part 7

247 27 3
                                    

Shikamaru terbangun, merasa aneh karena mendengar dengkuran halus ditelinganya.

"Hmmm." Dia menarik nafas dalam saat menyadari saat ini dia sedang memeluk hinata dengan posisi yang bisa dikatakan - sangat intim?

Dia perlahan menarik sedikit kebelakang kepalanya, agar dia dapat melihat wajah hinata lebih jelas lagi.

Wajah shikamaru masih terlihat datar. Hanya matanya yang tidak berhenti merekam dengan baik seluruh lekuk wajah hinata, dan jangan lupakan tangannya yang mengusap lembut kepala hinata.

30 menit berlalu tanpa terasa, yang dia lakukan hanya menatap hinata, tapi sangat mampu membuat dia tidak iklas melepas pelukannya ditubuh hinata.

Cup, dengan lembut dia mengecup kening hinata, kedua mata hinata, ujung hidung nya, pipi gembilnya.

Matanya terhenti saat menatap bibir penuh hinata, mulutnya sedikit terbuka dan mengeluarkan dengkuran halus.

Perlahan dia mendekatkan bibirnya ke bibir hinata.

Cupp... bukan, bukan bibir hinata yang dia kecup, tapi keningnya.

"Hah..." entah apa yang dia fikirkan, yang pasti dia terlihat frustasi.

Perlahan dia beranjak dan dengan sangat hati-hati. Dia takut membangunkan hinata, ini baru jam 5 pagi, dan mereka baru tidur selama 2 jam.

Shikamaru membuka jas nya dan menyelimuti tubuh hinata dengan jas nya, dia sempat melihat tadi hinata agak sedikit meringkuk sesaat setelah shikamaru melerai pelukannya, mungkin hinata kedinginan.

Setelah sesaat menatap kembali wajah hinata, shikamaru keluar, dia perlu kembali kerumah sebelum berangkat ke kantor.

***

"Neechan..."

"Ughhhh.." hinata membuka matanya perlahan setelah mendengar suara pelan memanggilnya dan merasakan tangan mungil lembut mengusap wajahnya.

"Dai...Hiksss" Entah kenapa melihat Shikadai membuat hinata kembali sedih, dia memeluk shikadai yang tentu saja anak itu sedikit kaget. Tapi sebagai pria gentle seperti ayahnya, si kecil Dai terlihat pintar dan tau caranya menenangkan wanita. Dia menepuk-nepuk punggung hinata dengan tangan mungilnya.

"Neechan cengeng."  Cengir Dai setelah mereka melepas pelukan mereka yang tentu saja membuat hinata pura-pura cemberut.

"Eh... Dai sama siapa kesini?" Panik hinata saat menyadari hanya Dai yang ada disana, tidak ada sosok lain.

"Ckk.. Dai sudah besar." Kesal Dai.

"Dai...." rengek hinata. Entah sejak kapan mereka sedekat itu, padahal baru seminggu lebih mereka bertemu.

"Ckkk.. sama obachan. Obachan nya ke kantin cari sarapan untuk ne-chan dulu katanya."

Hinata mengangguk mendengar jawaban shikadai.

"Otouto, baik-baik aja kan?" Tanya shikadai dengan wajah khawatirnya.

"Hiksss, neechan ga becus jadi ibu, hiksss. Boruto celaka karena keteledoran neechan. Hikss, dai.. kenapa nechan sebodoh ini." Hinata kembali memeluk shikadai, hinata tidak malu menangis didepan bocah umur 4 tahun. Dia memperlakukan Dai seperti seorang sahabat yang akan mengerti dengan semua keluh kesahnya.

"Jangan diulangi lagi. Hihihi." Jawab shikadai bercanda, di ma seperti seorang kakek yang sedang menasehati cucunya, hal itu tentu saja membuat hinata ikut terkekeh.

"Mau lihat boruto?" Tanya hinata yang dijawab anggukan oleh shikadai.

Hinata menarik tangan shikadai kearah kasur boruto. Bocah itu masih terlihat tidur nyaman. Warna wajahnya sudah kembali ke warna normal. Dia terlihat sudah sangat baik-baik saja yang membuat hinata menarik nafas lega.

Its YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang