Chapter 36

243 28 3
                                    

Lagi gabut, jadi up lagi aja. Kalian yang baca, kasih vote & coment nya jangan lupa❕️

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════

"Bang, dekat balkon apa ada CCTV?"

"Ada setahu Abang. Kenapa?"

Carel menarik lengan Dhava. Jiken langsung diabaikan, tapi ia tetap mengikuti di belakang. Tak lupa dengan decihan sarkas yang berulang kali mengalun di bibir tebalnya.

"Bang, coba lo cek kamera CCTV yang di balkon. Dua hari yang lalu pas malem. Sekitar jam setengah sebelas kalo nggak salah. Coba aja lo liat dari jam setengah sebelas ke bawah."

Dhava sempat mengerutkan kening. Tapi di detik ketiga, cowok itu memberikan anggukan dan mulai mendekati meja. Mengatur kamera CCTV tepat di jam yang sudah Carel atur. Begitu selesai, Dhava spontan mengerutkan kening.

Carel mendekat, mengamati sebentar. Hanya ada layar hitam di sana, tak menunjukkan rekaman apa pun. Pandangan Carel beralih ke samping kiri. Dhava di kursinya pun juga memasang raut wajah yang sama. Mengerutkan kening, nampak sekali wajah kebingungan di sana.

"Rekamannya, udah dihapus. Ada yang hapus."

Carel berdecak. "Sial! Kita kalah cepat! Tapi, kayaknya ini masih bisa, deh."

"Gimana caranya?"

Pertanyaan Jiken mengalihkan perhatian Carel. Cowok mungil itu sampai menoleh. Memasang wajah tenang, dan seringai kecil di bibirnya. Hanya berlangsung tiga detik, sebelum wajah Carel berubah murung. Jiken sadar, spontan mendekat.

"Kenapa, Rel?"

Carel mencebikkam bibir. "Dia mana mau!"

Jiken mengangkat alis. "Dia? Siapa yang lo maksud?"

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
CAREL
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝

"Kenapa lo ajak gue ketemu? Oh, apa lo mau duel lagi? Oke aja, gue mah. Kali ini, gue pasti bakal bikin lo babak belur!"

Tatapan Carel langsung berubah sinis. Kenzo tidak jadi menggulung lengan kemejanya. Berganti mendekati Carel, ikut duduk di atas rerumputan. Meluruskan kaki, sementara tatapannya tertuju ke samping. Tepat dimana Carel juga duduk.

"Lo, kenapa? Masa mau duel muka lo udah kayak pakaian setahun gak disetrika gitu. Gue nggak mau ya, duel kalo lo nya kayak gini. Entar jadi enggak seru."

Carel menarik napas pelan. Otaknya sudah mengumpulkan kata demi kata untuk berbicara. Hanya saja, sisi lain dari dirinya sangat-sangat ogahan untuk mengatakan hal ini. Apalagi, Kenzo ini sudah ia anggap sebagai rival sejati. Dulunya.

"Lo mau bantu gue, nggak?"

Jantung Carel berdegup dengan tidak karuan. Otaknya ingin memaki. Bisa-bisanya berbicara pada seorang Kenzo dengan nada selembut ini. Tidak tahu saja, Kenzo di samping Carel sudah berwajah suram. Tapi kedua telinganya nampak memerah, tidak tahu dia kenapa.

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang