Setelah Adam terlelap, Sara yang memang tak bisa tidur meski sudah berpura-pura tadi lantas perlahan bangkit dari ranjang tanpa membuat suara. Langkah kakinya membawanya ke dapur, meraih sebotol anggur ringan dari Beaujolais—dibeli Sara tentu karena banyak produsen Beaujolais mengadopsi praktek pertanian berkelanjutan, dan banyak sommelier sering mendukung anggur yang diproduksi dengan cara yang lebih ramah lingkungan jadi termasuk favorit karena juga cocok dikantong—dan gelas kemudian berjalan ke teras kamar yang menghadap laut kejauhan. Menaruh botol dan gelas tadi di meja. Angin malam yang sejuk menyambut tubuhnya dibalik kaos polos dan bathrobe.
What is happening to me? Perasaan sedih dan penyesalan menggelayut di hatinya. Ia merasa begitu jahat telah menyakiti Adam yang dengan sepenuh hati berusaha membangun hubungan mereka. Apalagi setelah mendengar pria itu malam ini. Tangannya menggenggam pagar kaca teras dengan erat, merasakan dingin di telapak tangannya. Hatinya juga, hampa dan dingin. Meski telah melewati malam panas tadi.
Sara akhirnya duduk di kursi sebelah meja, menuang anggur dan mencium aroma ceri, raspberry, dan sedikit rempah. Ia pun menyesap perlahan. Menarik napas dalam beberapa kali, menghembuskannya perlahan. Ini lebih baik daripada apapun.
Hingga berlabuh memikirkan betapa lelahnya Adam saat pulang tadi. Senyum lembut saat melihatnya keluar dari kamar mandi, meskipun ia sendiri tahu Adam pasti kelelahan. Pria itu selalu berusaha untuk membuatnya merasa dihargai dan dicintai, meski seringkali Sara merasa dirinya tak pantas mendapatkannya. Ia masih merasa begitu tidak stabil, sering diliputi oleh rasa cemas dan ketidakpastian yang membuatnya sulit untuk melihat kenyataan dengan jernih.
"Kenapa gue bisa seegois ini?" pikirnya. Adam tidak pantas mendapatkan ini. Tapi seseorang yang kuat, seseorang yang bisa mendukungnya tanpa harus membuatnya merasa terbebani. Kalau harus jujur, ia merasa tak pantas dapat semua ini. Diliriknya Adam dari dinding kaca. If I was you, I wouldn't take me back, Dam.
Setelah merasa merasa lebih baik dari sentuhan akhir panjang wine yang lembut dari cokelat hitam dan espresso, ia kembali masuk ke dalam. Berhenti sejenak kala melihat ponsel di nakas, diraihnya kemudian mengetik di ponsel ke nomor yang akhir-akhir ini tak ia hubungi.
Missing you.
***
Bangkok, Thailand
Di kawasan Sukhumvit, berdiri mansion milik sebuah keluarga. Dengan perpaduan arsitektur modern dan tradisional Thailand, dikelilingi taman luas dan private pool, mansion ini berada di tengah hiruk-pikuk kota.
Malam itu, Heriawan Raharja baru saja pulang dari kantor pusat di Silom, Bangkok. Pekerjaan sehari-harinya sebagai eksekutif senior di sebuah perusahaan multinasional di sektor perbankan Thailand. Bertanggung jawab untuk mengelola portofolio investasi perusahaan di Asia Tenggara, dan mengawasi produk perbankan inovatif yang katanya revolusioner—meski faktanya, kebanyakan nasabah hanya ingin tahu kapan mereka bisa dapat cashback lebih besar.
Pagi hari biasanya dimulai rapat koordinasi dengan tim regional yang tersebar di berbagai negara. Ia sering kali memimpin diskusi strategis tentang akuisisi baru atau pengembangan pasar, perlu analisis mendalam tentang tren ekonomi regional, peraturan perbankan lokal, dan kekuatan kompetitor. Tim regional dari Singapura, Jakarta, dan Kuala Lumpur berbicara seolah mereka sedang merancang strategi padahal intinya cuma satu. Akuisisi, atau bahasa sehari-harinya. "Apa lagi yang bisa kita beli minggu ini?"
Sore harinya, ia mungkin menghadiri presentasi dari tim pengembangan produk yang memperkenalkan teknologi baru atau solusi digital untuk memenuhi kebutuhan nasabah, pria itu menjadi penilai utama dalam pengambilan keputusan, menentukan apakah produk tersebut sesuai dengan strategi perusahaan dan standar kepatuhan. Dalam perannya, Heriawan juga berurusan dengan klien besar, baik di dalam maupun luar Thailand, membahas berbagai peluang investasi atau strategi pengelolaan kekayaan. Di luar jam kerja, pria itu aktif dalam Indonesian Community in Bangkok, yang menghubungkan ekspat Indonesia di Bangkok, termasuk profesional, keluarga, dan pelajar. Ia sering ikut acara sosial seperti perayaan hari besar Indonesia, makan malam bersama, dan acara networking yang mempertemukan anggota komunitas dalam suasana yang santai dan informal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Sweeter Place
RomanceAdam Wisnuthama Wardana, General Manager salah satu hotel dan resor prestisius di Indonesia, The Eden. Dikenal sebagai pria charming pewaris imperium bisnis real estate dengan hobi melancong ke negeri orang. Bertemu banyak mata namun tak ada yang ia...