Pagi itu saya menangis disudut kasur dengan wajah yang ditutup oleh guling. Saya menangis sampai ketiduran, bangun-bangun sudah sore. Saya lupa waktu itu menangis karena apa, saya hanya ingat dengan pasti kalau waktu itu mata saya sangat sembab.
Setelah di dalam kamar mandi barulah ingat kalau sudah dibandingkan dengan adik saya. Dulu orang tua masih jaya-jayanya, susu yang saya minum saat kecil terbilang sangat mahal, rasanya kebutuhan akan sangat tercukupi. Tiba waktu adik saya lahir, ekonomi memburuk. Padahal saya juga anaknya, saya tidak meminta susu yang mahal, saya diberi, dan saya menerima.
Saya selalu disuruh mengalah kalau-kalau adik saya meminta apapun. Katanya mengalah bukan berarti kalah, sampai saat ini, saya-pun tidak bisa menyampaikan pendapat dengan pasti dan lantang. Saya terbiasa mengalah, ingat dulu hidup saya lebih baik dari adik saya. Yang saya sesali kata-kata mengalah selalu diiringi dengan masa lalu, "ngalah yo, biyen susumu ae lebih larang timbang adekmu". Kalau diterjemahkan seperti ini kira-kira, "ngalah ya, dulu susumu aja lebih mahal daripada adikmu".
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN CERITA
Short StoryKumpulan keluh kesah saya dari kehidupan dengan orang tua lengkap dan dua bersaudara layaknya pohon cemara yang mati akarnya.