39. MENGHABISKAN WAKTU MALAM

159 20 0
                                    

INI SESUAI IMAJINASI KALIAN SENDIRI YA
SELAMAT MEMBACA
💗💗💗

Langit mulai berubah menjadi jingga, warna senja yang memancarkan keindahan magisnya. Cahaya lembut yang memudar perlahan menggantikan sinar matahari, sementara kicauan burung-burung menjadi pertanda malam yang akan segera tiba. Di dekat tenda, Leo sibuk menyalakan api unggun, percikan kecil api mulai menari di antara kayu-kayu kering.

Lena yang bersemangat, mengeluarkan sesuatu dari tas besar yang dibawanya. "Ayo bakar sosis, gue bawa sosis banyak," serunya dengan antusias, suaranya menggema di udara yang mulai dingin. Aroma kayu terbakar dan makanan yang mulai dimasak mengisi udara, menciptakan suasana hangat di tengah alam terbuka.

Dari tenda, Andara keluar setelah beristirahat, wajahnya terlihat lebih segar meskipun masih sedikit pucat. "Ayo sini gue bantu," ucapnya, menawarkan bantuan dengan senyum kecil. Mahesta yang sedang duduk bersama Marvin dan kawan-kawan lainnya, berdiri dan memandang Andara dari kejauhan, matanya tidak lepas dari sosok yang dia khawatirkan.

Marvin, yang selalu peka terhadap perasaan, memperhatikan tatapan Mahesta. "Lo sekhawatir itu sama Andara?" tanyanya, mencoba membaca pikiran. Namun, Mahesta hanya terdiam, pandangannya tetap fokus pada Andara, seolah kata-kata tak perlu untuk menjelaskan apa yang ia rasakan.

Andara mendekati Lena yang sedang menyiapkan sosis. "Len, bumbu sosisnya ada yang nggak pedas?" tanyanya dengan nada berharap.

Lena menggeleng pelan, sedikit menyesal. "Nggak ada, gue lupa bawa tadi," jawabnya sambil mengangkat bahu.

Leo, yang sudah berhasil menyalakan api unggun, berjalan mendekat, suaranya tenang namun penuh perhatian. "Lo nggak usah pake saus," katanya kepada Andara, suaranya terdengar lembut namun penuh dengan maksud.

Andara mengernyit, sedikit bingung. "Sosis mana enak kalau nggak pake saus. Lagi pula gue bisa kok makan pedas," jawabnya, mencoba meyakinkan.

Leo menatap Andara dengan serius, ada kekhawatiran di balik senyumnya. "Bisa, tapi besoknya sakit perut. Kalau sakit perut di sini nggak ada toilet, Andara," ucapnya dengan nada yang lebih dalam, mengingatkan Andara akan pengalaman masa lalu.

Andara terkejut, tatapannya bertemu dengan Leo. Tidak menyangka Leo masih mengingat hal-hal kecil tentang dirinya. Sebuah kehangatan aneh merayap di hatinya, perasaan yang hampir dilupakan.

Lena, yang menyadari suasana aneh itu, tak bisa menahan tawa kecilnya. "Kok lo bisa tau hal-hal kecil tentang Andara, penguntit ya lo?" godanya dengan canda, mencoba mencairkan suasana.

Leo tertegun, lalu tanpa sadar, kata-kata keluar dari mulutnya, "Mulut lo, gue tau karena gue mantannya," jawabnya spontan, lalu menyadari ucapannya. Sontak Andara mencubitnya kecil, dengan wajah merah padam.

"Hah mantannya?!" Lena terkejut dan berteriak keras, suaranya terdengar sampai ke Mahesta, Marvin, dan teman-temannya yang berada agak jauh. Suasana menjadi hening sesaat, hanya suara api yang membara dan angin malam yang terdengar.

Andara cepat-cepat membekap mulut Lena, panik. "Jangan keras-keras," bisiknya, mencoba menahan rasa malu.

Marvin yang mendengar dari jauh berteriak, "Mantan apa woi?"

Lena yang masih tergelitik oleh kejutan itu menjawab dengan nada kesal, "Kepo!" Suasana kembali hidup dengan tawa kecil dari mereka semua.

Mahesta, yang mendengar percakapan itu dari kejauhan, hanya bisa tersenyum kecil. Dalam hatinya, dia merasakan campuran perasaan; rasa kagum pada Leo yang masih begitu peduli, dan sedikit cemburu yang sulit diabaikan.

Langit malam semakin gelap, namun suasana di sekitar api unggun tetap hangat dan penuh kegembiraan. Lena, dengan semangat yang tak pernah surut, memanggil semua temannya, "Sini ngumpul semua!" suaranya mengundang mereka untuk berkumpul di sekitar api yang menyala-nyala.

FATED ENCHANTMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang