Siang ini toko buku Surya ramai pengunjung, ada yang sekedar bertanya dan juga membeli. Ada juga hanya sekedar membolak-balik buku dan membaca beberapa lembar isinya lalu pergi. Banyak mahasiswa dan siswa berkunjung untuk membeli buku hanya sekedar untuk menyelesaikan tugas mereka, tapi banyak juga beberapa orang yang membeli novel dan buku motivator. Mungkin mereka memang rajin atau suka membaca. Di zaman era teknologi sekarang ini memang sangat sulit untuk menumbuhkan minat membaca, khususnya kalangan muda. Sekarang buku hanya di gunakan sebagai alat untuk melengkapi beberapa referensi dalam pembuatan tugas, baik siswa dan mahasiswa. Sedangkan selebihnya dengan mudah mereka dapatkan di internet dalam bentuk platfrom dan pdf. Jadi cukup hanya copy dan paste saja, setelah itu memasukkan beberapa buku untuk bahan referensinya. Biasanya beberapa itu bukan banyak, cukup dua buku saja menjadi referensi dan selebihnya dari internet. Begitulah zaman pendidikan sekarang, tapi tidak semuanya begitu. Hanya orang-orang yang berfikir instan saja yang biasanya melakukan itu.
“Sur, bukunya udah selesai. Mau langsung di masukkan ke mobil atau gimana?” tanya Dayat yang sudah menyiapkan semua buku pesanan yang ingin di antarkan ke tuannya hari itu. “Langsung ke mobil saja Yat, biar aku sekalian cek ulang” jawab Surya langsung berjalan mengarah mobil angkutan tokonya. Mobil itu mereka gunakan untuk mengantar semua barang pesanan, baik untuk sekolah dan juga beberapa penerbit yang berkerja sama dengannya. Dayat langsung mengarahkan seluruh anggota yang ada di toko untuk memasukkan semua barang pesanan tersebut ke dalam mobil agar Surya bisa melakukan cek ulang dan pengimputan. “Tolong ya pak Jimi, dibantu tim yang lain. Kami mau selesaikan orderan yg ini dulu” pinta Dayat pada Jimi yang bekerja di percetakan Surya. Setelah berkerja sama, maka pekerjaan mereka menjadi lebih ringan, Suryapun bisa lebih leluasa melakukan cek ulang barang tanpa ada yang keliru. Semua kembali pada pekerjaan masing-masing, sementara Dayat langsung melakukan pengimputan dan mengeluarkan surat jalan agar segera pesanan itu di berangkatkan.
“Sur, kamu ikut ke sekolah gak?” tanya Dayat. “Kamu aja ya Yat, orderan kita masih ada satu lagi sore ini” jawab Surya menunjukkan kertas orderan terakhir sore itu. “Ini orderan yang mana?” tanya Dayat lagi. “Dari Perpustakaan Universitas dekat sini, katanya mau nambah edisi buku baru” jawab Surya santai sambil membolak-balik kertas orderan tersebut. “Baguslah, jadi kita dapat orderan terus” jawab Dayat senang. “Kalau gitu aku antar ke sekolah dulu ya, ada Kepala Sekolah juga disana. Sekalian mau bahas ajaran baru nanti” ucap Dayat menambahi. “Ok Yat. Hati-hati di jalan ya, jangan lupa kirim salam sama yang lain, sama Kepala Sekolah juga” jawab Surya tersenyum pada sahabatnya. “Insya Allah aku sampaikan” ucap Dayat membalas senyum sahabatnya.
Seketika mobil itu meninggalkan toko tersebut, dengan gagah membelah jalanan yang ramai seperti biasanya. Mobil itu melaju dengan kecepatan stabil, karena hanya memiliki satu tujuan saja yaitu Sekolah yang mereka dirikan bersama dengan sahabatnya yang lain. Jadi tidak perlu mengejar waktu dan bisa santai di jalan sambil menikmati pemandangan sudut kota itu yang sudah banyak berubah setelah adanya sosok almarhum Tian sahabat mereka disana. Tentunya berubah menjadi lebih baik.
*****
“Aska kita bawakan sayang?” tanya Sarah pada suaminya yang masih sibuk memberitahu yang lain tentang kabar mengejutkan itu. “Gak usah sayang, biar Aska di rumah aja sama bik Ijah. Takutnya di sana kita sibuk, nanti dia gak ada yang jagain” jawab Imron suaminya yang tetap sibuk dengan gawainya untuk memberitahu kabar itu pada sahabatnya yang lain, juga termasuk Kepala Sekolah. “Benar juga” jawab Sarah sambil menganggukkan kepala. “Kalau gitu aku bilang sama bik Ijah dulu” tambah Sarah dan langsung berjalan menuju dapurnya, sementara Imron tetap sibuk dengan gawainya. Sesekali dia berbicara dengan orang di seberang sana lewat gawainya, setelah itu di lanjutkan dengan gawainya lagi untuk memberitahu yang lainnya.
