2. Bertemu

79 10 1
                                    

     Bayangan tentang Ibunya yang terus menerornya untuk membawa pasangan membuat Ragana cukup tidak fokus pada perjalanannya. Ia bahkan beberapa kali melajukan mobil ugal-ugalan. Bahkan saking tidak fokusnya ia menjalankan mobil. Mobilnya yang hendak menepi itu malah di tabrak cukup keras oleh mobil Toyota Avanza Putih dari belakang.

     "Apalagi sekarang?!" Ragana menggeram kesal.

     Laki-laki itu hendak keluar dari mobilnya namun urung saat ia melihat pengemudi mobil putih di belakangnya itu keluar. "Wanita ternyata," gumamnya pelan.

     Ragana terus menatap gadis itu dari sejak ia keluar mobil sampai akhirnya ia mengetuk kaca pintu mobilnya. "Cukup menawan, wajahnya sedikit tegas tapi di beberapa bagian juga terlihat manis."

     Apa yang baru saja ia katakan?! Ragana menggelengkan kepalanya. "Perkara mencari jodoh ini sepertinya berhasil membuatku gila."

     "Tapi..."

     Ragana kembali menatap gadis itu. Seketika ide gila muncul di kepalanya. Bagaimana jika ia membawa gadis asing ini untuk di kenalkan pada Mbah? Bukankah yang penting ia membawa seorang gadis? Setelah acara menjenguk ini, ia bisa melepaskan gadis itu.

     "Tenang, bukan permintaan yang melanggar hukum. Saya minta kamu untuk ikut saya menghadiri rumah Mbah saya. Dan berpura-pura menjadi pasangan saya. Bagaimana?"

     Gadis itu terlihat terbatuk. "Maaf, Pak. Kita orang asing. Gimana bisa Bapak mengajak saya buat di bawa ke ranah keluarga besar seperti itu dan berpura-pura?"

     Ragana mengangkat bahunya acuh. Ya, siapa juga yang akan berani mengikuti pria asing? Ini hanya sebagai pengungkapan ide gilanya. Jika, tidak maupun bukan masalah besar. "Hanya permintaan untuk menggantikan uang ganti rugi. Jika kamu tidak mau, tidak masalah. Saya akan kirimkan rekening saya untuk biaya perbaikannya."

     Tapi siapa sangka? Gadis itu malah berkata, "baiklah, saya ikut. Tapi..."

     Kesempatan baik! "Saya tidak akan macam-macam. Saya janji."

     "Oke, saya akan percaya. Saya ambil beberapa barang dulu di mobil saya."

     Ragana termenung dengan peristiwa singkat yang baru saja terjadi. Menatap ke arah sisinya sekilas. Gadis itu terlihat tengah mengerjakan sesuatu di laptopnya.

     "Dengar. Mbah Kakung saya sedang sakit, dan tadi pagi keadaanya drop. Mbah meminta saya untuk membawa pacar saya—"

     "Tapi bapak belum punya pacar, kan?"

     Kalimat telak itu membuat Ragana mendengus kesal. Meskipun fakta, tapi jika kalimat itu muncul dari bibir gadis asing rasanya kesal juga. "Jadi, bersikap senatural mungkin. Jangan berbicara kepada siapapun. Tujuan kita hanya datang kepada Mbah Kakung dan menunjukkan bahwa saya memiliki kekasih. Setelah itu kita pulang. Dan masalah selesai."

     Ragana melihat gadis itu mengangguk beberapa kali. Sepertinya ini akan mudah. Gadis ini juga tidak terlihat seperti gadis yang senang membuat masalah. "Saya Ragana. Kamu bisa panggil saya Raga. Dan tolong jangan panggil saya 'Pak'."

     "Saya Ayesha. Tapi maaf sebelumnya, Pak. Tapi bapak terlihat cukup berumur."

     Ini sungguh keterlaluan. Memangnya ia sudah terlihat seperti bapak-bapak?

     "Memangnya wajah saya terlihat setua itu?"

     "Enggak juga, sih. Tapi biar sopan aja."

     "Memangnya kamu kelahiran berapa?"

     "Saya kelahiran 1999."

     "Dan saya kelahiran 1990. Kita hanya berbeda 9 tahun."

     Terdengar gadis itu tertawa kecil. "Berarti benar saya memanggil bapak dengan sebutan 'pak'."

SempenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang