Karakter, latar, dan alur cerita dalam karya ini adalah hasil imajinasi penulis. Meskipun mungkin terinspirasi dari peristiwa nyata, tidak ada niatan untuk menggambarkan orang, tempat, atau kejadian tertentu secara akurat. Cerita ini ditujukan untuk hiburan semata.
• • •
Hujan deras mengguyur desa sore itu, disertai gemuruh petir yang menyambar-nyambar. Jocelyn dan Jason terjebak di perpustakaan sekolah, tempat mereka biasa menghabiskan waktu setelah pulang sekolah. Aroma buku-buku tua bercampur dengan petrichor dari hujan yang turun, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman.
"Wah, hujannya deras sekali," kata Jocelyn sambil memandang keluar jendela. Tetesan air hujan berlomba-lomba menuruni kaca, mengaburkan pemandangan halaman sekolah yang biasanya hijau dan asri.
"Iya, sepertinya kita tidak bisa pulang dulu," jawab Jason, matanya juga tertuju pada hujan di luar.
Jocelyn mengangguk. Ia sebenarnya tidak terlalu suka hujan deras, apalagi dengan petir yang menyambar-nyambar. Ia merasa sedikit takut, jantungnya berdebar setiap kali kilatan cahaya putih menyilaukan langit.
"Kamu takut petir?" tanya Jason, seolah membaca pikiran Jocelyn. Ia menoleh pada Jocelyn, memperhatikan raut wajah gadis itu yang sedikit tegang.
Jocelyn mengangguk malu-malu. "Sedikit," jawabnya, suara pelan.
Jason tersenyum lembut. "Tenang saja, aku akan menjagamu," katanya sambil mengusap kepala Jocelyn dengan lembut. Sentuhan hangat dari Jason membuat Jocelyn merasa lebih tenang. Ia tersenyum kecil, merasa nyaman berada di dekat pemuda itu.
Mereka melanjutkan membaca buku masing-masing. Jocelyn sedang membaca novel roman, sementara Jason sedang membaca buku sejarah. Sesekali, mereka saling bertukar buku dan berdiskusi tentang isi buku tersebut. Percakapan mereka mengalir lancar, penuh dengan tawa dan canda.
"Kamu suka buku ini?" tanya Jocelyn sambil menunjukkan novel roman yang sedang ia baca. Sampul buku itu menampilkan gambar sepasang kekasih yang sedang berpelukan di bawah guyuran hujan.
"Aku belum pernah baca novel roman," jawab Jason. "Tapi aku penasaran, boleh aku pinjam?" Ia tertarik dengan ekspresi antusias Jocelyn saat bercerita tentang novel tersebut.
Jocelyn mengangguk. Ia merasa senang bisa berbagi buku kesukaannya dengan Jason.
Jason mulai membaca novel roman yang dipinjamkan Jocelyn. Awalnya, ia merasa sedikit canggung. Tapi lama-kelamaan, ia mulai tertarik dengan cerita cinta yang ada di dalam novel tersebut. Ia bahkan tersenyum sendiri saat membaca adegan-adegan romantis antara tokoh utama.
"Ternyata novel roman tidak seburuk yang aku bayangkan," kata Jason sambil tersenyum pada Jocelyn.
Jocelyn tertawa. "Aku sudah bilang, kan?"
Mereka terus membaca buku hingga hari mulai gelap. Hujan masih belum reda, bahkan semakin deras. Petir juga semakin sering menyambar, suaranya menggelegar memenuhi ruangan.
Tiba-tiba, lampu perpustakaan padam. Ruangan menjadi gelap gulita, hanya diterangi oleh kilatan petir yang sesekali menyambar.
"Aduh, mati lampu," keluh Jocelyn. Ia merasa takut. Ia tidak suka berada di tempat gelap. Ia merapatkan tubuhnya pada Jason, mencari perlindungan.
Jason merasakan getaran tubuh Jocelyn. Ia tahu Jocelyn takut. Jason memeluk Jocelyn dengan erat, memberikan kehangatan dan rasa aman.
"Tenang saja, Jocelyn. Aku di sini," bisik Jason, suaranya menenangkan.
Jocelyn merasa sedikit lebih tenang. Ia memejamkan mata, menikmati kehangatan pelukan Jason. Aroma sabun yang samar dari tubuh Jason membuatnya merasa nyaman.
Mereka terdiam sejenak. Hanya ada suara hujan deras dan gemuruh petir yang memecah kesunyian. Namun, dalam kegelapan itu, ada kehangatan yang tumbuh di antara mereka. Sebuah perasaan yang belum bisa dijelaskan dengan kata-kata, tapi terasa begitu nyata.
Setelah beberapa saat, hujan mulai reda dan petir tidak lagi menyambar. Lampu perpustakaan pun kembali menyala, menerangi ruangan yang sebelumnya gelap gulita.
Jocelyn melepaskan pelukannya dari Jason. Ia merasa sedikit malu, pipinya merona merah.
"Terima kasih, Jason," kata Jocelyn sambil tersenyum.
"Sama-sama," jawab Jason. "Ayo, kita pulang."
Mereka berjalan pulang bersama. Hujan sudah berhenti, tapi jalanan masih basah. Jason menawarkan tangannya pada Jocelyn. Jocelyn menyambut uluran tangan Jason. Mereka berjalan beriringan, tangan mereka saling menggenggam.
Jocelyn merasa bahagia. Ia merasa nyaman dan aman berada di dekat Jason. Mungkin inilah awal dari sesuatu yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dying Wish
RomanceJocelyn, gadis SMA ceria dari kota, harus pindah ke desa terpencil karena penyakit yang mengancam hidupnya. Di desa itu, ia bertemu dengan Jason, pemuda desa yang baik hati dan penyayang. Persahabatan mereka tumbuh menjadi cinta yang tulus di tengah...