2

132 13 0
                                    

Namjoon masih tersenyum lebar saat ia membuka pintu kamar hotel murahan itu. Di belakangnya tempat tidur berseprai gambar bunga mawar yang kampungan dan lampu neon berpendar ungu sungguh tidak serasi.

Tapi Namjoon tidak peduli. Cuma ini yang bisa ia bayar dengan uang yang ia punya sekarang. Dan ia juga yakin pemuda yang berdiri di depan pintunya ini sama tidak pedulinya.

"Terima kasih sudah menghubungiku. Aku tahu kau paham maksudku." Senyum pemuda itu tampak lembut, menggoda sekaligus penuh percaya diri.

Namjoon mencelos. "Tentu saja. Kau pikir aku bego." Ia lalu terdiam kebingungan. "Mau masuk tidak?"

Pemuda itu mengulurkan tangannya. Namjoon langsung mengeluarkan dompetnya dan meletakkan beberapa lembar uang di tangan pemuda itu yang langsung melangkah masuk.

Ia langsung meletakkan tas kain lusuhnya di kursi, lalu menyampirkan jaketnya. Ia berbalik memandang Namjoon, tubuhnya hanya dibalut t-shirt putih polos dan celana jeans hitam yang menonjolkan tubuh kurusnya. "Kau ingin aku telanjang atau kau lebih suka menelanjangiku?"

"Paling tidak beri tahu aku namamu dulu."

"Seokjin."

Lalu hening. Pertemuan mereka tidak sampai 10 menit kalau ditotal. Tapi segala yang pemuda ini lakukan, atau tidak lakukan, membuat darah Namjoon menggelegak. Membuatnya bergairah dan tidak bisa menahan diri untuk mewujudkan semua imajinasi liarnya selama ia duduk sendirian menyesap coklat panas sambil memandangi Seokjin mondar-mandir melayani tamu cafenya.

Ia menarik tangan Seokjin kencang, membuatnya terjatuh di atas tubuh Namjoon yang berbaring di kasur. Namjoon bisa menyidu bau rokok yang kencang di setiap hembusan napas Seokjin yang kini tersenyum manja.

"Kau kasar." Suaranya kini mengalun dengan nada tinggi yang menggoda.

"Sial. Ternyata dia sungguh profesional." Namjoon memaki kebodohan dirinya sendiri yang sempat berpikir bahwa pemuda yang seindah malaikat ini selugu penampilannya.

Direngkuhnya pipi pemuda itu. "Boleh cium?"

Mata Seokjin melebar. Sejenak ia terlihat bingung. "Tentu saja boleh."

Maka Namjoon memagut bibir tebal itu dengan bersemangat. Rasa manis nikotin menyambutnya, membuat lidahnya tidak henti menjilati dan merasai semua bagian mulut Seokjin. Sambutan yang diterimanya membuatnya menjadi pihak pertama yang mengerang nikmat, membenamkan jemarinya di rambut ikal yang membelitnya seakan tidak rela melepaskannya.

Seokjin sendiri mengelusi tubuh Namjoon dengan mesra. Ia mendesah saat menyapukan jemarinya di otot-otot tangan Namjoon yang bertonjolan. Cekikikan manis saat memainkan puncak dada Namjoon dari balik t-shirtnya. Lalu mulai mendesah saat mengelus tonjolan di bagian depan celana Namjoon.

Ia melepaskan bibirnya dari pagutan Namjoon, lalu menjawil hidung Namjoon saat melihat tatapan protes dari Namjoon. "Kau mau menghabiskan satu jam-mu cuma berciuman?"

Perlahan ia menurunkan tubuhnya, memastikan semua lekuk tubuhnya menggesek bagian-bagian sensitif di badan Namjoon. Lalu ia bersimpuh di lantai, di antara kaki Namjoon yang terbuka lebar. Dielus dan diremasnya gundukan itu sampai Namjoon terduduk. "Mau kucium di sini?"

"Yeah..." Namjoon langsung menurunkan celananya. Ia tersenyum puas melihat wajah Seokjin yang berbinar saat kejantanannya akhirnya terbebas dari celananya. "Suka?"

Sebagai jawabannya, kedua belah tangan Seokjin melingkarinya. "Tidak banyak klienku yang ukurannya segini." Ia tertawa kecil, menjilat bibirnya. "Ini akan menyenangkan."

Namjoon mengelus bibir Seokjin. "Ada biaya tambahan untuk oral?" Ia bertanya sambil perlahan memasukkan jemarinya ke mulut Seokjin. Entah kenapa ia justru terdorong untuk menggoda pelacur ini, walaupun ia tahu seharusnya ia yang dilayani.

Pemuda itu menggeleng. "Tapi kalau kau dapat, selesai. Kecuali kau bayar lagi."

"Oke." Namjoon meraih dompetnya, menyelipkan uang di pinggang celana pemuda itu. "Tapi aku mau keluar di mulutmu."

"Boleh." Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke ujung kejantanan Namjoon. Perlahan lidahnya menjulur. "Tapi aku tidak mau menelannya."

Dibenamkannya kepala Seokjin ke antara kedua belah kakinya. Tubuh Seokjin menegang karena kaget, tapi lidahnya dengan cepat membelit kejantanan Namjoon. Lalu ia mulai menghisap, sangat kencang.

"Aaah... Oooh..." Namjoon tidak bisa menahan erangannya. Diliriknya Seokjin yang bergerak maju mundur mengulum dirinya. Wajahnya tidak merona, napasnya juga biasa saja.

Namjoon melirik ke selangkangan Seokjin. Ia melotot. Bagaimana bisa Seokjin tidak terangsang sedikitpun?

Mendadak ia merasa kalah. Egonya terusik. Dijambaknya rambut Seokjin, lalu gantian ia yang menghunjam keluar masuk mulutnya.

Sesekali gigi Seokjin menggores kejantanannya yang begitu tegang, tapi Namjoon mengacuhkan rasa perihnya terus mendorong, dan mendorong, masuk ke rongga kecil di belakang mulut Seokjin.

Dan akhirnya Seokjin memberikan reaksi. "Gghh..." Tangannya mencakar paha Namjoon, mulutnya terbuka lebar hingga air liurnya mengalir membasahi leher jenjangnya. Ia mulai menggeliat, lalu meronta, berusaha mencari cara agar udara bisa kembali memasuki tubuhnya.

Tapi Namjoon tidak bergeming. Kalau ia boleh jujur, gerakan mulut Seokjin yang panik terasa begitu nikmat, bagaikan pijatan amatir yang hanya berfokus pada ujung kejantanannya.

Seokjin mulai kepayahan. Tanpa bisa ditahannya air matanya mengalir, dan cengkeramannya melemah. Tepat saat itu Namjoon melepaskan cengkeramannya di kepala Seokjin, dan Seokjin langsung menarik napas dalam-dalam dengan geraman yang menyeramkan.

Namjoon tertawa bengis. Tapi Seokjin yang terengah juga justru menyunggingkan senyum. Perlahan kaki Namjoon menumpu ke selangkangan Seokjin, menekan, memutar, merasakan sesuatu yang menegang di dalamnya. "Ternyata kau suka dikasari."

"Aku suka apapun yang klienku suka." Seokjin menjawab pelan. Dengan sensual menyapukan lidah pink nya ke sepanjang kejantanan Namjoon, lalu memasukkan seluruhnya ke dalam mulutnya.

Kini Namjoon tidak memaksakan dirinya, membiarkan Seokjin yang memimpin. Hisapan Seokjin mulai berirama dengan dengusan napasnya. Pelan jemari panjangnya memainkan bola-bola mungil Namjoon. Saat pegal ia akan menjilati dan menyapukan onggokan daging itu ke wajahnya.

Napas Namjoon mulai menderu. T-shirnya sudah terlepas karena basah oleh keringat. Kakinya mulai menegang dan jemarinya menekuk menahan sensasi yang sudah di ujung tanduk.

Ia kembali mencengkeram rambut Seokjin, dan Seokjin mendongak menatapnya. Ujung bibirnya yang terbuka lebar terangkat dalam tawa. Dan saat perlahan lidahnya menjulur, Namjoon meledak ke dalam mulutnya.

Seokjin tidak membuang waktu, ia langsung berdiri memunggungi Namjoon lalu mulai melepaskan pakaiannya perlahan. Namjoon masih berusaha menahan sisa ledakan sensasi dalam tubuhnya, jadi lupa diri saat celana Seokjin mulai menuruni pinggangnya.

Lalu Seokjin membungkuk untuk meraih ujung pipa celananya. Segalanya melambat bagi Namjoon, termasuk dua bongkahan daging bulat yang perlahan merekah. Mempertontonkan bagian tubuh yang mengundang.

Namjoon menggeram, menarik Seokjin kencang lalu membantingnya ke kasur. Membetot celananya hingga terlepas, lalu mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi.

Tiba-tiba ia berhenti. Napasnya terasa sesak oleh keindahan pria di bawah tubuhnya ini. Wajahnya yang kini merona, dan puncak dadanya yang berdiri tegak. Ia menelan air liurnya melihat kejantanan Seokjin, tidak kecil.

Tanpa malu-malu Seokjin meraih tangan Namjoon, lalu mengarahkannya ke lubang mungil yang berdenyut menanti. Satu jari Namjoon membenam di dalamnya, lalu yang kedua. Seokjin memejamkan matanya, dan Namjoon bisa merasakan dinding-dinding dalam tubuh Seokjin meremasnya.

Ditariknya tangannya saat ia membungkuk. Saat bibirnya membenam di mulut Seokjin, kejantanannya pun membenam di dalam tubuh Seokjin.

"Mmh... Kau enak..." Seokjin berbisik.

Dan Namjoon pun menghantamkan pinggulnya.

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang