19 || Καλός

15 2 14
                                    

Angin malam menyejukkan, memberikan kabar menusuk tulang. Membelai sempurna sang udara bertiup pada dia yang masih terjaga pada kedinginan malam. Hangatnya selimut pun ranjang tak lagi ia hiraukan. Justru sebaliknya, di keadaan rentan sekalipun ia berusaha terus berlari dan melompat untuk melewati bangunan satu ke bangunan lainnya.

Sesampainya pada tujuan, ia bisa melihat seseorang telah menungguinya dengan layar komputer yang menampilkan rencana-rencana dan kandidat lawan mereka.

"Datang lebih cepat memang bukanlah kebiasaanmu, ternyata." Komentar seseorang itu tanpa mengalihkan pandanganya dari layar monitor.

Dengan jengah, ia mengambil tempat disebelah sang kawan yang masih asyik dengan layar didepan ketimbang dirinya. Mengambil sekotak korek api kayu, ia menyusun benda kecil tersebut secara acak. "Kau pikirlah sendiri, orang tuaku menjagaiku sepanjang waktu seolah aku akan kabur saja."

"Bukankah emang benar?"

"Harusnya tidak. Sejak Calum jadi buronan mereka dan beberapa polisi menegaskan kesaksianku berharap aku bertemu dengannya." Lelaki itu, Luke Hemmings mengusap dahinya yang masih mengeluarkan keringat sehabis berlari tadi. "Mereka kira aku akan jadi penjahat lagi, kah?"

"Kemungkinan besarnya adalah iya. Kau begitu dekat dengan Calum semenjak menjadi tahanan." Sahut Ashton Irwin acuh tak acuh.

"Sudahlah, lupakan dia," halau Luke setelah menyelesaikan satu benda yang ia buat menggunakan perekat. "Bagaimana? Apa kau menemukan sesuatu?"

"Selain jejak dia yang menghilang di Tonight Josephine, tidak ada lagi tanda keberadaannya di manapun." Ashton mulai menelisik lebih dalam. Mencari di setiap sudut kamera yang merekam jejak sang kandidat.

"Waduh, apa kau masih yakin kalau itu betulan orang yang sedang kita cari?"

"Seratus persen yakin. Tidak ada yang bisa menggapai jejak seorang Bryan McFadden, bahkan Michael sekalipun. Dan fakta device nya aktif memberikan makna dia ingin kita bertemu kembali dengannya." Jelas Ashton.

Rekatan berbentuk kotak itu dia letakkan diatas meja. Menyalakan satu korek api dari dalam sarangnya, ia membakar susunan korek api tersebut, menjadikan benda itu ludes seketika oleh garangnya api yang menyala.

"Aku tidak akan terperdaya lagi oleh omong kosong bajingan itu." Luke berkata geram. "Aku sudah menjalankan hidupku untuk mengabdikan diri cukup lama dengannya, syukur dia telah mati kemarin. Kenapa dia harus bangkit lagi?"

"Itu artinya dia memang belum mati, Luke."

"Kau menyanjungnya terlalu tinggi. Apa mendapatkan gelar menjadi Hunter membuatmu lupa apa yang telah ia lakukan pada kita?" Luke berkata ketus, dinyalakannya sebatang rokok, lalu mengisapnya dalam-dalam.

"Apa? Memberikan kita makan? Melatih kita menjadi seperti sekarang? Menjaga kita?" Ashton menggeleng, membiarkan diri untuk merilekskan tubuh dengan bersandar barang sekejap. "Biar ku ingatkan sekali lagi, kau lah yang datang sendiri kepada Bryan, Luke. Bukan sebaliknya."

Luke memutar bola matanya jengah. Isapan rokoknya menyebabkan abu memanjang dan segera saja ia petik keatas asbak. "Jadi kau menormalisasikan apa yang dilakukan Bryan, begitu?"

"Bukan begitu," Ashton mengusap wajahnya. Atensinya kini sepenuhnya pada sang kawan di sebelah. "Aku hanya merasa kehadirannya sekarang bukan sebagai ancaman, kau mengerti maksudku?"

Luke menggeleng.

"Bayangkan saja, jika dia berniat untuk balas dendam lagi, sudah jelas ia melakukannya sejak ia bisa lepas dari eksekusi yang di jatuhkan padanya-mengesampingkan fakta kita tidak pernah tahu bagaimana dia bisa bebas begitu saja. Tapi ini adalah Bryan yang sama yang kita bicarakan. Dia bisa melakukan apapun jika ia menghendaki, sekalipun menghindari kematian. Dan aku bisa dengan jelas yakin dia datang kembali bukan untuk balas dendam."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐒𝐔𝐏𝐄𝐑 𝐑𝐈𝐎𝐓 「CONTINUED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang