Dan kau hadir, merubah segalanya
Setiap orang memiliki tempat pelarian dari kenyataan yang terkadang terlalu berat untuk dihadapi. Bagi Marsha, tempat itu adalah sebuah kafe kecil di sudut jalan yang selalu menyajikan aroma kopi yang menenangkan. Kafe ini tidak terlalu ramai, suasananya tenang dengan musik jazz yang mengalun lembut di latar belakang, cocok untuk menghabiskan waktu sambil mencoba menyelesaikan tugas akhirnya yang tak kunjung selesai.
Hari ini, Marsha kembali datang ke kafe tersebut. Wajahnya lelah, matanya sembab, menandakan kurang tidur dan stres yang menggunung. Ia memilih duduk di pojok kafe, tempat favoritnya. Dengan malas, ia membuka laptop dan mulai menatap layar tanpa benar-benar melihat apapun. Pikirannya berkecamuk, bayangan dosen yang terus menanyakan perkembangan tugas akhirnya tak henti-henti menghantui.
Tidak lama kemudian, seorang karyawan kafe datang mengantarkan pesanannya. Marsha melihat sekilas karyawan itu, seorang perempuan yang terlihat pendiam dengan rambut dikuncir rapi. Tanpa ekspresi, karyawan itu menyerahkan secangkir kopi dan kembali ke dalam dapur. Marsha tidak mengenalinya, mungkin karyawan baru, pikirnya.
"Aneh, kok kayak kulkas ya dinginnya," gumam Marsha dalam hati, sambil menyesap kopinya.
Saat Marsha sedang mencoba fokus, tiba-tiba air matanya jatuh tanpa bisa ia kendalikan. Ia segera mengelap air matanya dengan tangannya, berharap tidak ada yang melihat. Namun, beberapa saat kemudian, karyawan yang tadi mengantar kopi kembali datang. Kali ini, ia membawa sepotong roti macaron dan sehelai sapu tangan.
"Mbak, ini kue gratis untuk orang yang lagi galau," kata karyawan itu dengan suara datar.
"Trimakasih..."
Marsha menatapnya dengan heran, tetapi tetap mengucapkan terima kasih. Perempuan itu masih berdiri di depannya, lalu berkata lagi, "Nangis aja nggak apa-apa, terkadang pipi juga butuh air."
Marsha terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. "Nasihat apaan itu, sok puitis tapi gagal," gumamnya dalam hati sambil tersenyum tipis.
hanya tersenyum kecil dan kembali ke dapur.
Karyawan itu, yang belakangan diketahui setelah mereka mulai akrab , saling bertukar nama, karyawan itu bernama Gita. Meski terkesan dingin, ada sesuatu yang membuat Marsha merasa nyaman dengan kehadiran Gita. Mungkin karena sikap Gita yang tenang, atau mungkin karena cara Gita memberikan perhatian dengan cara yang tidak biasa.
Hari itu menjadi awal dari pertemuan mereka yang penuh kejutan dan kisah lucu yang tak terduga. Marsha mulai sering datang ke kafe itu, bukan hanya untuk mencari ketenangan dari tugas akhirnya, tapi juga karena penasaran dengan Gita, si barista pendiam yang selalu tahu cara membuatnya merasa lebih baik.
## Kejadian Lucu di Kafe
Hari-hari berlalu, dan kunjungan Marsha ke kafe semakin rutin. Setiap kali ia datang, selalu ada kejadian kecil yang membuatnya tersenyum. Seperti suatu hari ketika Gita tiba-tiba muncul di depan mejanya dengan wajah serius sambil membawa secangkir kopi dengan gambar hati yang di atas busa.
"Mbak, kopi ini spesial untuk mengusir stres," kata Gita sambil menaruh cangkir itu di meja Marsha.
Marsha tersenyum melihat usaha Gita. "Kamu bikin ini sendiri?" tanyanya, setengah penasaran.
Gita mengangguk pelan. "Iya lah."
"Tapi ini apa?" Tanya Marsha penasaran.
"Hati."
Marsha tertawa kecil. "Hati dari sisi yang mana?....Well, setidaknya kamu berhasil. Makasih ya, Kak Gita."
Sejak saat itu, setiap kali Marsha datang, selalu ada kejutan kecil dari Gita. Kadang-kadang sebuah pesan motivasi yang ditulis di atas serbet, atau secangkir teh hangat dengan aroma lavender untuk membantu Marsha rileks. Tanpa disadari, interaksi mereka mulai berkembang menjadi percakapan yang lebih hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Stories GITA KU
Romansa************BANYAK GITANYA**************** PENOKOHAN SESUAI REFERENSI MEMBER