part 10

91 7 0
                                    

Kembali ke kediaman Dirgantara, Deon yang sudah sampai terlebih dahulu mengecek kamar Clara, kebetulan sekali jika kamar itu tidak terkunci. Ia tidak mendapati ada siapapun di sana, kecurigaan nya semakin menguap dengan tidak menemukan Clara di setiap sudut rumah.

Clara yang baru saja tiba, membuka pintu dan memelototkan mata nya melihat Deon yang menatap nya dengan penuh intimigasim Seolah olah bisa mematahkan tulang nya kapanpun itu.

Menyembunyikan rasa takut nya Clara menatap Deon tak kalah sengit, "Apa liat liat?!", Ia memelototkan mata nya yang sama sekali tidak terlihat menyeramkan.

Deon mengamati Clara dari atas sampai bawah, apakah gadis yang tadi ia lihat memang adik nya?! mustahil, Deon masih mengingat jelas kejadian saat Clara terjun masuk ke got saat pertama kali mencoba motor matic, lah ini sport? tapi ia tidak gepeng tertimpa motor itu? justru malah mahir membawa nya, ini tidak masuk akal. 

"Lo abis dari mana?"

"Rumah Lisa", Balas Clara membuat Deon terkekeh sinis."Lo kira gue sebodoh itu?".

Ter-ku-tuk! Kenapa manusia setengah setan ini harus melihat nya saat di arena, mau menghindar juga tidak mungkin karena situasi diri nya yang tidak memungkinkan berbohong.

"Balapan, terus?", Clara dapat melihat wajah Deon yang merah padam entah marah atau murka.

"Terus?! Lo ngga tau apa gimana hah? itu bahaya banget Ra!", Kata Deon sembari berjalan ke arah nya.

'Mampus gue!' Batin Clara berteriak seolah melihat macan yang bersiap untuk menerkam nya. 

"Emang gue lecet?", Bukan nya membalas, justru Clara memberikan pertanyaan yang membuat Deon terdiam. Memang benar, Clara tidak terluka bahkan lecet sedikitpun. Tapi mau bagaimana pun, walau Deon membenci Clara, hati nya masih memiliki kasih sayang layaknya seorang Abang pada Adik nya.

"Emang lo peduli?", Pertanyaan Clara membuat nya tersadar dari pembekuan sementara. Tapi justru pertanyaan itu semakin membuat Deon terdiam.

Ia yang awalnya ingin marah, semua amarah dalam diri nya tiba tiba menguap tanpa perlu ia utarakan. Perkataan Clara ada benar nya, semenjak satu tragedi, ia tak pernah peduli bahkan sebatas tahu saja ia tidak minat jika menyangkut Clara. Tapi kejadian akhir akhir ini terlalu menekan batin nya untuk peduli.

Jika ini seperti film Tapasnya, mungkin ruangan nya sudah berputar putar di tambah raut wajah mereka yang mendukung.

"... Lo berubah", Ucap Deon membuat Clara terkekeh pelan. "Lo juga", Balas Clara membuat Deon seperti mati kutu. Bagaimana bisa semua pertanyaan nya di balas dengan kenyataan yang ia sadari tapi tidak ia mengakui.

Sebelum ia setres jika menghadapi Clara lebih lama, ia memilih pergi ke kamar nya dan mulai merenungi semua yang Clara katakan, semua itu memang benar, tapi apakah salah jika ia khawatir pada nya?.

Clara yang melihat sikap Deon juga sebenar nya merasa bingung, kenapa tiba tiba manusia itu seperti.. khawatir? Ia jadi merasa kasihan pada Clara asli, ia pasti sangat merindukan apa yang Clara alami sekarang, kekhawatiran Deon. Walau Deon seperti marah, Clara sadar jika itu adalah salah satu cara menunjukan kepedulian nya.



🌟



Langit malam beelalu dan terganti dengan sinar surya yang cerah, Clara yang tidak ada niatan untuk bangun awal mengucek mata nya saat mendengar sebuah notifikasi masuk.

Lo kenal Chelsea Wulan Pradita?

Clara yang awalnya setengah sadar tiba tiba membulatkan mata nya membaca isi cht itu. Darimana orang ini tahu mengenai Chelsea, dan diri nya?

Clara mengamati nomer yang tertera di layar cukup lama, ia seperti tak asing dengan itu. "Andres?" Gumam Clara yang seperti nya tidak meleset.

Bukan masalah mendapatkan nomer nya darimana, tapi bagaimana Andres bisa tahu jika diri nya hidup di bumi yang luas ini? apakah mungkin teman nya selain Andres juga sama?. Banyak hal yang melintas dan mengganggu pikiran Clara.

Ia awalnya memang ada niatan untuk menemui Ravloska, tapi ia sungguh tidak mengira bahwa mereka dulu yang menemukan nya.

Clara mengetikan sebuah balasan lalu melemparkan benda gepeng yang ia pegang secara sembarangan. Ini masih terlalu pagi untuk diri nya tersadar, jadi ia memutuskan memejamkan mata nya dan kembali terjun ke alam mimpi.

Jam menunjukan pukul sepuluh pagi dan Clara dengan santai terduduk seolah olah memikirkan apa yang akan terjadi jika ada ultramen asli di dunia ini. Apakah mereka akan berjasa pada manusia? atau justru sebalik nya. Clara bergidik dengan otak nya yang terkadang melencang.

Dan ia juga teringat jika orang tua nya hari ini sudah pulang, ia menempuk kepala nya mengingat kejadian semalam

"Sungguh bodoh! kenapa aku tidak main rapi?!", maki nya pada diri sendiri yang jelas tidak akan membuahkan hasil apapun. Bisa saja kan, Deon mencepukan apa yang ia perbiat pada Mama dan Papa nya? ia yakin hidup nya tidak akan baik baik saja, parah nya jika ia sampai di coret dari kartu keluarga! apakah lucu? tentu saja tidak akan.

Dengan segera Clara membersihkan diri dan bergegas mencari keberadaan orang tua nya.

Ia menuruni tangga dan melihat Mama Papa nya tengah menonton tv bersama. 

"Mama! Papa! Claraa kangen", ia memeluk mereka dari bslakang, mendapat respon yang baik, Clara mulai berpikir jika Deon tidak se ember apa yang ia kira. Tapi dimana manusia itu sekarang? Ah paling sedang menglayab dengan bala bala nya.

"Dasar kebo, katanya si kangen. Tapi masih sempet bangun siang", Ledek Mama nya membuat Clara mencebikan bibir nya, jika ini bukan Mama nya sudah ia pastikan akan mencibir balik dengan lebih kejam.

Ia memustuskan untuk menghabiskan waktu bersama orang tua nya sebelum menemui Ravloska siang nanti. Ia masih harus waspada jika suatu waktu Deon akan mencepukan jika semalam ia ikut balapan. Sial nya, orang yang ia waspadai justru tiba tiba bergabung dengan mereka.

Clara mulai memasang kuda kuda jika sewaktu waktu mulut Deon akan mengalirkan kenyataan, ia harus segera menambal nya agar tidak bocor.

Tapi tidak sesuai ekspektasi, walau tidak akrab, sekarang ia dan keluarga nya sungguh seperti keluarga cemara yang sempurna dengan berbagai canda tawa. Ini adalah kehangatan keluarga yang selama ini ia impikan, ia bahkan tidak pernah mengira akan merasakan nya walau pada raga yang berbeda. Bahkan setiap hari nya ia selalu bertekad kuat untuk memberikan kehangatan rumah yang sempurna pada anak nya kelak, cukup ia sebagai Chelsea yang merasakan ada tapi seakan tidak ada di dalam rumah. Layaknya kita harus meminum obat yang pahit untuk mendapat kesembuhan. 

Chelsea Or ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang