Becca menggigil begitu dia menaiki tangga keluar dari stasiun kereta bawah tanah. Angin bulan Desember yg dingin menerpa wajahnya, membuat Becca harus berjalan dengan kepala ditundukkan. Dia menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah toko kuenya.
Lonceng kecil yg tergantung di atas pintu depan berdenting nyaring ketika dia mendorong pintu dan masuk ke toko kecil bergaya Prancis yg didominasi warna putih dan ungu pucat. Di menghembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuhnya.
"Hai, Christina." sapanya kepada salah seorang karyawan tokonya yg sedang menyusun cupcake di atas nampan bertingkat.
"Hei, Bos." balas gadis berambut pirang dikuncir yg disapa sambil menoleh ke arah Becca.
"Bagaimana acara makan siangmu? Kakekmu baik?"
Becca melepaskan jaket dan syal lalu menggantungkannya di dalam lemari penyimpanan.
"Kakekku baik-baik saja, Richie tidak bisa tinggal lama karena mendapat panggilan mendadak dari rumah sakit." Becca berhenti sejenak, menelengkan kepala mendengar lagu yg mengalun di dalam tokonya.
"Jon Robyns. Left Behind. Spring Awakening." katanya, menyebut nama penyanyi, judul lagu, dan pertunjukan musikal yg sudah tidak asing baginya.
Christina menggemari pertunjukan teater, sama seperti Becca, dan selalu memasang lagu-lagu dari pertunjukkan musikal di dalam toko.
"Suara Jon sangat cocok untuk suasana seperti ini, bukan?" tanya Christina sambil tersenyum lebar.
"Mendengar lagu ini membuat perasaanku lebih baik." Becca bergumam membenarkan. Kemudian dia memandang berkeliling mencari dua orang karyawannya yg lain.
"Omong-omong, di mana Bo dan George?"
"Di dapur." sahut Christina.
"Tadi ada orang yg memborong tartlet kita, jadi mereka harus membuat lebih banyak lagi."
"Oh, baiklah. Aku akan ke dapur dan meminta George membantumu di sini kalau perlu." Becca berdiri sejenak, membiarkan suara Jon menenangkannya, dan mendesah senang.
"Salah satu lagu kesukaanku. Tidak ada lagi yg bisa merusak suasana hatiku saat ini."
Mungkin Becca terlalu cepat merasa yakin. Hidup tidak selalu berjalan seperti yg kita inginkan. Seharusnya Becca tahu itu.
**
Becca sedang memberikan sentuhan terakhir pada tartlet-tarletnya ketika George muncul di ambang pintu dalam dapur dan berkata.
"Bos, telepon."
George adalah pemuda berusia sembilan belas tahun yg pendiam. Dia tidak pernah mengikuti sekolah kuliner, tidak memiliki ijazah apa-apa, namun sangat suka membuat kue dan cita-citanya adalah menjadi patissier di restoran ternama atau hotel terkenal. Dia selalu rajin mengirimkan surat lamaran, namun sampai saat ini belum ada hasil berarti. Becca mengakui bakat George, karena itu lah dia mempekerjakan George di toko kuenya agar pemuda itu bisa memperbanyak pengalaman.
Becca berjalan ke arah telepon yg tergantung di dinding dapur dan meraih gagangnya.
"Halo?"
"Halo? Becca?"
"Ya, ini aku." kata Becca sambil berusaha mengingat suara laki-laki di ujung sana.