tiga empat

885 68 2
                                    

34. iyakah?

••••


Denting bunyi bell waktu istirahat menggema, pusing akibat mata pelajaran yang di terangkan guru di depan berakhirkan dengan kelegaan.

Begitu juga dengan 2 gadis yang duduk di baris ketiga dekat jendela, siapa lagi kalau bukan Mila dan Renaya,  tokoh utama kita.

Renaya melakukan perenggangan pada sendinya yang terasa pegal. "Mil, ngantin yu?"

Mila yang sedang merapikan bukunya ke kolong meja mengangguk setuju. lalu keduanya keluar kelas bersamaan.

Rega tak lepas melihat punggung Rena yang keluar dari kelas tanpa menengok padanya, jujur Rega merasa gemas dengannya, karna susah sekali menyadarkan Rena dari khayalannya.

"woi!" Rega terjengkit pelan sembari menengok pada sisinya. yang dia liat adalah wajah menyengir cakra.

Rega berdecak pelan, sunggu dia telalu kaget. "Apasi cak?!"

Cakra menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Lagian lo serius amat ngeliatin Renaya, lo kalo suka confess lah. keduluan orang mampus lo." Kata Cakra mengasih saran.

Rega bangun dari duduknya, sebelum pergi Rega menoleh pada Cakra.

"udah dari dulu." katanya menjawab Cakra sehingga sang empu menyergit heran karna bingung.

Rega berjalan meninggalkan cakra yang masih loading dengan perkataan Rega barusan. "Lah? Udah dari dulu sukanya atau udah dari dulu keduluan orang?" gumamnya entah bertanya pada siapa.

Melihat Rega sudah mulai menghilang dari pandangan, Cakra dengan tergesa bangun dari duduknya. "TUNGGUIN WOI REGA!"

••••

bug!

Renaya menggeram tertahan saat tubuhnya menghantam dinding sekolah setelah di cegat dadakan oleh manusia stres. Gadis itu mendatarkan pandangannya dengan tangan bersedekap dada, Jujur renaya sudah malah meladeni kegilaan pemuda penuh obses seperti mereka.

"Mau lo apa si, Doni?"

Doni diam dengan senyum miring yang dia tampilkan, mata nakal itu sangat ingin renaya colok dengan kuku jarinya.

"Ga gua jawabpun lo pasti tau, Renaya." Jawaban dengan suara serak dari doni itu membuat Renaya berdecih pelan.

Dengan berani Renaya menempelkan telapak tangannya pada dada bidang Doni. Tatapan datarnya tidak berubah sama sekali, tatapan merendahkan dilayangkan Renaya dengan blak-blakan.

"Jantung lo aja ga berdebar waktu sama gue, Doni. Gausah bego karna kabut nafsu lo itu ke badan bahkan paras gue." Desis pelan Renaya.

Doni tergelak. "Makasih udah ngingetin, lo emang seperfect itu sampe bikin kewarasan gua hilang."

Renaya memandang doni tidak habis pikir. "Sinting." gumamnya pelan.

Doni terkekeh pelan. tangannya mencubit gemas pipi Renaya. "Kata-kata nyelekit lo itu bikin telinga geli, karna gua dengernya itu pujian buat gua."

Renaya memutar bola matanya malas. "Terserah lo, minggir! gua mau lewat." Renaya mendorong paksa bahu doni, Renaya akui pertahanan pemuda ini cukup kuat. Tapi bukan Renaya namanya kalau tidak bisa lolos dengan mudah.

"disini dulu renaya, gua kangen sama lo." Kata doni semakin menghimpit tubuh ramping renaya ke dinding.

Renaya bersiap melayangkan kepalan tangannya. "Gua laper, dodol."

Bugh!

"uh!" Renaya tersenyum pongah saat satu bogemannya berhasil membebaskan dirinya dari orang gila itu. terbukti dengan doni yang terbungkuk memegang perutnya yang nyeri di selingi ringisan kesakitan.

Renaya Sang Tokoh Figuran (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang