Chapter 35

241 34 7
                                    

Up lagi, wak. Jangan lupa vote & coment nya.

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

"Rel?"

"Iya?"

Jiken menelan ludah. "Gue mau teriak."

Carel menggeleng pelan. "Jangan. Ini, kita gimanain dulu?"

Jiken berdecak. Mengacak-acak rambutnya dengan cukup kasar. Carel tidak berani bangkit, atau bahkan sekalipun mendongak. Tidak tahu saja di atas lubang Jiken sudah kalut luar biasa. Ingin teriak, tenggorokannya tercekat. Ingin terjun mendekati Carel, kakinya kaku tak bisa digerakkan.

Carel berusaha bergerak. Mencoba untuk mendongak. Jiken langsung menelan ludah, memasang wajah pias. Cowok itu menunduk dengan susah payah. Tepat di hadapan Carel, ada sosok mayat. Keadaannya cukup mengerikan.

Wajah penuh luka dan bernoda darah yang sudah kering. Jangan lupakan area kaki yang tertekuk. Mungkin si pelaku sengaja, karena ukuran lubang yang tidak cukup luas. Area belakang kepalanya nampak terluka cukup parah. Noda darah di sana nampak menggumpal, mulai kering. Bau anyir dan busuk mulai menerpa hidung. Jiken reflek menutup mulut juga hidung. Menahan untuk tidak muntah.

"Rel. Cepet naik!"

Carel menggeleng. "Nggak bisa. Kaki gue kaku. Ini, pertama kalinya. Gue pernah buat orang babak belur, bahkan sampe masuk rumah sakit. Tapi enggak sampe kayak gini, Ji. Gue, nggak bisa naik."

Jiken celingak-celinguk untuk beberapa detik. Setelah itu kembali menunduk. Memberikan tatapan yakin, berusaha untuk tetap tenang walau bau anyir dan busuk bercampur menjadi satu. Hidung Jiken serasa ingin hilang saja.

"Gue, panggil Dhava dulu."

Carel kalang kabut. Spontan langsung menahan jemarinya. Jiken tak jadi berbalik dan kembali menunduk. Carel menggeleng samar.

"Jangan tinggalin gue."

"Kalo gitu, gue tarik. Pegang tangan gue kuat."

"Tapi, tangan gue lemes."

"Lo pasti bisa! Pegang tangan gue erat!"

Carel mengangguk pasrah. Mulai menggenggam tangan besar Jiken. Langsung saja Jiken tarik ke atas dengan cukup kuat, juga ikut menggenggam tangan Carel agar tak kembali jatuh ke bawah.

Carel berdiri dengan susah payah sebelum langsung menubruk dada bidang Jiken. Memeluk si jangkung cukup erat. Tidak ada suara dari mulutnya, Jiken tidak tahu bagaimana keadaan Carel yang kini menenggelamkan wajah di ceruk lehernya. Jiken hanya membalas pelukan Carel, menepuk bahu dan mengelus belakang kepalanya lembut.

"Udah, tenang. Ada gue di sini. Gue nggak bakal tinggalin lo, kok."

"Mama ...."

Suara Carel memang hanya seperti gumaman, tapi masih tetap jelas di kedua telinga Jiken. Spontan, Jiken menunduk, memasang wajah tenang, begitu juga dengan tatapannya.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang