Seorang permpuan berdiri di salah satu stasiun. Sisi kanan rambutnya dikuncir dengan pita pink. Mata birunya menatap kosong ke arah rel. Hampa. Tidak ada harapan di sana. Tidak ada keberanian. Tidak ada kesedihan.
Baek Ma Ri. Begitulah nama yang diberikan orangtuanya. Keluarganya sering berpindah karena sebuah alasan yang benar-benar tidak masuk akal bagi Ma Ri. Hari ini adalah hari pertama dia menginjakkan kaki di kota barunya. Hari pertama bersekolah.
Hari ini musim gugur. Tidak ada salju dan matahari masih memancarkan panasnya hingga ke bumi. Walau begitu, ini adalah hari yang dingin bagi Ma Ri. Sweater biru beserta syal merah yang melilit lehernya masih belum cukup untuk menghangatkan tubuh. Pipi tirusnya memerah kedinginan.
Speaker di langit-langit stasiun memberitahu kedatangan kereta selanjutnya. Gerbong-gerbong yang melaju itu melambat begitu tiba di stasiun. Berhenti. Pintu terbuka, mempersilakan para penumpang yang sudah menunggu sejak tadi untuk masuk ke dalamnya.
Ma Ri melangkahkan kakinya. Mencari tempat duduk kosong. Bersandar pada dinding gerbong. Menatap keluar jendela.
Hari pertama bersekolah. Tidak begitu menyenangkan. Tidak ada hal yang baru yang ditemukannya selama di sekolah tadi. Semua seperti biasa. Hanya ada kesendirian.
Tapi itu justru bagus, menurutnya. Siapa juga yang menginginkan teman? Dia tidak butuh teman. Dia hanya ingin menghabiskan sepanjang dua tahun dengan tenang. Dia bosan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Ma Ri berharap setiap hari seperti hari ini, sehingga dia tidak perlu mengangkat kaki untuk pergi lagi. Ma Ri ingin lulus dari sekolah itu.
Lelah. Mungkin karena terlalu banyak memikirkan tentang kejadian masa lalu. Ini sekolah baru dan Ma Ri masih belum bisa pergi dari kenangan buruknya. Mimpi-mimpi menyeramkan itu selalu hadir dalam tidurnya. Mimpi tentang diskriminasi.
Suasana dingin gerbong membuat mata kantuk Ma Ri terpejam. Terlelap di atas kursi tempatnya duduk.
Satu stasiun terlewati. Pintu gerbong terbuka. Seorang laki-laki jangkung dengan rambut lurus masuk. Duduk di samping Ma Ri. Tangan lihai memainkan smartphone dengan telinga di sumbat earphone.
Hidung Ma Ri tergerak. Dia mencium aroma manis kue yang sangat lezat. Sangat menusuk. Ini seperti ketika kau sedang berjalan masuk ke dalam toko kue dan mendapati semerbak aroma harum yang membuatmu ingin mengambil sumber aroma itu dan menggigitnya. Manis sekali.
Aku lapar .... desis Ma Ri dalam hati.
Suasana lengang. Bunyi laju kereta memenuhi gerbong.
"H-hei!"
Ma Ri terjaga. Mata ungu Ma Ri kembali menjadi biru begitu menatap potongan rambut lurus laki-laki di sampingnya. Dia sadar telah melakukan tindakan yang benar-benar ceroboh. Perempuan berambut panjang itu terjaga dengan gigi menggigit leher seseorang di sampingnya.
"Ah!" kata Ma Ri sambil menarik kepalanya menjauh dari laki-laki itu.
"A-apa yang kau lakukan?" tanyanya menatap Ma Ri. Wajahnya antara takut dan malu.
Mari benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Ini adalah alasan mengapa keluarganya pindah. Alasan dia selalu mendapat diskriminasi dari teman-teman sekolahnya dulu. Alasan dia selalu dikucilkan dan disebut-sebut sebagai monster.
Namanya Baek Ma Ri, dan dia seorang vampir.
***
Apa yang telah aku lakukan? Tanya Ma Ri dalam hati.
"A-apa yang kau lakukan?" laki-laki itu masih menatap Ma Ri dengan tatapan penuh pertanyaan. Pipinya memerah entah karena malu atau karena tertimpa sinar mentari senja.
Beberapa penumpang yang memerhatikan kejadian barusan berbisik-bisik.
Apa yang harus aku lakukan? Ma Ri menggigit bibirnya.
Suara speaker di dalam gerbong mengumumkan perhentian kereta di stasiun selanjutnya. Pintu dibuka.
Panik. Ma Ri langsung berdiri dari tempat duduknya dan berlari keluar kereta. Laki-laki tadi hendak berlari mengikuti Ma Ri. Namun pintu kereta yang telah menutup menghentikan langkahnya hanya sampai ke depan jendela gerbong.
Ma Ri menengok ke belakang memastikan semuanya baik-baik saja. Memastikan kalau laki-laki itu tetap duduk di kursinya dan segera melupakan kejadian tentang Ma Ri yang menggigit lehernya.
Tapi, kenyataan tidak berpihak pada harapan. Laki-laki tadi berdiri menatap Ma Ri dari balik jendela pintu gerbong. Ma Ri memalingkan pandangan.
Kereta bergerak pergi meninggalkan stasiun. Wajah laki-laki itu masih belum menghilang dari jendela gerbong. Ma Ri memunggungi kereta, berusaha untuk tidak menatap seseorang yang duduk bersamanya tadi.
Apa yang aku pikirkan tadi, sih?
Ma Ri mengutuk kesalahan yang diperbuatnya. Laki-laki yang bersamanya tadi mengenakan seragam sekolah yang sama. Mereka satu sekolah. Bagaimana jika laki-laki itu mengetahui identitas sesungguhnya tentang Ma Ri dan memberitahukannya kepada seluruh murid di sekolah? Bisa-bisa dua tahun damai yang diimpikan Ma Ri tidak akan pernah terwujud. Dia bisa saja pindah sekolah lagi hanya karena tidak sengaja menggigit seseorang yang duduk bersamanya.
Ma Ri sudah lelah dengan statusnya yang tidak menetap. Berulangkali mengatakan kepada keluarganya bahwa dia tidak ingin pindah lagi. Tapi bagaimana jika justru kesalahannya yang membuat mereka harus angkat kaki? Padahal ini hari pertamanya bersekolah.
Apakah aku akan baik-baik saja? Ma Ri terus bertanya pada dirinya.
Matahari senja bersinar indah di balik awan putih. Wajah Ma Ri setengah tersinari oleh mentari senja. Tangan kanannya terangkat menutupi bibir. Menggigit ibu jarinya panik.
Aku tidak melakukan sesuatu yang akan membongkar identitasku, bukan? Laki-laki itu pasti tidak mengetahuiku. Aku akan baik-baik saja.
Ma Ri mengatur napasnya.
Ya! Aku akan baik-baik saja. Ma Ri meyakinkan dirinya.
Kereta berikutnya berhenti lima menit setelah Ma Ri turun. Speaker di stasiun meneriakkan agar berhati-hati sepanjang rel, memastikan para penumpang keluar-masuk kereta dengan tertib.
Ma Ri berjalan masuk ke dalam kereta. Mencari tempat duduk dan kembali duduk.
Ini bukan apa-apa. Lupakan saja!
Mata Ma Ri hendak terpejam mengantuk, tapi urung kembali tidur. Takut jika dia kelepasan dan menggigit korban selanjutnya. Kali ini mungkin saja bukan cuman murid satu sekolah, bisa jadi kepala sekolah tempatnya belajar yang menjadi korban.
Ma Ri tetap terjaga hingga tiba di rumahnya.
Hari pertama yang melelahkan. Tidak berlangsung seperti yang ia harapkan.
***
Hai, Selamat datang! Ini cerita dari webtoon. Aku hanya menulisnya dalam bentuk novel. Hanya ingin memastikan sebagus apa kemampuan menulisku. Aku harap kalian suka dengan ceritaku. Vommentsnya jangan lupa. Big thanks. ;) -Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Marmalade
FantasyOrang-orang kini tidak lagi takut pada vampir, tapi kini vampil dikucilkan dari hidup mereka. Baek Ma Ri adalah vampir yang berusaha menyembunyikan identitasnya, namun apa jadinya bila dia jatuh cinta dengan murid terpopuler di sekolah, Jung Jae Min...