•••
Pagi itu, Rean benar-benar mengantarkan Gail kesekolah. Tentu saja hal itu mengundang ucapan sinis Bella dan tatapan kesal Luna. Bella sempat memaksa Rean untuk mengantarkan Luna juga, namun sang suami menolak dengan alasan hanya ingin berdua dengan Gail. Akhirnya, Luna pergi dengan Arash.
Lorong sunyi sekolah, tempat Gail tidak sengaja bertemu Luna. Tidak, lebih tepatnya Luna sengaja mengikutinya saat pelajaran kelas masih berlangsung. Gail hanya ingin pergi ke toilet karena merasa dadanya tidak nyaman, jadi ia memutuskan pergi sejenak. Namun siapa sangka, gadis bernama Luna itu tidak membiarkan Gail merasa tenang.
“ Kamu jangan berharap lebih dengan keluarga Altair! Sebentar lagi mereka semua juga akan melupakan anak manja sepertimu!” Ucapan itu dengan jelas dapat Gail dengar.
“ Mereka tidak akan melupakan sesuatu yang bisa membuat mereka hancur. Aku juga tidak berharap, hanya saja mereka datang dengan sendirinya.” Balasan Gail mengundang dengusan kesal dari Luna.
“ Jangan berlagak seolah kamu adalah orang penting di keluarga Altair! Kamu itu hanya sampah yang beruntung bisa memiliki garis keturunan Altair.” Gail terkekeh kecil, jika dirinya sampah? Maka Luna harus ia sebut apa? Limbah?
“ Sampah? Kenyataannya, orang yang kamu sebut sampah memiliki apa yang tidak kalian miliki. Seseorang yang jelas bukan keturunan Altair tahu apa?” Luna mengepalkan tangannya, sungguh merasa terhina dengan ucapan Gail.
“ Kamu harus menjaga ucapanmu! Mama bahkan kakakmu itu ada di pihakku! Kamu kalah!” Desis Luna.
“ Aku tidak akan kalah, Kakak. Kamu memang memiliki Mama dan kakakku dipihakmu, namun itu hanya mereka. Sisanya ada di pihakku, Papa, Bunda, Ayah, Kakek, Nenek bahkan semuanya.” Mungkin Luna melupakan bahwa orang terpenting dalam keluarga Altair ada dipihak Gail, yaitu Nenek dan Kakek.
Luna seperti kehabisan kata-kata, ketika sudah seperti itu ia akan bermain dengan fisik. Luna tersenyum miring mengingat jika Gail itu tidak sekuat itu walau kata-kata yang ia lontarkan cukup tajam. Tanpa aba-aba apapun, Luna menampar Gail. Tamparan itu berhasil menimbulkan jejak merah dipipi Gail.
Awalnya Luna terlihat puas, namun tubuh Gail yang bergemetar itu melunturkan kepuasan Luna. Gail terkejut dengan tindakan tiba-tiba Luna, Gail bisa menerima itu namun tidak dengan respon tubuhnya yang berbeda. Dadanya terasa sakit, bahkan irama jantungnya tidak beraturan. Nafasnya juga tercekat seolah oksigen seketika hilang dari sekitarnya.
Tangan mungil itu menekan rasa sakit yang bertitik pada dada kirinya. Gail melemas dan perlahan ambruk menghantam lantai. Luna juga terpaku, bukan ini maksudnya. Ia tidak sampai memiliki niat untuk membunuh orang lain. Karena takut, Luna pergi begitu saja mengabaikan Gail yang kesakitan.
Peristiwa itu tidak luput dari pandangan seorang laki-laki berpakaian jas formal. Melihat gadis itu tidak memiliki niat membantu dan malah pergi begitu saja, laki-laki itu mendekati Gail yang masih berusaha mempertahankan kesadarannya.
“ Hey, nak! Kamu baik-baik saja? Jangan tutup matamu, kita akan ke rumah sakit.” Mungkin panik, laki-laki itu langsung menggendong Gail untuk pergi ke mobilnya. Gail belum kehilangan kesadaran, ia melihat wajah itu dengan jelas.
“ K-kak Ga—vin.”
•••
Ellea dan Xion dirundung kepanikan. Tiada angin tiada hujan, adik kesayangan mereka tiba-tiba menghilang. Xion datang ke kelas Ellea, berkata jika Gail tidak kembali ke kelas sejak jam pelajaran pertama hingga bel istirahat pertama berbunyi. Tentu saja panik, Gail tidak memiliki kebiasaan membolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
On My Way; Soul Mission
RandomGaindra, pemuda pendiam dan penurut tiba-tiba harus menjalankan misi sebagai orang lain. Bertransmigrasi dan memerankan peran di raga barunya itu tentu tidak mudah. Sifat childish, manja dan kadang disebut pick me boy membuatnya dibenci kakak dan ib...