Nana tidak tau kenapa bisa ada Arka disini. Kemarin di restoran yang sama pria itu duduk di meja yang lumayan dekat dengan Nana. Rama dan Friska sempat menyapa Arka yang duduk bersama dua pria yang Nana tidak tau siapa.
Kepulangannya ke Rusia saja membuat Nana tidak menyangka. Ia disana selama dua tahun-bersama Sivia- tolong jangan lupa fakta itu. Caranya pamit membuat Nana berfikir ia akan kembali bertahun-tahun setelahnya atau mungkin tidak kembali.
Posisi Arka kemarin begitu dekat, hingga Nana bisa menyadari pria itu bertambah tinggi. Potongan rambutnya juga sudah berbeda, dan Nana menyetujui ucapan Rama yang mengatakan kalau badan Arka lebih bagus. Iya ya? Nana tidak terlalu perhatikan, tapi iya. Arka agaknya sedikit lebih berotot sekarang.
Nana mengusap wajahnya sendiri, pikirannya ini kenapa tidak mau di ajak kerja sama? Bisa tidak, jangan pikirkan hal-hal yang memang tidak usah di pikir?
Ini adalah hari terakhir Nana di bali, karena takut bertemu Arka, Nana tidak keluar villa seharian. Tapi teman-temannya memaksa untuk makan diluar. Nana sarapan dan makan siang sendirian di villa tadi, rasanya sepi. Maka Nana menerima ajakan teman-temannya untuk makan di luar.
Ini baru pukul sebelas, kelab malam milik teman Saka ini sangat-sangat ramai. Joy adalah orang yang memaksa Nana dan juga Friska kesini. Dan ini adalah kali pertama Nana ke tempat seperti ini. Sangat ramai dan terlalu berisik.
"Seru enggak?" Joy agak berteriak di telinga Nana. Joy malam ini memakai baju yang lumayan berani berwarna hitam. Memperlihatkan punggung dan pahanya. Friska yang memang paling keibuan diantara mereka sempat menegur.
Tapi dia Joy, gayanya adalah miliknya dan semua orang harus hargai itu.
"Biasa aja" Nana bukan tidak nyaman. Tapi duduk menjauh dari keramaian dengan segelas minuman non-alkohol rasanya cukup. Bagas bisa marah besar padanya kalau tau
Rama dan Friska berada di samping Nana, Joy dan Saka yang kemarin katanya sudah jadian-, bergabung dengan keramaian menikmati bisingnya musik.
"Lo pernah ke tempat kaya gini sebelumnya?" Nana bertanya pada Friska, Friska memakai dress yang memperlihatkan lengannya.
"Pernah, beberapa kali. Tapi ya kaya gini, duduk aja." Nana sempat berfikir Friska sama seperti dirinya. Bahkan lebih, melihat Friska ini adalah tipe anak kuliah yang tempat favoritnya adalah perpustakaan dan hobinya adalah belajar.
"Kamu enggak pernah?" Nana menggeleng, ia tau tempat seperti ini. Tapi benar-benar masuk ke dalam sini adalah pertama kali.
"Gue kesana dulu ya?" Ucap Rama, ia berjalan menuju kerumunan, menyapa seorang pria yang mungkin ia kenali.
"Aku mau ke toilet, tapi males. Pasti rame banget toilet nih." Friska terdengar menggerutu, Nana bahkan tidak tau dimana arah toilet di tempat ini.
"Jangan di tahan" tapi Nana juga malas untuk menawarkan diri menemani Friska. Maka ia tetap duduk disana sendirian setelah Friska pergi.
Ia berbalik berniat meminum minumannya, ada tiga gelas disana. Nana lupa yang mana miliknya karena minuman itu baru di letakkan disana oleh pria penuh tato yang bertugas sebagai bartender. Nana juga tidak tau Friska pesan apa, atau Rama pesan apa. Semua gelas itu masih utuh, dan Nana percaya minuman miliknya adalah gelas yang paling dekat dari posisinya. Si bartender tidak mungkin lupa kan, mana yang memesan non-alkohol?
Maka Nana minum minuman itu dalam satu kali tegukan karena merasa haus, porsinya juga sedikit.
Ia tidak bisa jelaskan rasanya, tapi kesimpulannya adalah.. tidak enak. Minuman di dalam sini lumayan mahal, dan Nana agaknya menyesal membeli setelah mencoba rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUNOIA
Chick-LitKalau Arka yang judes dan sarkas lalu bertemu dengan Nana yang ceria dan berhati selembut gulali? Apakah akan mengubah Arka?