Delapan🍁

5.8K 309 2
                                    

••

Dylan memakai pakaian pelayannya dengan perlahan. Bibirnya mengeluarkan ringisan karena rasa sakit diarea analnya.

Seperti biasa, setelah Barra puas menyetubuhinya pria tampan itu pergi begitu saja meninggalkan Dylan yang terkapar tak berdaya. Butuh waktu bermenit-menit untuk Dylan bangkit dan membersihkan dirinya sendiri. Dan setelah mandi ia kembali memakai pakaian wajibnya selama tinggal dimansion ini.

"Akh... Sial ini sakit sekali." Dylan mengumpat saat celana dalamnya bergesekan dengan cincin holenya yang membengkak.

Setelah selesai memakai pakaiannya dengan lengkap, Dylan menghela nafas berkali-kali lalu mulai berdiri dengan perlahan. Barra, manusia itu benar-benar sangat kejam setiap hari Dylan harus merasakan rasa sakit yang luar biasa diarea holenya terutama saat Dylan ingin buang air besar yang membuat dia ingin sekali menjerit dengan begitu keras karena rasa sakitnya.

Padahal, semalam Dylan merasa sedikit senang karena Barra tidak menggagahinya dan ternyata kesenangan itu kembali hilang dipagi harinya.

Dylan berjalan keluar kamar dengan begitu perlahan.

"Dylan."

Dylan terperanjat saat Niko tiba-tiba sudah berada dibelakangnya.

"Akh, tuan Niko. Ada apa? Anda membutuhkan sesuatu?" Tanya Dylan berusaha bersikap sopan pada kekasih tuannya ini.

Niko berdecih sembari mengepalkan tangannya erat saat melihat leher Dylan yang dipenuhi oleh ruam kemerahan dan bisa Niko tebak kalau itu adalah ulah Barra.

"Dylan, bukankah kau ingin keluar dari mansion ini? Aku bisa membantumu keluar dari sini." Ujar Niko membuat mata Dylan melotot kecil.

"B—benarkah? Anda bisa mengeluarkan saya dari sini?"

Niko tersenyum miring, "Tentu saja, aku bisa memberitahu Barra untuk melepaskanmu nanti. Kalau kau ingin pergi sekarang, kau bisa melakukannya——asalkan dengan satu syarat."

"Apa itu? Saya pasti akan berusaha memenuhinya." Ujar Dylan, ia begitu merasa senang jika sampai Niko bisa mengeluarkannya dari mansion neraka ini.

Saking senangnya, Dylan sampai melupakan kalau Niko adalah salah satu orang yang membencinya dimansion ini. Semua maid submissive maupun wanita begitu membenci Dylan karena mereka berpikir kalau Dylan selalu menggoda Barra dan begitu dekat dengan Abila— yang mana maid yang lain diajak bicara saja tidak pernah.

••

Abila menatap Barra dengan marah, Abila menghampiri kakaknya itu di perusahaan Barra. Wanita berparas cantik tersebut ingin membicarakan sesuatu yang tidak bisa ditunda.

Namun, setelah membicarakannya jawaban Barra malah membuatnya merasa sangat marah.

"Bertindaklah lebih manusiawi! Kak Dylan bukan barang ataupun boneka!" Ucap Abila begitu kesal pada kakaknya itu yang mengatakan Dylan hanya mainannya saja.

Alasan Dylan mencari Barra karena dia baru saja mengetahui kalau Dylan bukan seorang maid saja tetapi menjadi pelacur untuk Barra. Ia pikir profesi Dylan sangat berbeda dengan profesi mendiang Nadindra sehingga ia yakin bisa melindungi Dylan.

Tapi ternyata, Dylan dan Nadindra sama-sama pemuas nafsu bagi Barra dan sekarang Abila sangat bingung bagaimana membebaskan jeratan Barra pada Dylan.

Karena Abila begitu mengenal bagaimana sosok kakaknya itu. Jujur saja Abila merasa takut nasib Dylan akan sama seperti nasib Nadindra.

"Kenapa? Tidak seperti biasanya kau peduli pada keadaan pelacurku. Aku masih belum puas menggunakan tubuhnya." Jawab Barra sembari menghisap cerutu miliknya, tubuhnya bersandar begitu angkuh membuat Abila mendelik kesal melihat kakaknya yang begitu arogan.

