Chapter 36 - Spoiler Bab

27 4 0
                                    

🦊🦊🦊

Lelang legal tersebut akan di mulai setengah jam lagi setelah tamu penting dari Manhattan datang.

Di balik kemeriahan lelang yang akan berlangsung, di kamar private Suite Presidential yang di sulap menjadi tempat lelang ilegal.

Jual beli seorang manusia, diadakan persis pada hari yang sama dan lokasi tidak berjauhan dari gedung Christie yang mengadakan lelang legal.

Seorang gadis telanjang sedang meringkuk di tempat tidur dalam keadaan setengah sadar, setelah sebelumnya gadis itu di beri obat bius pelumpuh saraf oleh bawahan Pedro karena kenekatannya yang mencoba bunuh diri.

Bulu matanya sedikit bergetar saat gadis itu teringat kejadian beberapa jam lalu yang dia alami.

"Apa kau melihatnya, sayang?" bisik Maldina di samping telinga Andin. Mencoba menakut-nakuti gadis belia itu yang sejak kedatangannya dari Essen memberontak dan mencoba kabur berkali-kali.

Maldina yang memeluk leher Andin dari mencegah pemberontakan gadis itu mulai mengecup bahu telanjang Andin, "Rafaela dulunya sepertimu, sangat berharga." beritahunya dengan suara yang terdengar manja.

"Namun, karena kekeras-kepalaan yang tak perlu dari gadis itu tunjukkan pada tuan yang membelinya, gadis muda dan energik itu berubah menjadi seperti sekarang, Andini." tambah Maldina yang kini tangannya mengelus punggung telanjang Andin yang halus.

"Sampah! Barang tak berharga, yang berpindah dari satu tuan ke tuan yang lainnya sebagai pemuas di ranjang para idung belang! Apa kau mau menjadi sampah seperti Rafaela, gadis cantik?" ucap Maldina bertanya dengan sengit.

"Kalian iblisss!" desis Andin penuh kemarahan, juga kebencian.

Maldina hanya tertawa mendengar umpatan itu lagi.

"Waktumu sebentar lagi, Andini sayang. Jangan kecewakan kami. Kau tak akan sanggup menanggung hukuman lainnya jika kau mengikuti jejak Rafaela si sampah ini." nasehatnya pada Andin kemudian melenggang keluar, meninggalkan Andin di dalam kamar tersebut.

Andin berdiri dengan goyah, hampir tak bisa menegakkan tungkai kirinya yang sakit dan lebam untuk menyangga tubuhnya berdiri.

Kaki kirinya masih terasa nyeri akibat pukulan dari pentungan bisbol yang Pedro berikan padanya sebagai hukuman beberapa hari yang lalu karena dirinya mencoba kabur lagi.

"Patahkan saja kaki cantik itu."
.
.

Lima hari sebelumnya setelah kedatangan Andin ke Malta, Valetta.

"Irvan... Kau tak bisa melakukan ini padaku!"

Andin menangis terisak di balik kurungan yang kini menghentikan langkahnya menuju pada sang ayah, "Aku anakmu, kenapa kau setega ini mau menjualku?!"

.
.

"Irvan... Please, aku akan bekerja lebih keras lagi untukmu. Tolong... Keluarkan aku dari sini."

Namun, Irvan sepenuhnya menulikan telinganya pada apapun yang Andin katakan.

"Kau tak akan mampu memberikanku uang sebanyak ini, meski seberapa keras kau menekuk kakimu di atas es sialan itu!" Sahut Irvan dengan nada dingin.

Andin menggeleng putus asa dari melihat sang ayah yang bangun, cengkeraman tangannya pada jeruji besi di depannya semakin menguat, "Irvan, jangan pergi... Tolong, tolong aku. Kumohon!" isaknya sambil mencoba menyusupkan tubuhnya yang kurus di balik palang jeruji besi. Mencoba menyusul Irvan yang kini memegang handle pintu, siap untuk keluar.

"Irvan... Tidak... Kumohon kembali! Jangan pergi, jangan pergi, jangan tinggalkan aku!" teriak Andin kembali memohon untuk yang terakhir kalinya dengan suara lebih keras.

Bam!

Dan suara keras pintu tertutup merupakan jawaban dari ayah kandungnya untuk sang putri.

Menakutkan sekali! Pikirnya dengan ngeri.

Setelah ini bagaimana aku harus hidup?

Machclow membuka pintu, dan tubuh meringkuk dari seorang gadis belia di atas lantai adalah apa yang dilihatnya.

Pria dewasa itu memberi perintah untuk membuka pintu sel yang mengurung Andin.

Machclow mengulurkan tangannya, mengelus rambut panjang Andin yang tampak lembut dan halus.

Dengan jari-jarinya pria itu mengangkat dagu Andin ke atas, dilihatnya dengan penuh perhatian wajah Andin yang sembab. Di hapusnya air mata yang masih mengalir itu dengan penuh kelembutan.

Dan senyum di bibir Machlow menjadi semakin lebar.

Ah, cantik sekali. Pikirnya.

Musimnya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang