Latar Belakang Keluarga Djojohadikusumo

2.6K 167 13
                                    

Dibalik pepohonan hutan terlihat tiga orang prajurit memakai pakian kamuflase mengendap-endap dengan senjatanya, prajurit paling depan memberikan komando untuk berpencar dengan gerakan tangannya. Ia berbaring ditanah dan membidik dengan senjatanya dengan sangat hati-hati.

DUARRR.

Tembakan dilepaskan tepat mengenai sasaran, seorang musuh tumbang ditanah. Ia sigap bersembunyi dibalik pohon saat beberapa tembakan musuh diarahkan kearahnya. Salah satu prajurit lainnya menembak musuh dari arah yang berbeda memberi ruang bagi temannya yang lain untuk bergerak kedepan menyergap persembunyian musuh. Semuanya terasa berjalan begitu cepat 4 musuh sudah berhasil dilumpuhkan tidak bernyawa bergelempangan ditanah, ia sigap menyelamatkan seorang sandera yang masih terikat tali dengan ketakutan. Ketiga prajurit itu membantu sandera yang tidak kuat berdiri, sandera itu adalah warga negara asing "thank you, thank you very much" tuturnya dengan tubuh yang masih bergetar.
Kedua prajurit yang memapahnya itu terlihat bingung dan tidak tau harus menjawab apa, mereka berdua tidak mengerti bahasanya. Prajurit ketiga yang selesai memeriksa semua musuh yang sudah tidak bernyawa itu mendekat. "You're welcome. no problem, this is our job" jawab nya dengan tersenyum.

Tiba dicamp mereka segera mengabari dengan radio penghubung kejakarta untuk mengirim helikopter agar bisa membawa warga asing itu kembali kejakarta dan memulangkannya kenegaranya.
Malam harinya seorang prajurit terlihat memasuki tenda membawa secangkir kopi hangat, "izin pak, saya bawakan kopi" tuturnya penuh hormat.

"bawa kesini" perintahnya.

"apa itu pak?" tanya prajurit itu lagi saat meletakkan kopi dimeja.

"ini surat untuk kakek saya, agar ia tidak menagis dihari raya." Jawabnya sambil sedikit tersenyum.

------

1 minggu kemudian. .
"Eyang, pada hari yang fitri ini saya tidak ada dilingkungan keluarga., mohon untuk eyang tidak bersedih hati apalagi sampai meneteskan air mata dihari yang fitri. Maafkanlah segala kesalahan saya. Salam dari medan juang. Sudah dua bulan kami ada dipegunungan, tugas kami rupanya lumayan berat juga, sejengkal demi sejengkal tanah kami rebut kembali dengan tetesan darah,keringat dan air mata. Putra putri terbaik bangsa indoensia memberikan yang terbaik pada dirinya untuk negara dan bangsa. Yakinlah, kami berjuang tampa pamrih hanya ingat pada sumpah dan janjinya sebagai seorang prajurit dan kesatria. - Prabowo Subianto djojohadikusumo.]"

Eyang margono langsung menghapus sedikit embun dipelupuk matanya, ia melipat kembali surat dari cucu laki-laki tertuanya itu dan menyimpannya rapih didalam lacinya. Masih duduk dipinggir tempat tidurnya ia berusaha menenangkan hatinya sendiri, berusaha mengontrol emosi perasaan yang ada dihatinya, ia sedih dan rindu sekali kepada sang cucu yang jarang sekali berkumpul bersama keluarga, namun tentu saja dilain sisi ia juga faham betul akan tugas-tugas yang diemban oleh cucunya itu, ia harus mengerti dan memahami bahwa negara harus menjadi nomor satu diatas segala-galanya dalam pekerjaan cucunya itu. Suara ketukan dipintu menyadarkannya, putra sulungnya itu melangkah masuk "sudah membaca surat dari cucumu pi? Kalau sudah mari keluar dahulu, banyak keluarga jauh yang sudah datang" tutur profesor soemitro djojohadikusumo pada papinya itu.
Mendengar hal itu pak margono kembali mengusap kedua matanya sambil beranjak dari tempat tidur. Pak soemitro tersenyum disudut bibirnya melihat tingkah papinya itu. Suasana begitu bahagia dihari yang fitri berkumpul dengan sanak keluarga dan saling bermaaf-maafan.

Hashim djojohadikusumo mendekat kearah eyangnya itu memeluknya dengan hangat mengucapkan maaf sambil tersenyum riang kearahnya. Sang kakek langsung menyambut pelukannya dan mengelus-elus pundaknya kemudian meneteskan air mata sebab tak kuasa lagi menahan tangisnya. Seketika suasa jadi haru campur sedih juga. Dora soemitro, istri dari soemitro akhirnya juga tidak bisa menahan tangisnya ia mengingat salah satu putranya ada diantabrantah jauh dari rumah, jauh dari keluarga dihari yang baik ini. Melihat suasana jadi penuh air mata, soemitro menggoda papinya dengan berkata "papi ini cengeng sekali, lihat yang lain jadi ikut menangis juga" tuturnya sambil meletakkan salah satu tangan di dahinya.

KESETIAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang