memaksa Anna untuk ikut blusukan dengan Pak Anwar.
"Papa udah menghilangkan hak demokrasi di Rumah dan sekarang Om juga menghilangkan hak ku untuk berekspresi?" balas Anna, masih kesal, sambil membuka dashboard dan mengambil perona bibir. "Why men always annoying."
Theo melirik gadis itu sekilas lalu tertawa kecil. "Nanti kan saya jemput, ga sampai tiga jam, An."
Anna memutar bola mata nya malas, "Yang nyuruh jemput itu Papa 'kan? Biar Masyarakat mengira kalo Papa itu ga gila kekuasaan dan ngelarang anaknya masuk Pemerintahan, someday kalo aku tiba-tiba maju, itu karna aku yang mau, karna aku berbakat di Politik. Lalu banyak yang milih aku karna background ku sebagai anak Ketua DPR-RI."
Anna kembali menatap cermin di tangan nya. "Ilmu basi."
Theo hanya tersenyum geli dan tetap fokus menyetir mobilnya sampai akhirnya mereka tiba di lokasi. Theo menghentikan mobilnya lalu Theo melirik ke kaca spion, ke arah mobil yang mengawal mereka. "Kamu tetap dikawal dari jauh ya, An—"
"What?!"
"Ssssttt." Theo mendesis, menyuruh Anna untuk diam lalu menoleh ke arah gadis itu. "Kamu memang ga pernah mau di kawal ataupun punya pengawal. Tapi itu dulu, waktu kamu belum di kenal sebagai anak Pak Prabu oleh Khalayak. Sekarang, karna Pidato kamu itu, kamu sudah dikenal," Theo tersenyum. "Sekarang, kamu harus di kawal, ya?"
Anna mengerutkan keningnya lalu menoleh, mereka bersitatap. "Om serius minta izin sama aku?"
Theo tersenyum geli lalu mengangguk. "Saya sadar, yang saya hadapi adalah Anna yang keras kepala karna salah pergaulan di London, bukan Anna penurut seperti waktu kamu SMA dulu. Dan cara menghadapi gadis keras kepala adalah bersikap lembut."
Anna perhatikan wajah di hadapan nya, baru ia sadari, jarak mereka begitu dekat dan Anna bisa melihat senyum nya dengan jelas.
Anna merasa, Theo sedikit hangat hari ini. Seperti dulu, Theo selalu hangat kepada nya, baik dan pengertian, itu menjadi nilai tambah yang membuat Anna menyukainya. Namun semua berubah saat Anna dengan gila mencium nya.
Perlu Anna ingati, Theo adalah seorang abdi negara dengan pangkat Kapten. Umurnya sudah pertengahan kepala tiga. Maka, dengan jarak seperti ini, Anna seperti di pojokkan dan di hadapkan oleh wajah tampan nya tak termakan usia.
Suatu saat, Theo bisa menjadi alasan kematian nya.
"Saya harus ke tempat Bapak secepatnya," Theo melirik ke arah jam tangan. "Nanti saya jemput ya, An."
Anna menelan ludahnya kasar lalu mengangguk patah-patah. Ia meraih tasnya kemudian keluar dari mobil.
Sebelum Anna menutup pintunya, Anna bisa melihat pria itu tersenyum. "Do your best, An."
*.*.*.*.*.*
Anna menarik napas panjang dan sesekali tersenyum pada orang-orang yang memanggil nama nya. Sesekali Anna juga meladeni permintaan foto bersama dan mengobrol singkat dengan warga sekitar.
Pak Anwar mengadakan pesta rakyat dan pasti nya ada pembagian Sembako yang membuat penduduk berantusias untuk datang. Pak Anwar bersama beberapa orang nya mendengarkan bermacam keluhan yang kata nya akan dia sampaikan pada Prabu.
Anna tidak melirik ke arah jam tangan sama sekali. Semua tindakan nya sedang di nilai, Anna tidak mau dengan melihat ke arah jam, masyarakat akan menilainya tidak suka berada di tengah-tengah kelas menengah ke bawah.
Tapi Anna sudah cukup bosan, berpura-pura bukanlah keahlian nya.
Dan dimana Ajudan Papa nya itu?
