PROLOG

0 0 0
                                    

Jika kehidupan di kampus membuat kalian bertemu dengan seseorang yang begitu kalian kagumi dan dambakan, maka berbeda dengan kehidupan kampus yang aku jalani. Aku bertemu dengan seorang gadis yang sangat aneh. Gadis yang selalu melarikan diri ketika melihat diriku.

Seorang gadis pendek dengan kacamata semi bulat yang menghiasi wajah chubbynya, membuat tanda tanya besar dalam diriku. Entah apa yang membuat gadis itu begitu ketakutan ketika melihat diriku. Ada keinginan untuk menanyakan langsung alasannya melarikan diri, tetapi jangankan menanyakan langsung kepada gadis itu, baru saja mataku bertatapan dengannya dia pasti akan melarikan diri dengan segera dan tidak terlihat lagi dari pandanganku.

Seperti saat ini, lagi-lagi gadis itu terciduk sedang menatapku dan seperti biasa wajah gadis itu berubah pucat pasi kemudian segera melarikan diri. Tak membuang banyak waktu, aku segera berlari menyusul gadis itu. Kali ini aku tidak akan melepaskan gadis itu. Bagaimana pun caranya hari ini gadis itu harus menjelaskan alasannya menghindari diriku.

“CEWEK PENDEK! TUNGGU JANGAN LARI LO!” teriakku agar gadis itu bisa mendengarku dan berhenti berlari.

Mendengar teriakanku bukannya berhenti, gadis itu malah menambah laju kecepatannya. Hal itu membuat beberapa orang yang ada di koridor saat itu refleks menghindar dari aksi kejar-mengejar kami.

“HUWAAA MAMA, GRIZE DIKEJAR KA BARTT! KA BART BERHENTI NGEJAR GRIZE DONG, GRIZE KAN TAKUT!” teriak gadis itu dengan rambut panjangnya yang berkibar karena kejar-mengejar denganku.

Gelak tawa dari beberapa orang bisa terdengar di telingaku. Bisa-bisanya gadis itu meneriakkan namaku dengan suara toa miliknya. Apalagi saat ini aku jadi terlihat seperti sedang mengejar-ngejar gadis itu untuk memalaknya.

Tak mau lebih mempermalukan diriku, aku segera menambah kecepatanku mengejar gadis itu dan untungnya aku bisa menyusul gadis itu. Aku menahan lengannya agar dia tidak bisa lari lagi. Mata kami seketika bertemu, manik hitam-kecokelatannya yang penuh ketakutan itu sangat ... menarik? Entah kenapa di dalam mata gadis itu seperti ada sebuah bintang kecil yang bersinar dengan terang--sungguh menakjubkan. Wajah putihnya yang memerah karena habis berlari, benar-benar menggemaskan.

“HUWAAA, MAAFIN GRIZE KAK! GRIZE BENER-BENER GAK SENGAJA PUTUSIN SENAR GITARNYA KA BART! BENERAN DEHH,” ucap gadis itu sambil memberontak melepaskan lengannya dari tanganku. Tindakan gadis itu seketika membuatku yang sempat terbuai oleh manik indah milik gadis itu menjadi tersadar.

Akhirnya terungkap juga mengapa gadis itu begitu menghindariku. Jadi, alasan dibalik senar gitarku yang beberapa hari lalu aku tinggalkan di ruang alat musik tiba-tiba putus adalah karena ulah gadis di depanku ini. Pantas saja saat aku menanyakan pada teman-temanku siapa yang telah merusak senar gitarku tak ada yang mengaku. Saat itu aku sangat marah, karena tak ada yang mengaku merusak gitarku, dan ternyata gadis ini pelakunya.

“Lo ... ngerusak gitar gue?”

Mata gadis itu berkaca-kaca, entah kenapa malah aku yang merasa bersalah. Bukannya harusnya gadis ini yang merasa bersalah kepadaku?

“Grize gak sengaja kak, maaf,” ucapnya dengan suara parau, menahan tangis.

Aku berdehem kecil karena tak tahu harus bagaimana menghadapi adik tingkatku yang satu ini. Bisa gawat jika aku membuat gadis pendek itu menangis. Masalahnya aku tidak pernah punya pengalaman dalam menghadapi makhluk bernama perempuan.

“Lo kan bisa langsung minta maaf, ngapain lo lari setiap ngeliat gue? Gue gak sejahat itu, sampe harus lo takuti.”

Gadis itu terlihat tampak memikirkan perkataanku barusan, setelah mencerna perkataanku tadi dia mengangguk.

“Jadi kakak gak marah gitar kakak Grize rusakin, kan? Nanti Grize coba ganti deh,” bujuk gadis itu lagi.

Aku terpaksa mengangguk daripada masalah ini tambah berlarut. Lagi pula sudah lama aku mengikhlaskan senar gitarku dirusak orang dan aku juga sudah memperbaikinya, jadi tidak ada alasan lagi untuk marah pada gadis itu.

“Gue gak marah, jadi lo bisa tenang sekarang dan lo gak perlu ganti apa-apa karena gue udah ikhlas. Lain kali lo harus berani ngakuin kesalahan lo dan bertanggung jawab atas apa yang lo lakuin,” ucapku yang dibalas gadis itu dengan anggukan semangatnya.

“Grize janji, kak!"

"Tapi setelah Grize perhatiin terus, kakak kok keren banget, sih? Grize jadi suka deh sama kakak! Kakak mau gak jadi pacar Grize?” tanya gadis itu dengan mata yang terlihat seperti siap memangsaku.

Sepertinya aku melakukan kesalahan dengan bertemu gadis itu. Gadis di depanku ini bukan hanya aneh, tetapi juga gila. Bagaimana bisa gadis yang awalnya terlihat sangat takut terhadapku beralih menyukaiku? Terlebih lagi bukankah sekarang ini gadis itu sedang menembaknya?

“Gak minat,” ucapku datar dan berlalu pergi sebelum gadis itu semakin menggila. Namun, ternyata gadis itu tak berhenti di situ, dia juga berjalan menyusulku, sehingga kami kembali berjalan beriringan.

“Ihh, kenapa kakak gak mau sama Grize? Emang Grize gak cantik?”

Aku menghentikan langkahku lalu gadis itu pun mengikutiku. Aku menghela napas lelah dan menatap wajahnya yang tampak polos saat menanyakan pertanyaan itu. Gadis ini sangat keras kepala. Dari awal seharusnya aku memang tidak memilih untuk berurusan dengan gadis ini.

“Lo anak apa?” tanyaku malas.

“Anak Psikologi dong, kak!” ucapnya dengan cengirannya.

Aku mengangguk kecil. “Lo milih jurusan yang tepat. Sambil belajar buat ngobatin jiwa orang, lo juga bisa tuh ngobatin diri lo sendiri,” ucapku lalu pergi meninggalkan gadis yang terlihat masih syok dengan kata-kataku. Namun, aku tak pernah lagi menoleh ke belakang karena aku memang tak begitu peduli pada gadis bernama Grize atau apalah itu.

Namun ... mengapa dia selalu berada di pikiranku?


TO BE CONTINUED

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FLEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang