"Teman-temanku yang baik hati! Berhubung saat ini sudah memasuki hari Jumat. Harap membayar kas kelas, ya?" Gadis itu tersenyum manis. Mengedarkan pandangan mengamati seisi kelas yang gempar. Teriakan tumpang tindih terdengar bersahut-sahutan seperti medan perang.Diantara 30 siswa, tidak ada satupun yang memperhatikannya.
Selamat datang di kelas X 4.
Kelas dengan segudang prestasi tidak membanggakan. Berisi siswa siswi yang Asha rasa titisan orang utan semua. Tentu saja, kecuali dirinya.
Senyum itu masih terpajang. Sangat manis dan tertekan. Asha menghampiri meja guru. Mengambil penghapus papan dengan gerakan seringan bulu. Ia mengamati situasi, mulai menghitung dalam hati.
Satu..
Dua..
Ia menarik napas. Bersiap-siap.
Tiga!
"WOIII?! BAYAR KAS WOII! ITU KUPING APA CENTELAN PANCI DIBILANGIN DARI TADI NGGAK DENGER-DENGER! LO SEMUA BUDEK BERJAMAAH YAAA? POKOKNYA YANG NGGAK MAU BAYAR KAS HARI INI MASUK NERAKA JALUR DOSAAAAA! BAYAR KAS WOOIIII! ANJIIRRR!"
Semua orang mendadak bungkam.
Benar-benar langsung diam.
***
Daftar pengurus kelas X 4.
Ketua kelas: Alaya Asha.
Dipandanginya papan pengurus kelas itu dengan perasaan nestapa. Ia menghela napas. Teramat gundah gulana. Seolah segala beban di dunia kini berpindah di kedua pundak ringkih Asha.
Jika ada yang bilang kalau penyesalan itu datang belakangan. Percayalah, yang dikatakan orang itu seratus persen benar. Lantaran hadirnya Asha disini adalah bukti.
Merasakan rangkulan di bahu. Asha melirik ke samping kiri.
"Ren, gue mau mengundurkan diri dari posisi ketua kelas.." ungkapnya pilu. "Udah nggak kuattt.."
Irene berkedip cepat. "Kok tiba-tiba?"
"Apanya yang tiba-tiba?'" Diturunkan tangan Irene yang nangkring di bahunya. Berbalik badan, Asha mengedarkan pandangan mengamati seisi X 4 yang kacau seperti gudang. Lebih parah, kandang.
Terhitung sudah lebih dari satu semester Asha menjadi ketua kelas X 4. Dalam jangka waktu itu juga, tingkah stres yang ia rasakan lebih parah dibanding dikejar-kejar tugas sekolah. Jujur saja, lama-lama Asha mungkin bisa jadi gila.
"Bentar-bentar!" Irene menginterupsi. Ia meneguk ludahnya sendiri. Kalau benar Asha jadi mengundurkan diri. Gimana nasib Irene nanti? Dia tidak mampu jadi bendahara X-4 tanpa bantuan Asha.
"Masalahnya, buasnya anak-anak X-4 cuma Lo yang bisa nanganin, Sha!"
Irene nggak mau ya saat menangih uang kas secara baik-baik malah dicabik-cabik.
Asha menatap Irene tidak minat.
"Berarti, Lo mau liat temen sebangku Lo ini berakhir punya penyakit mental gara-gara setiap hari stres nggak ketulungan?"
"Nggak segitunya sih.." Cewek berkucir tinggi itu nyengir. "Kalau di lihat-lihat lagi. Sebenarnya X 4 nggak separah itu kok, Sha. Iya nggak, sih?"
"Iya, nggak parah. Tapi sangat parah!" Asha sudah muak. Tidak mau memperbesar kemungkinan jadi ODGJ teranyar.
"Eh, coba perhatiin deh. Liat, deh! Seenggaknya visual X 4 nggak kalah kan sama kelas lain?" tuding Irene ke sayap kiri.
Disana ada segerombolan murid laki-laki sedang bermain kartu. Asha menyipitkan mata, mengamati telunjuk Irene sebenarnya mengarah kepada siapa. Dan sontak, tawa Asha meledak.
Irene memandang Asha bingung. Perasaan tidak ada sesuatu yang lucu.
"Maksud Lo??.. hahaha" Asha terbahak-bahak. "..Arlo? Hahaha..."
Asha melirik keberadaan pemilik nama itu lagi. Membuat tawanya makin menjadi-jadi. "Irene, gue tau lo orang baik, tapi nggak usah sampe membohongi diri sendiri kali!"
"Gue nggak bohong kok," tukasnya serius. Irene jadi khawatir dengan Asha. Apa ini tanda-tanda awal seseorang akan jadi gila ya? "Arlo ganteng nggak sih?"
Mendengus menyamarkan gelak. Asha menyeka ujung matanya yang meneteskan air. Perutnya terasa sakit karena banyak tertawa. "Tampang kaya ketek mohak gitu masak Lo bilang ganteng sih, Ren? Bahkan gue bisa jamin, Arlo dibandingkan sama kambing masih gantengan kambing!"
"Mang eyakk?"
Suara itu terdengar sangat familiar. Asha menatap Irene yang tersenyum penuh arti dengan kode mata yang sulit Asha tangkap maknanya.
"Coba bilang, kambing apa yang lebih ganteng dari gue?"
Perlahan. Dengan perasaan waspada, Asha berbalik badan. Tersenyum kaku begitu melihat siapa yang datang.
Ah, sialan!
"Perlu kacamata?"
Ini adalah orang yang baru saja mereka bicarakan.
"Atau mendadak buta, ya?" Arlo mencibir. "Dibandingkan sama gue, Verrel Bramasta lewaaaatt!"
Perkenalkan, ini Arlo.
Arlo Daneswara.
Si tengik yang tinggal di sebelah rumahnya.
***
Post: Kamis, 17 Oktober 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Simulasi
Teen FictionDaftar pengurus kelas X 4. Ketua kelas: Alaya Asha. Dipandanginya papan pengurus kelas itu dengan perasaan nestapa. Ia menghela napas. Teramat gundah gulana. Seolah segala beban di dunia kini berpindah di kedua pundak ringkih Asha. Jika ada yang bi...