51. Trauma

459 50 6
                                    

Keesokan harinya saat Gabby membuka mata, Maxim sudah tidak ada lagi disampingnya. Gabby menautkan kedua alisnya dan mengerucutkan bibirnya.

Kok udah pergi sih...

Sedikit sebal, tapi Gabby tetap saja bangkit dari tidurnya dan memencet bel kecil disamping ranjangnya agar perawat bisa segera datang menghampirinya.

Seperti biasa, setelah dibantu mandi dan bebersih Gabby melanjutkan kegiatannya untuk melakukan fisioterapi mandiri. Ia berusaha melatih kakinya untuk melangkah dengan bantuan walker.

Gabby memiliki semangat yang tinggi untuk bisa pulih lebih cepat dari prediksi dokter Kim. Ia ingin segera keluar dari rumah sakit ini tanpa kursi roda ataupun alat bantu jalan. Gabby tidak ingin lagi merepotkan orang lain. Apalagi sekarang ia hidup sebatang kara tanpa kedua orangtuanya.

Saat fokus berlatih, tiba-tiba saja pintu ruangan tersebut digeser. Gabby menoleh ke sumber suara, ia terdiam sesaat melihat siapa seseorang yang menggeser pintu tersebut. Begitu juga dengan pria yang berdiri di ambang pintu. Mereka berdua saling tatap tanpa sepatah kata.

Sedetik

Dua detik

"Hai." Maxim melambaikan tangannya kaku.

"Hai." begitu pula dengan Gabby yang nampak mati gaya dihadapan Maxim, mengingat ciuman yang tak disengaja antara mereka berdua semalam.

Maxim sendiri juga tidak menyangka jika jam segini Gabby sudah bangun, bahkan sudah terlihat segar dan wangi.

"Eh itu- kebetulan aku lewat depan rumah sakit, sekalian mau ngasih tau kalo semalam om Minho minta nomor baru kamu.. jadi aku kasih." bohong Maxim tanpa masuk kedalam ruangan.

"Oke gapapa. Makasih ya."

"Oke. Kalo gitu aku balik dulu."

"Gak mau masuk dulu?" tahan Gabby sebelum Maxim menutup pintu. "Atau mau sarapan bareng?" tambahnya.

Sejujurnya Gabby tidak ingin Maxim pergi begitu saja.

"Mmm emang boleh?" tanya Maxim ragu.

"Sure!"

Kedua ujung bibir Maxim terangkat sempurna. Ia masuk kedalam ruangan dengan penuh semangat.

Maxim duduk diatas sofa meraih ponselnya dari saku jaketnya.

"Mau sarapan apa, Ri?"

Tentu saja mata Gabby berbinar. Ia sudah sangat merindukan makanan dari luar rumah sakit. Selama Gabby mengurung diri ia hanya memakan makanan yang disediakan dari sini saja.

"Chicken! Pake cream cheese!"

Maxim menautkan kedua alisnya, "Emang boleh makan itu?"

Gabby melengos malas, "Why not? Lagipula aku udah gak sakit lagi." Gabby menggedikkan kedua bahunya.

"Kalo udah gak sakit, kenapa masih dirumah sakit?" balas Maxim tak mau kalah.

"Yaa suka-suka aku dong.." jawab Gabby pelan hampir tak terdengar.

"Kalo mau makan ayam saos pulang dulu ke rumah." sahut Maxim masih fokus dengan ponselnya.

Gabby tak menggubris kalimat Maxim, ia malah memfokuskan diri untuk berlatih melangkahkan kakinya lagi.

Tidak mendengar jawaban dari Gabby, Maxim berdiri menghampiri wanitanya. Ia sedikit menunduk agar bisa melihat wajah Gabby yang sedang mempoutkan mulutnya itu. "Mau makan diluar ngga? kita izin sebentar nanti balik lagi kesini." rayu Maxim lembut.

SECRET | Mark GiselleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang