***
"Mulai saat ini, di detik yang sama dengan keruntuhan Pangeran Pertama, Kekaisaran Armonía telah jatuh kepadaku."
Kalimat dingin nan penuh dengan keteguhan itu menggema disepanjang aula singgasana Kaisar. Aula yang sepatutnya dipenuhi dengan pemerintahan, hukum, keadilan, dan kemakmuran, kini berubah pesat.
Aula yang dulunya bersinar, kini berubah menjadi tempat yang paling gelap dan penuh dosa. Darah berceceran di mana-mana. Mayat bergeletakan di sana-sini. Dan perhiasan, serta senjata berhamburan diseluruh ruangan entah siapa pemiliknya di lantai aula.
Seluruh raga tersisa yang masih menghembuskan nafas mereka menatap pada sosok Pangeran Keempat yang kini berdiri di depan singgasana Kaisar yang tak lagi suci. Mahkota yang seharusnya terduduk rapi di singgasana, kini hancur entah kemana. Menyisakan puing-puing emas dan campuran debu serta darah di sana.
Dan dengan tanpa keraguan apapun, Pangeran Keempat mendudukkan dirinya di singgasana tersebut. Menatap pada seluruh korban di sana, mereka yang menentang, dan mereka yang mendukung. Tatapannya hanya tertuju pada seorang di lantai sana. Tergeletak tak berdaya, dan masih mencoba bangun dengan segenap kekuatannya.
"Hah... Kakak Pertama, bukankah ini saatnya untuk anda menyerah? Izinkanlah adikmu yang bahkan tidak kau anggap ada ini sebagai Kaisar Armonía. Tidaklah jika engkau ingin membelah leherku dalam keadaanmu yang begitu rapuh ini, Kakak Pertama."
"Adik kelima... Aku sudah menduganya sejak awal... Kau memanglah pengkhianat-"
***
"AAKH! INI KENAPA SI SOPEN KEK DIPOJOKIN MULU SIH EDAN!!? Minimal ngaca dong Dispenser!"
Suara bantingan pelan dengan suara tubrukan lembut dari buku dan kasur menjadi penggiring dari umpatan keras sosok pria di atas kasur tersebut. Pria yang tampak begitu emosi dikarenakan sebuah novel.
"Hiks... Sopan gue gitu amat sih nasibnya. Ini si Authornya emang punya dendam pribadi apa gimana sih anjeeer!?" Gerutu sosok itu pelan disela-sela aksinya yang menyiramkan tantrum kepada bantalnya.
Ia mendengus pelan, cerita itu terlalu hebat memainkan perasaannya. Hingga ia tampa sadar membuat ulah kecil dengan kamarnya kali ini. Semua itu disebabkan lonjakan emosi, karena novel itu tentunya.
Sosok itu melirik pada jam yang menggantung di dinding, kemudian segera bergegas mengambil tasnya yang sudah disiapkan sejak awal di pojok kasur. Dan dengan tanpa menunggu, ia langsung saja kelaur dari kamarnya dan pergi dari rumah.
Ia harus pergi karena memiliki janji dengan temannya kali ini. Yah, meskipun ia belum menyelesaikan novel itu karena terkejar waktu, itu tak masalah. Karena prinsipnya, waktu tak dapat ditawar.
Ia berhenti di penyebrangan jalan ketika melihat lampu pejalan kaki masih berwarna merah. Dan kendaraan besar maupun kecil berlalu lalang didepannya. Dengan kecepatan yang beragam, ada yang cepat dan ada pula yang sedang.
Dan saat yang ia tunggu-tunggu tiba. Lampu pejalan kaki berubah warna menjadi hijau, tanda ia dapat menyebrangi jalan sekarang. Dan kendaraan yang mulai berhenti mengikuti lampu lalu lintas yang menyala.
Ia berjalan pelan, berhati-hati dan selalu menengok ke kanan maupun ke kiri. Ia juga harus berhati-hati terhadap kendaraan yang berlalu maupun berhenti, mungkin saja ada kendaraan yang mengambil belokan kemari dari jalan lainnya.
Namun seribu sayang, jalanan yang ia kira aman dan sepi dari kendaraan. Ternyata sebuah truk besar muncul dari belokan lainnya dan menghantam dirinya dengan keras.
Ia tak sempat bereaksi akan hal itu. Sempat ia ingin kabur, namun Tuhan berkehendak lain akan takdirnya. Dan truk besar yang memuat kardus kargo menghantam kuat tubuhnya, dan truk yang terperosok ke taman dipinggir jalan.
Orang-orang segera saja berkumpul, dan aktifitas jalan berhenti karena kejadian itu. Mereka mengerumuni dirinya yang tak berdaya itu, dan berebutan untuk menelepon bantuan dari berbagai pihak.
Ia tak tahu apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini, selain ia yang tertabrak dan warna merah memenuhi penglihatannya. Suhu di sekitarnya menurun, dan ia mulai merasa tubuhnya semakin berat dan sulit digerakkan.
Ia takut. Ia melihat sosok makhluk besar hitam di ujung matanya yang menatap pada dirinya. Sosok besar, yang gelap dan mengerikan, hingga ia tak lagi mendengar suara-suara disekitarnya selain suara ketakutan dikepalanya.
Dan apa yang ia ingat terakhir kali adalah rasa sakit yang seolah membelah tubuhnya. Dan rasa sakit dari sesuatu dalam dirinya yang tengah dicabut begitu kuat.
Setidaknya, itulah yang seharusnya terjadi. Ia mati, dan mungkin saja mengalami hari buruk sebagai hantu di muka bumi. Bergentayangan, dan mencari siapakah orang yang sudah menabraknya.
Namun, kenapa justru ia terbangun di sebuah ruangan yang amat begitu megah ini!?
Ia mulai meragukan bahwa dirinya mati. Apakah mungkin jika ternyata ia sedang koma dan semua hal ini adalah mimpi? Yah, itu masuk akal. Sangat amat masuk akal jika saja ia tidak kesakitan ketika mencubit dirinya sendiri.
Lagipula, ia sekarang ada di mana? Menjadi apa? Sebagai apa? Sedang apa? Dan tempat macam apa ini?
Kepalanya seketika itu terasa berputar, dan seolah terikat erat dalam rantai yang berputar. Ia menatap sekelilingnya, dan kemudian menatap pada kedua tangannya sendiri. Dua tangan yang bukan miliknya, namun milik-
Tunggu sebentar, kenapa rasanya bentuk tangan ini seperti seseorang yang lebih muda? Mungkinkah bahwa umur orang ini lebih muda daripada dirinya sebelum pindah tubuh?
"Aku beneran apes parah bisa sampai kecelakaan gitu..." Gumamnya meratapi nasibnya yang tak terduga dan begitu sial. Hari yang seharusnya menyenangkan, berubah menjadi petaka dan kebingungan seperti ini.
Ini bukan rencananya. Namun, kenapa justru ia dapat berpindah? Apakah Tuhan melakukan hal demikian kepada jiwa yang sudah mati? Apakah hanya dia yang mengalami ini? Apakah dunia ini nyata dan bukan hanya suatu mimpi yang terasa nyata?
Banyak pertanyaan muncul didalam kepalanya. Namun, ketukan dan panggilan dari luar kamar membuatnya tersadar dan menolongnya menjawab beberapa pertanyaan didalam kepalanya.
"Pangeran pertama, apakah anda sudah bangun? Raja Armonía meminta anda untuk pergi ke ruangan beliau."
Benar. Ini memang tidak nyata. Karena bagaimana bisa ada nama-nama seperti itu. Sudah pasti ini tidaklah nyata. Terkecuali, lukisan berisi anggota keluarga di depan matanya adalah palsu.
Ia mengenal mereka. Mereka adalah anggota Kekaisaran Armonía, keluarga Genio. Keluarga yang berada dalam novel yang ia baca sebelumnya.
BAGAIMANA BISA IA BERADA DI SINI!? Terlebih lagi... Dia adalah Pangeran Pertama yang dikenal sebagai Hewan Buas, FrostFire Fuego F. Genio. Sekaligus villain utama dalam novel 'Emperor's Throne'.
"ACK, SIALAAAAN!!!"
Ada dimanakah tombol kembali!? Ia ingin mati saja meskipun kematiannya amatlah konyol!!
***
A/N :
Cerita ini masih dalam tahap uji coba, jadi memang tidak masuk akal dan rumit untuk dipahami. Dan kalau ramai, mari kita lanjut~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Struggle for The Imperial Throne [HIATUS]
FanfictionBoboiboy adalah orang biasa yang kesehariannya hanya bekerja kantoran, makan, mandi, dan tidur. Tak ada hal lain dalam hidupnya. Tidak sejak ia membaca sebuah novel tentang perebutan tahta Kekaisaran karya Anonymow yang sedang tren belakang itu. Ia...