[CHAPTER 20]

19.1K 674 34
                                    

Ospek di kampus beneran beda sama waktu masa SMA. Uuh, gue nggak bisa komen terlalu banyak juga, mengingat gue sendiri belum pernah beneran mengikuti ospek nyata. Waktu itu virtual, kami semua cuman disuruh bikin perkenalan pakai video. Sekarang video itu ada di youtube official sekolah lama gue, jadi jejak digital yang kejam.

Gue sering banget ngerasa malu karena sudah menjadi salah satu badut nasional, dan gue hanya berharap video itu gabakalan viral kayak beberapa video yang pernah lewat di tiktok gue.

Ngomong-ngomong, gue barusan banget pisah sama Lily. Kami ada di gedung fakultas ekonomi, beda sama Shannon yang sudah bercerai dengan kami sejak di jembatan penghubung gedung. Gue nggak tau apakah kami bertiga bisa bertahan di dunia yang sebenarnya, karena kami beneran clueless dan seperti kata Kak Bella, kami hanya anak-anak polos yang baru melangkahkan kaki kami di dunia yang sesungguhnya.

Gue ngang-ngeng-ngong aja di lorong akuntansi, nggak ada papan petunjuk atau pemberitaan apapun yang mengarahkan gue ke satu tempat yang bener. Ini jelas bukan hari pertama ngampus yang asik.

Gue ngelihat orang-orang udah pada punya geng sendiri. Meratapi gue yang berdiri sendirian seorang diri, gue jadi kangen sama Lily dan Shannon—padahal kami baru pisah nggak sampe lima menit. Kakak-kakak gue udah pada ribut di grup chat keluarga, mewanti-wanti gue untuk bersosialisasi juga dengan manusia lain selain Lily dan Shannon. Ya, kalo bisa juga, gue mau punya temen lain. At least nggak sendirian di lorong.

Tiba-tiba, ada yang nepok bahu gue.

"Anak akuntansi?" tanyanya.

Ya Tuhan, terima kasih telah mendengarkan doa hambaaaa.

Gue mengangguk, ngelihat tali badge-nya yang juga punya warna yang sama dengan gue. Tertulis NADYA di badge namanya. Dan dia beneran anak akuntansi. Kelihatannya ramah banget, bikin gue beneran sujud bersyukur.

"Uh ... ini disuruh kemana ya?" tanya gue.

"Ke auditorium. Ada seminar pembuka di sana. Lima belas menit lagi mulai," jawab Nadya. "Lo nggak baca grup Akuntansi?"

"Grup?" Gue langsung pucet. Buset, ada grup akuntansi? Gue pikir cuma ada grup angkatan gue yang isinya ribuan lebih itu, ternyata ada grup jurusan?

"Linknya dishare di buku panduan," jawab Nadya. Dia tersenyum lihat muka gue yang berubah pucat.

Apakah gini perasaan Shannon waktu gue gamau masukin dia ke grup kosan karena gue takut dia ternodai?

"Mau gue masukin ke grup?" tanyanya.

Gue langsung senyum lebar. "Boleh."

Nadya ngasih HPnya ke gue, minta gue nekan nomor HP gue. Gue langsung salting karena lagi-lagi megang HP mahal orang lain. Mungkin ini HP setipe punya Shannon kali ya. IPhone 15 promax.

Usai nekan nomor HP gue, gue pun berterimakasih. "Makasih, Nadya!"

"Lo kenal gue?" tanyanya.

Gue langsung nunjuk badge gue sendiri yang memang kukalungi di leher, ngasih tau dia kalau gue bisa tau namanya dengan membaca badge namanya. Tenang, Nadya, gue bukan orang creepy, kok!

Nadya mendekatkan wajahnya ke arah badge gue, menyipitkan matanya. Perlu diingat bahwa badge gue punya tali yang gantung di leher dan badge gue sendiri mendarat tepat di antara kedua dada gue. Jarak wajah Nadya yang makin deket dengan dada gue, auto bikin gue salting. Padahal awalnya gue ga gini, gara-gara ngekos di kosan dimana penghuninya sering banget lirik-lirik dada gue. Apalagi Nadya tampaknya masih belum kebaca nama gue.

"Aruna," ucap gue langsung. "Nama gue Aruna."

Wajah Nadya pun akhirnya menjauh dari dada gue. Thank godness. Gara-gara gue kelamaan di kosan Mega, hal kayak ginian bisa bikin gue salah paham, anjir.

KOSAN MEGA [GXG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang