"Lo ngomong apaan?" sergah Fiore panas. Makian Anne membuatnya terhina. "Siapa yang jadi pager? Siapa yang tanaman? Nggak ngaca lo?"
Anne berkacak pinggang, mengibaskan rambut lebatnya ke belakang dan meludah ke arah Fiore. "Cuih, jelas lo yang pagar. Cewek nggak tahu diri, bisa-bisanya ngedeketin cowok gue!"
"Mantan!" sela Rexton dengan tenang. Melemparkan piring dan garpu plastik ke dalam tempat sampah lalu berdiri di samping Fiore. "Kita semua tahu, sebelum aku kenal kamu, lebih dulu kenal sama Fiore. Jadi yang kamu bilang itu nggak benar. Lagipula, aku bukan tanaman yang harus dijaga dan Fiore juga bukan pagar. Pergilah, jangan bikin masalah."
Pembelaan Rexton membuat Anne meradang. Menunjuk ke arah Fiore dengan wajah memerah karena kesal bercampur dengan panas yang membakar kulit. Ia sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik dan dikalahkan begitu saja oleh Fiore. Siapa sangka standnya sampai jam segini menjadi salah satu yang masih tersisa. Sedangkan stand Fiore justru sudah rapi dan bersiap pulang. Ia dan teman-temannya sengaja memilih makanan viral dan kekinian untuk menarik minat pembeli tapi hasilnya justru di luar dugaan. Kalah oleh makanan kampung yang sederhana. Sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal pikiran Anne. Ditambah Rexton datang untuk mendukung saingannya, hati Anne membara oleh marah dan dendam.
"Aku bikin masalah? Yang benar aja? Kamu harus tahu Rexton, kalau Fiore ini rubah berbulu domba. Berpura-pura lugu untuk menarik simpati tapi yang sebenarnya adalah dia itu ular berbisa. Diam-diam menyelinap ke kamar dan mematukmu. Dia itu cewek beracun!"
"Lo ngomong apaan, sih?" Fiore mendesah, menatap bingung pada Anne yang mengamuk. "Datang ke stand orang buat ngamuk-ngamuk. Mending lo urus stand sendiri, belum habis makanan kalian'kan? Ingat, harus tetap perjanjian kalian?"
Anne berkacak pinggang, mengangkat dagu. "Perjanjian apaan?Siapa yang ngomong?"
"Kalianlah, waktu datang ke kelas dan ngomong, kalau kami bisa ngalahin kalian. Selama sebulan kalian harus traktir makan siang untuk kelompok kami. Jangan lupa itu?"
"Nggak sudi!"
"Oh, mau ingkar? Coba aja kalau berani. Gue akan sebar rekaman soal janji itu. Lihat gimana malunya kalian ntar."
Anne menghentakkan kaki ke tanah. "Berani kalian menyebar rekaman tanpa ijin? Rexton, kamu lihat sendiri bukan kalau cewek ini beneran ular?"
Rexton mengangkat bahu. "Aku nggak ikut campur masalah janji tapi yang dibilang Fiore benar, kamu sudah kalah. Janji harus ditepati."
"Rexton! Kenapa kamu buta sama cewek itu? Dia cuma pura-pura baik sama kamu?"
"Memangnya kamu nggak?" sela Rexton pelan. "Awalnya juga kamu baik, Anne."
Anne menggigit bibir, ingin meraih lengan Rextoin tapi ditepiskan dengan kuat. "Rexton, aku memang salah. Aku minta maaf. Aku tahu kamu masih sayang sama aku, makanya kamu marah. Kasih aku kesempatan sekali lagi buat memperbaiki keadaan."
"Keadaan apa yang mau diperbaiki?"
"Semuanya, aku rela melakukan apa pun demi kamu. Rexton, tolonglah. Maafkan aku. Untuk kamu tahu, aku sudah putus dari Ardan."
Fiore menatap sepasang mantan kekasih yang sedang bicara lirih di depannya. Kemarahan Anne mereda dan bentakan berubah menjadi kata-kata lembut. Rexton sendiri terlihat masih menyimpan perasaan pada Anne, tatapan matanya yang lekat dan intens pada lawan bicaranya adalah bukti. Fiore merasa menjadi penggangu, dan bersiap untuk pergi saat Rexton tanpa disangka merangkul bahunya.
"Fiore, kalau dah selesai kita pulang. Katanya ngantuk?"
Fiore mengangguk bingung. "Iya, mau pulang sekarang."