Sambil memainkan gawainya, Imron melangkah menuju kamar Aska putra kesayangannya. Sesampai di kamar putranya, ia melihat Aska berada di meja belajarnya sedang membolak balik buku di hadapannya. “Aska ngapain sayang? Besokkan libur?” tanya Imron mendekati putranya. “Eh, papa. Syarif Cuma bahas materi tadi siang di sekolah Pa, karena ada yang aku kurang paham” jawab Aska anaknya sambil tersenyum menghadap Papanya. “Oh, Papa kira ngapain” jawab Imron membalas senyum anaknya. “Loh, sejak kapan kamu suka baca novel?” tanya Imron bingung melihat novel di meja belajar putranya. “Terus, kamu dapat dari mana novel ini?” tanya Imron kembali sambil membolak balik novel di meja belajar putranya. “Inikan punya Papa” tambah Imron bingung. “Iya Pa, kemaren Aska dapat di kamar Papa. Terus Aska iseng baca, ternyata novelnya menarik, banyak nasehat yang buat kita semangat bacanya” jawab Aska kecil itu yang sudah mulai lancar membaca. Imron hanya tersenyum mendengar jawaban putranya, dan ia senang kalau ternyata putranya mulai lancar membaca serta senang membaca juga. Dalam sekejap almarhum Tian sahabatnya muncul di benaknya, dan ia ingin agar anaknya punya budi yang baik seperti almarhum sahabatnya itu.
“Aska, Mama sama Papa mau ke rumah om Alfi ya” ucap Sarah memasuki kamar putranya. “Loh, sayang. Kenapa belum siapan, nanti kita telat loh” tegur Sarah pada suaminya. “Kenapa aku gak ikut Ma, udah lama juga gak jumpa om Alfi?” tanya Aska putranya. “Besok Aska baru ikut ya sayang, jadi siang ini Papa sama Mama saja yang pergi dulu, karena mendadak informasinya” jawab Sarah sambil merapikan meja belajar anaknya. “Nanti malam Mama pulang biar besok pagi bisa bareng sama Aska ke rumah om Alfinya. Papa nginap di sana, kan orang tua om Alfi di luar negeri” tambah Imron menjelaskan pada putranya. “Jadi hari ini Aska sama bik Ijah dulu ya. Jangan lupa mandi, sholat, ngaji dan makan ya sayang” tambah Sarah sambil mencium kening anaknya. “Iya Ma, siap laksanakan” jawab Aska tersenyum pada kedua orang tuanya. “Aska ingin seperti Tian dalam novel Papa. Anaknya pintar, rajin, sayang orang tua dan punya sahabat yang baik” tambah Aska tersenyum lagi pada kedua orang tuanya. Sarah dan Imron kaget mendengar pernyataan putra mereka, hingga senyum itu semakin menipis di wajah keduanya. “Tapi Pa, nama semua tokoh dalam novel ini sama seperti Papa, Mama dan teman-teman Papa yang lainnya?” tanya Aska dalam senyumnya.
“Aku siapkan yang lain di kamar ya sayang” ucap Sarah pada suaminya dan langsung meninggalkan kamar anaknya. Mata Sarah memanas dan berkaca-kaca mendengar perkataan anaknya. Seketika dia teringat Salma dan Tian kala itu harus terpisah dan tidak bisa melawan takdir, di tambah lagi kabar dari Alfi siang ini. Sebelum air mata itu jatuh, segera dia menuju kamarnya agar putranya tidak bersedih, karena putranya tidak mengetahui hal itu. Imron hanya menatap kepergian Sarah dari kamar anaknya, dia tahu kalau Sarah pasti ingin menangis dan teringat lagi kenangan bersama almarhum Tian dan Salma. Begitu juga dia, tapi dia tetap tegar di depan putranya. “Jadilah seperti Tian dalam tokoh novel itu sayang, karena itu baik” ucap Imron sambil memeluk putranya. Askapun membalas pelukan Papanya dengan hangat dan tetap tersenyum dalam pelukan itu. “Kalau gitu, kamu harus lebih rajin lagi belajarnya agar bisa seperti Tian itu” ucap Imron sembari melepaskan pelukan anaknya. “Iya Pa, Aska harus lebih rajin lagi biar bisa kayak Tian itu” jawab Aska semangat. “Kalau gitu, Papa sama Mama pergi dulu ya sayang. Selamat belajar” ucap Imron mencium kening putranya dan segera meninggalkan kamar putranya. “Iya Pa. Hati-hati di jalan ya Pa” jawab Aska tersenyum melihat Papa nya keluar dari kamar itu.
Imronpun langsung keluar dari kamar itu menuju kamarnya dan Sarah istrinya. Ada bahagiah dan sedih dalam senyumnya ketika putranya mengatakan ingin seperti almarhum sahabatnya, padahal putranya tidak tahu kalau novel itu adalah kisah persahabatan mereka yang sengaja di abadikan. Semua kenangan demi kenangan mulai muncul di fikirannya sehingga senyum itu semakin lebar tapi mata itupun semakin panas seakan ingin menumpahkan semua yang ada di dalamnya. “Tian, aku sangat merindukanmu. Ringankan bebannya di sana ya Allah” batin Imron lirih sambil tetap melangkah menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga di Sudut Kota
Random"Assalamualaikum" ucap Salma pelan membangunkan Tian yang sedang beristirahat. "Waalaikumsalam" jawab Tian membuka matanya setelah mendengar suara Salma. "Kenapa kamu tidak menatapku" Tanya Tian pelan. "Apakah sebegitu bencinya kamu padaku" tambahny...