Anna ingin menanyakan itu pada pengawal-pengawalnya tapi Pak Anwar terus-terusan menahan nya.
"Anna," entah panggilan ke berapa dari Pak Anwar. Dengan menutupi rasa malas dan bosan nya, Anna mendekat. "Ini katanya mau foto sama kamu."
Anna tersenyum kemudian mengikuti permintaan gadis kecil yang ia tebak masih SMP itu. Anna merangkulnya dan tersenyum ke arah kamera.
"Makasih ya, Kak. Gede nanti aku mau jadi pinter kayak Kakak!"
Anna tersenyum geli dan mengacak rambutnya gemas. "Tentu, anak cantik."
"Banyak banget yang nge-fans sama kamu, An." Pak Anwar menimpali. "Saya jadi bingung ketua Partai nya siapa."
Semua tertawa mendengar candaan kecuali Anna. Membayangkan dirinya menjadi anggota Partai saja sudah membuatnya mual apalagi jadi Ketua nya.
Anna menoleh ke samping dan menemukan Theo ada di sana. Anna menghela napas lega, akhirnya dia bisa mengakhiri semua ini.
Namun mata Anna menyipit saat sadar, Theo sedang berbicara dengan seorang perempuan. Di lihat dari pakaian nya, dia salah satu dari orang Pak Anwar.
Theo tersenyum pada gadis itu.
Bagus, panas nya matahari sekarang tak sebanding dengan apa yang Anna lihat.
Anna menoleh ke arah Pak Anwar, "Maaf, Pak, saya kesana sebentar."
Pak Anwar mengangguk. Lantas, Anna langsung berjalan ke arah Theo bersamaan perempuan itu menjauh.
"Hai, An." Theo tersenyum kemudian mengeluarkan ponselnya. "Bapak nelpon kamu berkali-kali tapi ga kamu angkat."
"Hape Anna mati." balas Anna ketus.
Theo hanya mengangguk bisu. Lalu tiba-tiba menyodorkan ponselnya. Anna menaikkan kedua alisnya heran sambil menerima ponsel tersebut.
Ternyata sang Papa menelpon, sontak Anna langsung menjauh dari keramaian.
"Pulang sekarang, An. Sudah Papa izinkan sama Pak Anwar."
Anna mendengus, "Dari tadi juga mau pulang, Pa."
"Watch your behavior, Anna."
Anna menggelengkan kepalanya samar lalu mematikan telponnya secara sepihak. Saat hendak kembali, mata Anna tak sengaja menangkap satu hal di ponsel milik pria itu.
Anna menyipitkan mata nya, memastikan.
"Sudah selesai, An?"
Anna berbalik dan melihat Theo mendekat. Anna menarik napas lalu menyodorkan ponselnya kembali.
Theo menerima nya, "Kita pulang?"
Anna diam, ia pandangi wajah Theo sampai empu nya tersadar dan menatapnya heran. "Kamu kenapa?"
"Kenapa ada aplikasi tinder di Hape Om?"
Theo menaikkan kedua alisnya kaget lalu melihat ke arah layar ponselnya. "Oh ya? Saya gatahu, An." Theo tersenyum geli saat aplikasi itu benar-benar ada. "Mungkin ga sengaja ke-unduh."
"Ga sengaja?" Anna melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Theo menelisik. "I'm right here and you choose tinder?"
Theo menaikkan satu alisnya. "tinder itu aplikasi kencan, kan? Apa salahnya." Theo menangkap raut kesal Anna dan tak bisa menahan senyum geli nya. "All you ever asked is having sex, An, not dating."
"Di London, tinder itu untuk hook up. From tinder to bed." Balas Anna, masih dengan raut kesal.
"Saya gatahu kalo soal itu," Theo menyimpan ponselnya ke dalam kantung celana. Lalu tiba-tiba ia mencondongkan tubuhnya, mendekat ke telinga. "Kalopun harus bercinta, saya lebih milih bercinta sama kamu, An."
z
bosenin ga si.siap untuk scene panas?
tapi masih lama sih HAHAHA
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS SECRET SIN
RomanceKamu dan Ajudan Ayah mu, terjebak dalam perasaan terlarang.