TCV 112 | Primadona

145 30 2
                                    

TCV 112 | Primadona

Panggung teater megah diselimuti kegelapan, hanya diterangi cahaya temaram dari sorot lampu utama yang membentuk lingkaran sempurna di tengah-tengah lantai mengkilap. Dalam lingkaran cahaya itu, Sophia muncul—anggun bagaikan dewi dari dunia lain. Gaun putihnya memeluk tubuhnya dengan lembut, dan helaian perak di ujung rambutnya memantulkan sinar lampu seperti serpihan salju yang jatuh dari langit malam.

Gadis itu berdiri dengan begitu anggun, bahu dan pinggangnya terlihat lurus dalam satu garis. Dada yang tegap membusung pun terlihat begitu menawan. Postur seorang penari yang terlihat indah dan rupawan. Jelas, Sophia menyeimbangkan berat badan lewat kuda-kuda kaki yang sedikit membentuk segitiga. Berdiri dengan benar hingga sebuah ketukan melodi mulai membuatnya mengangkat wajah yang semula masih tertunduk.

Sophia, menatap lurus ke depan, tersenyum melihat ratusan pasang mata yang menatap ke arahnya.

Adelaide Aurelie Bonaparte, nama itu memiliki makna sebagai seorang bangsawan terhormat bagai emas yang sangat berharga dari keluarga Bonaparte. Menari balet? Hanyalah salah satu bakat dari si lady, untuk masuk ke dalam bagan keluarga Bonaparte yang sempurna, Aurelie sangat amat bekerja keras, berlatih balet hanya sebagian kecil dari kerja kerasnya. Beruntungnya adalah, tubuh Sophia yang terbilang lemah cukup lentur dan berbakat menjadi seorang penari. Cukup latihan beberapa tahun, tariannya akan begitu indah. Terlebih, jenis tarian ini mungkin jarang mereka lihat sebelumnya.

Musik mengalun pelan, biola dan piano berpadu dalam harmoni melankolis. Sophia mengangkat satu kaki, tubuhnya melengkung sempurna, lalu melayang dalam pirouette elegan. Setiap gerakannya lembut, namun bertenaga, seakan angin malam membisikkan rahasia ke setiap pori-porinya. Ketika ia menari, waktu terasa melambat—bahkan penonton seakan menahan napas, terhipnotis oleh pesonanya.

Tatapan Sophia begitu lembut namun tajam di saat bersamaan, seperti seseorang yang menari bukan untuk dipuji, tapi untuk menyebarkan keindahan dan ketenangan. Saat kakinya melayang dalam arabesque, jari-jari tangannya terulur, seolah ingin meraih sesuatu yang tak terlihat. Momen-momen elok tampak samar dari jemarinya, menunjukan betapa menghipnotisnya setiap gerakan yang ia bawakan.

Berjinjit, berputar, dan melompat. Setiap gerakan yang Sophia lakukan menampilkan keindahan yang tidak terbantahkan. Gaunnya yang terlihat ringan berkibar seiring dengan setiap pergerakan yang dirinya lakukan. Kilauan pada gaun yang tersorot lampu membuat Sophia seperti Musai, sang dewi musik, lagu, dan tarian dalam mitologi Yunani. Sophia jelas mampu menciptakan aura magis yang tak terlupakan di antara penonton yang terpesona. Dengan keanggunan dan kepercayaan diri, Sophia menghipnotis penonton dengan gerakan-gerakan yang penuh ekspresi dan emosi, menciptakan atmosfer yang begitu memikat di tengah gemerlap panggung yang megah.

Musik berubah intens. Sophia berputar cepat dalam fouetté en tournant, membuat gaunnya berkibar bagai sayap burung angsa yang mengepak di tengah danau. Di saat inilah, sesuatu terpancar dari tatapannya—sebuah kesadaran bahwa ia tidak hanya menari untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk melawan hantu masa lalu yang terus mengejarnya.

Dengan akhir yang memukau, Sophia meluncur ke depan, lututnya tertekuk sedikit, dan tangan-tangannya terulur dalam pose terakhir. Nafasnya tersengal, tapi wajahnya tetap tenang.

Suara gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan, namun Sophia seakan tak mendengarnya. Dalam keremangan panggung itu, dia melirik ke arah sudut, di mana bayangan seorang pria tampak mengintainya: George. Tatapan mereka bertemu sejenak—pandangan penuh cerita yang tak terucapkan. Sekilas, senyum tipis terukir di bibir Sophia.

Dan kemudian, dia membungkuk anggun, menutup pertunjukan dengan elegansi tanpa cela.

Semua bangsawan bertanya-tanya siapa penari yang tidak pernah mereka lihat itu, dari mana asalnya dan mengapa murid Ehrenstrahl berbakat sepertinya tidak pernah menampakan diri dalam pertunjukan apapun sebelumnya.

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang