LIMA

16 9 0
                                    

Langit malam pada tahun baru memang selalu berhasil memikat manik siapapun. Kembang api bersinar untuk menyaingi kerlip bintang sepenuhnya. Di mana-mana, seluruh kota di dunia menyambut dengan cara mereka masing-masing. Satu hal yang menjadi ciri khasnya, yaitu letupan kembang api atau petasan.

Jalan-jalan di kota maupun desa di penuhi oleh orang-orang yang berlalu lalang, ada yang menikmati malam untuk menunggu kedatangan pergantian tahun, ada juga yang memang bertempat tinggal di emperan trotoar. Berharap bahwa pergantian ini akan membawa keberuntungan untuk kehidupan baru yang lebih baik. Ada juga yang masih terjebak di tahun lalu, berharap waktu akan berhenti untuk sekedar bersimpati. Tapi jam di dinding tidak akan pernah berhenti berdetak. Kalaupun berhenti, bumi akan tetap berputar, matahari akan tergantikan oleh bulan dan siang akan berubah malam.

Tubuhnya mungkin sudah sampai di tahun ini, tapi raganya masih terjebak di sana. Merutuki kebodohan sendiri karena terlalu percaya pada sihir keduniawian.

Suara deringan ponsel di atas meja mengalihkan seorang gadis dari koper yang sedang ia bongkar, ketika melihat bahwa ada panggilan telepon tanpa ragu ia mengangkat dan meletakkan nya di samping telinga.

"Hai babe, udah sampai rumah belum?"

Suara dari seberang telepon menyambutnya girang.

Si empu menghela sejenak, manik nya menatap tumpukan baju yang baru saja ia keluarkan dari koper.

"Iya" jawabnya singkat.

"Sorry ya tadi sore ga bisa jemput, sibuk banget babe."

"Gapapa, gue ngerti kok." Ia bergerak mendekat ke arah jendela, pemandangan langit malam membuatnya menghela tenang, "Haikal udah cerita soal lo yang taken kontrak di perusahaan bokapnya"

"Oh ya? Padahal gue mau cerita sendiri, tapi keduluan Haikal." Gia, gadis lawan bicaranya itu terdengar menghela. 

Kara berjalan ke arah jendela, ia membukanya dan bersandar di tembok sembari menatap ke arah langit malam.

"Oh ya, soal undangan reuni. Lo dateng, 'kan."

Kara terdiam, ia tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Semenjak lulus sma, dia tidak pernah lagi bertemu dengan teman-teman nya. Setiap pergantian tahun sebenarnya selalu di adakan reuni, tapi ia tidak pernah hadir sekalipun. Selain karena berada di luar negeri, Kara juga memiliki alasan lain untuk tidak menghadiri acara reuni.

"Jangan bilang kalau lo nolak hadir lagi" kata Gia,

"Gue ada rencana lain" jawab Kara,

"Gue gak yakin lo beneran ada rencana lain. Sorry karena ngebahas hal ini, tapi lo gak mau dateng karena ada Kai, 'kan?"

Mendengar nama laki-laki itu di sebut, pikiran gadis itu mengawang. Ia terbawa oleh pikiran nya sendiri menjelajahi masa lalunya. Bagaimana dulu obsesinya gadis itu terhadap laki-laki yang bernama Kai Pramuja. Ia bisa dan masih merasakan hati yang berdenyut sakit kala otak harus di paksa kembali memutar momen saat dirinya menjadi stalker.

Cinta memang tidak di peruntukan untuk gadis seperti dia. Kata mereka, cinta adalah kutukan yang dia terima.

"Kara?"

Gadis itu akhirnya tersadar, ia memejamkan mata cukup lama hingga akhir memberanikan diri untuk kembali membuka suara.

"Gue butuh istirahat, nanti gue kabarin lagi." Katanya, lalu mematikan sambungan telepon tanpa mau mendengar balasan apapun dari seberang telepon.

Ketika di sibukkan oleh pikiran sendiri, gadis itu akhirnya menyerah. Pikiran nya terus berkelana tanpa ampun. Sama sekali tak memberikan celah untuk merasakan kedamaian, gadis itu tak marah sebab menjadi gila adalah kecintaan nya.

GEMA MEMUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang