Author POV
Hari demi hari berlalu, dan kegelisahan mulai menguasai hati setiap orang di dalam kastil itu. Giselle, Haley, Guill, dan Gabriel bergantian menjaga Luxi, berharap setiap detik bahwa ia akan membuka matanya. Namun, bahkan setelah empat hari berlalu, Luxi tetap terbaring dalam tidur yang dalam, tak tersentuh oleh dunia di sekitarnya.
Malam-malam panjang dihabiskan dengan doa dan usaha untuk membangunkannya. Giselle mencoba segala bentuk penyembuhan yang dia ketahui, Gabriel mempelajari teks-teks kuno untuk menemukan jawaban, dan Haley tetap berada di sisi Luxi, memegang tangannya dengan penuh harapan. Meskipun mereka semua berusaha keras, Luxi tetap terperangkap dalam keheningan yang misterius.
"Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan, bagaimana kalau dia tak membuka matanya?" ucap Giselle menangis di sebelah nya.
"dia pasti akan baik-baik saja!" ucap Haley yang berusaha menenangkannya, walaupun dirinya juaga khawatir dengan keadaan Luxi.
Giselle tetap tidak bisa menghilangkan kekhawatiran di hatinya. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya tentang iblis yang menyerang Luxi tempo hari. Keadaannya yang sempat tidak kunjung membaik membuat Giselle merasa ada sesuatu yang belum terungkap.
"Kita perlu mencari tahu lebih banyak, Aku butuh kau untuk melepas segel iblis itu. Aku akan menanyakannya langsung." Ucap Giselle dengan suara serius kepada Bell.
Bell mengangguk, meskipun ada keraguan di matanya. Mereka semua tahu bahwa melepaskan iblis tersebut bisa berbahaya, tetapi situasinya menuntut jawaban. Dengan hati-hati, Bell mengeluarkan segel yang mengikat iblis itu dan melepaskannya, namun masih mengikatnya dengan rantai yang dia pegang kuat-kuat.
Iblis yang muncul tampak tidak berbeda dari sebelumnya, meski sekarang terlihat lebih terkendali di bawah kekuatan Bell. Matanya yang merah memandang Giselle dengan tatapan sinis, tetapi ia tidak melakukan perlawanan. Giselle mendekatinya dengan tenang, memastikan dirinya tetap waspada.
"Apa yang kau lakukan pada Luxi? kenapa dia tak kunjung bangun?" ucap Giselle tegas, matanya penuh dengan ketegasan dan kekhawatiran.
"Kalian para malaikat, selalu bertanya hal yang sama, Aku tak melakukan apa-apa selain menguji kekuatannya." Ucap nya dengan nada malas, Iblis itu menghela napas panjang, seolah-olah bosan dengan pertanyaan tersebut.
Giselle berdiri di hadapan iblis yang terikat, wajahnya memancarkan amarah yang belum pernah dilihat sebelumnya. Cahaya suci yang biasanya lembut dan penyembuh kini tampak seperti senjata mematikan di tangannya. Iblis yang tersiksa di depannya meronta-ronta, tubuhnya terbungkus oleh cahaya menyilaukan yang membakar kulitnya hingga meleleh, mengeluarkan jeritan mengerikan.
Namun, yang paling mengejutkan adalah bagaimana Giselle terus menyiksa iblis itu. Setiap kali kulit iblis itu meleleh, Giselle mengangkat tangannya lagi, mengarahkan cahaya suci yang menyembuhkan luka-luka yang baru saja ia ciptakan, hanya untuk membakarnya lagi. Siklus mengerikan ini terus berulang, sementara wajah Giselle tetap tenang, tapi matanya menyala dengan kemarahan yang membara.
iblis itu hanya bisa merintih, tercekik oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Ketika akhirnya ia sadar bahwa tidak ada jalan keluar dari siksaannya, ia menyerah, suaranya lemah dan gemetar
"a-aku tak sepenuhnya mengerti apa yang terjadi padanya. Ketika aku menyerangnya, dia sempat bertarung dengan kekuatan penuh. Namun tiba-tiba, dia menghilangkan kesadarannya sendiri. Aku tak tahu mengapa itu terjadi." ucap nya dengan wajah setengah meleleh, nada nya sedikit bergetar ketakutan.
"Menghilangkan kesadarannya sendiri? Apa maksudmu?" ucap Giselle terkejut mendengar pernyataan ini.
"Ada momen di mana dia secara spontan, tampak memutuskan untuk tidak sadar. seperti dia memilih untuk melarikan diri dari sesuatu yang terjadi di dalam dirinya sendiri. Aku bisa merasakan energi yang kuat di sekitarnya saat itu, tapi aku tidak tahu apa penyebab pastinya." Ucap Iblis itu mengangguk, mencoba menjelaskan lebih lanjut.
"Apakah ini semacam mekanisme pertahanan?" ucap Haley yang berada di samping Giselle sambil mengerutkan alisnya.
"Mungkin, Atau ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa dikendalikan. Sesuatu yang terlalu kuat atau terlalu gelap untuk dihadapi, bahkan oleh dirinya sendiri." ucap iblis itu.
Giselle merasa bulu kuduknya berdiri mendengar kata-kata iblis itu. Dia tahu Luxi memiliki kekuatan yang luar biasa, tapi apakah mungkin ada bagian dari dirinya yang bahkan Luxi sendiri tak bisa kendalikan?
Haley berdiri di depan Bell yang sudah membuka peti mati untuk menyegel iblis ini. Sorot mata iblisnya yang merah menyala menatap tajam, penuh dengan kewaspadaan. Bell, yang sudah mengangkat tangannya untuk menutup peti itu, menoleh bingung.
"Atas perintah siapa?" Suara Haley tegas, hampir memerintah.
Sebelum iblis ini menjawab, Giselle mulai membaca pikiran iblis itu dengan hati-hati, dan tiba-tiba matanya terbuka lebar, terkejut dengan apa yang ia temukan.
"Raphiel..." bisiknya, hampir tak percaya.
Nama itu seketika mengubah suasana. Bell tertegun, sementara Haley menatap Giselle dengan rasa ingin tahu bercampur dengan ketegangan. Nama itu adalah nama yang membawa kekuatan dan otoritas yang tak terbantahkan di antara para malaikat.
"siapa dia?" ucap Haley penasaran.
Bell melihat Giselle yang terdiam, dan dengan gerakan yang tegas namun hati-hati, ia mengaktifkan mekanisme peti mati miliknya. Sebuah kekuatan gelap yang berputar mengelilingi iblis itu seketika tersedot ke dalam peti, meninggalkan jejak kegelapan yang memudar dengan cepat. Bell menutup peti mati itu dengan rapat, memasang segel kuat yang memancarkan aura sihir kuno, memastikan bahwa iblis itu takkan bisa melarikan diri.
Giselle berjalan ke arah Luxi mendekatkan jidatnya ke arah wajah Luxi, lalu menciumnya. Kemudian Giselle menjawab pertanyaan Haley yang tadi, dia itu kakak ku dengan wajah penuh ke khawatiran dan orang yang mengeksekusi ku dulu.
Giselle berjalan perlahan mendekati Luxi yang terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya penuh dengan keprihatinan dan kasih sayang, dengan lembut ia mendekatkan jidatnya ke arah wajah Luxi. Sesaat ia hanya terdiam, seolah merasakan kehangatan yang pernah ada di antara mereka, sebelum akhirnya ia mengecup lembut bibir Luxi, seolah berharap ciuman itu bisa membangunkannya.
Haley yang duduk di sampingnya, memandang dengan tatapan cemas. Pertanyaannya tadi masih menggantung di udara, tak terjawab. Namun, Giselle menarik diri dari Luxi, menghela napas panjang sebelum akhirnya menoleh pada Haley dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Dia itu kakakku dan... orang yang pernah mengeksekusiku dulu." ucap Giselle menjawab dengan suara pelan, Wajahnya memancarkan keprihatinan yang mendalam.
"Kakakmu...?" tanyanya, seolah mencoba untuk memahami beratnya kenyataan itu.
"ya.. Raphiel adalah malaikat yang mengeksekusi ku dulu karena aku melanggar sesuatu yang tabu." Ucap Giselle Suaranya sedikit bergetar.
"Raphiel, adalah malaikat yang sangat setia pada peraturan surga. Dia percaya bahwa segala sesuatu harus dilakukan demi menjaga keseimbangan dan kehormatan langit. Dan ketika dia mengetahui bahwa aku jatuh cinta pada seorang iblis, baginya, itu adalah penghianatan terbesar." Ucap Giselle.
"Tapi... bagaimana mungkin dia tega melakukan hal itu padamu? Kalian kan saudara?"
"Raphiel tak melihatnya seperti itu. Bagi dia, aturan adalah segalanya. Aku ingat bagaimana dia memandangku dengan mata yang dulu penuh kasih, berubah dingin dan penuh ketegasan. Pada hari eksekusi ku, aku melihat rasa sakit di matanya, tapi juga tekad yang tak tergoyahkan. Dia yakin bahwa apa yang dia lakukan adalah benar, meskipun itu berarti kehilangan adik perempuannya." Ucap Giselle tersenyum lemah.
jangan lupa di vote dan comment nya ya!!! XD
rada lelah tapi gapapa... ga sabar untuk bikin cerita selanjutnya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Seeking Life In A World Of The Undead
Fantasywarning 21+!!!! adult content * * * girl x girl