"Aku bersumpah kau akan menyesal kalau masih menyakitinya!"

Barra terkekeh mendengar ucapan Abila yang terkesan lucu ditelinganya. "Hei adikku, untuk apa aku menyesal hanya karena satu jalang hm? Dia mati aku bisa mencari jalang yang lain."

Walaupun Barra sadar dampak tubuh Dylan padanya begitu besar. Tapi ia tidak akan menyesali hal yang sudah dirinya perbuat, untuk kematian Nadindea saja Barra sama sekali tidak merasa bersalah.

Mungkin?

Karena sudah banyak manusia yang mati ditangan Barra.

"Terserah kau saja bajingan! Perutku rasanya mual melihat wajahmu itu!" Umpat Abila lalu segera pergi dari ruangan kakaknya.

"Dia tidak pernah berubah sekalipun sudah menikah. Pantas saja papa dan mama sangat menyayangimu, karena kau masih memiliki sisi kemanusian Abila." Monolog Barra.

Karena sejak Barra berumur 6 tahun ia sudah diajarkan bela diri dengan begitu keras. Ayah dan kakeknya menjadikan Barra manusia yang berhati dingin tanpa mengenal belas kasihan karena jika Barra sampai memiliki belas kasihan dia akan cepat tumbang ketika menjadi ketua mafia yang hidupnya harus benar-benar kejam.

••

Dylan berjalan begitu antusias melupakan rasa sakit pada holenya. Ia kini sudah berada di area tempat tinggalnya, Dylan tidak percaya Niko benar-benar membantunya keluar dari mansion itu.

Sudah lama sekali Dylan tidak menghirup udara segar seperti ini karena selama ini ia menghabiskan waktunya didalam mansion dan area halaman mansion saja. Bagaimana bisa melihat dunia luar sedangkan mansion Barra berada di sebuah hutan pinus dengan seluruh area mansion dipagari dengan pagar beton yang menjulang tinggi.

Dylan sampai bertanya-tanya sebenarnya siapa sosok Barra Bamantara ini? Memiliki mansion pribadi disebuah ladang yang luas tentu saja Dylan yakin kalau tuannya itu bukan orang yang sembarangan.

Setelah sampai didepan rumah lamanya, Dylan mengetuk pintu rumah tersebut dengan begitu semangat melupakan kalau orang yang tinggal dirumah itu bukan hanya Abyan tapi ada Jarwo, orang yang dengan begitu tega menjualnya ke acara pelelangan manusia.

Tok tok tok

"Abyan, kakak pulang!" Dylan masih mencoba mengetuk pintu rumah tersebut, hingga diketukan terakhir pintu itu terbuka menampilkan seorang ibu-ibu yang tidak Dylan  kenal sama sekali.

"Maaf, anda siapa?" Ucap ibu tersebut membuat Dylan kebingungan, kembali melirik nomer dan halaman depan rumah tersebut takut-takut jika Dylan salah mengetuk rumah.

"Tapi ini benar rumah ayah dan ibu. Lalu siapa ibu ini? Dan dimana Abyan?" Batin Dylan mencoba memikirkan kemungkinan yang terjadi.

Hingga mata Dylan membulat sempurna saat mengingat sesuatu.

"Paman tidak mungkin menjual Abyan juga kan?" Tubuhnya merosot membuat ibu tadi itu kebingungan saat melihat Dylan.

"Hei nak. Kau tidak apa-apa? Apa terjadi sesuatu denganmu?" Tanya ibu tersebut sambil membantu Dylan untuk berdiri.

"Ibu. Apa anda membeli rumah ini? Siapa yang menjualnya?" Tanya Dylan.

"Benar, aku membelinya seminggu yang lalu dari pria yang bernama Jarwo. Kenapa? Apa kau mengenalnya?" Jawab ibu itu membuat kepala Dylan terasa pening.

Pamannya menjual rumah yang memiliki kenangan yang begitu berarti untuknya dan sang adik.

Tapi, yang mengganggu pikirannya sekarang adalah...

Dimana Abyan tinggal sekarang?

••

TBC

Vomentnya❤️

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang