Angst, Fiony POV and please suffle the apartment we won't share by Niki.
Happy reading!
Seorang wanita melangkah keluar dari gerbang kedatangan internasional Bandara Soekarno-Hatta. Udara hangat menyentuh kulitnya, membawa aroma yang begitu khas Indonesia. Ia menarik napas panjang, membiarkan rasa rindu yang tertahan selama dua tahun terakhir memenuhi dadanya. Troli di depannya penuh dengan koper-koper, saksi bisu perjalanan panjangnya di London.
Di tengah keramaian yang nyaris menelan siapa saja, matanya gelisah mencari sosok yang ia kenal. Telinganya berusaha menyaring suara-suara di sekitarnya, hingga tiba-tiba, sebuah teriakan yang begitu familiar membelah hiruk-pikuk itu.
"Ce Fio!!!"
Wanita itu menoleh, matanya membulat saat menemukan sumber suara. Freya. Sahabat yang selama ini hanya bisa ia temui melalui layar kaca. Rambut Freya kini diwarnai pirang dengan potongan yang lebih modern, membuatnya tampak lebih dewasa, namun senyum itu—senyum hangat yang selalu membuatnya merasa di rumah—tidak berubah sedikit pun.
"Freya!" Fiony hampir menjatuhkan troli saat berlari menghampiri Freya. Mereka berpelukan erat, seolah ingin memastikan bahwa ini bukan sekadar mimpi.
"Aku masih nggak percaya kamu pulang! Gimana, kangen banget sama Indonesia?" Freya bertanya dengan mata berbinar, suaranya penuh antusiasme.
"Banget," jawab Fiony, suaranya sedikit bergetar. Ia menatap sekitar dengan senyum kecil. "Banyak yang berubah ya, Frey."
Freya mengangguk sambil terkekeh. "Ya, ada yang berubah. Tapi ada juga yang nggak berubah. Termasuk aku yang selalu nunggu kamu balik!"
Mereka tertawa bersama. Fiony merasakan kehangatan yang selama ini hilang dari hidupnya. Meskipun dua tahun berlalu dan Indonesia tak lagi sepenuhnya sama, pertemuannya dengan Freya mengembalikan perasaan nyaman itu.
"Yuk, aku udah siap jadi tour guide buat nunjukin semua yang baru di sini!" seru Freya dengan semangat.
Fiony tersenyum lebar, menggenggam tangan sahabatnya erat. Ia tahu, perjalanan barunya di tanah kelahirannya baru saja dimulai.
×××××
Setelah meninggalkan keramaian bandara, Fiony dan Freya memutuskan untuk mampir ke sebuah kafe yang dulu menjadi tempat favorit mereka. Kafe itu terletak di sudut jalan kecil tak jauh dari rumah Freya, dengan nuansa hangat, dinding bata ekspos, dan aroma kopi yang khas menyapa setiap pelanggan yang datang ke tempat ini.
Mereka memilih meja dekat jendela, memberikan pemandangan jalanan yang sibuk di luar. Fiony memandang ke sekeliling, senyum kecil tersungging di wajahnya saat kenangan lama perlahan muncul ke permukaan. Tempat ini, pikirnya, masih sama seperti dulu.
Setelah pelayan datang dan mereka memesan minuman, Freya menyandarkan punggungnya di kursi, menatap Fiony dengan mata penuh rasa ingin tahu. "Jadi, cerita dong. How's London?" tanyanya dengan nada antusias.
Fiony tersenyum tipis, mengangkat cangkir lattenya yang baru saja diantar ke meja. Ia menyesap perlahan, menikmati rasa hangat yang menenangkan. "London itu luar biasa, Frey. Kota yang nggak pernah tidur, penuh sejarah dan budaya. Setiap sudutnya kayak punya cerita sendiri. Kampusnya juga keren banget, aku ketemu banyak orang dari berbagai belahan dunia."
Freya mengangguk cepat, matanya berbinar. "Pasti seru banget ya. Ada pengalaman yang paling berkesan nggak di sana?"
Fiony terdiam sejenak, matanya menerawang, seolah kembali ke masa itu. "Mungkin waktu aku ikut festival musim semi di Hyde Park. Bunga-bunga bermekaran di mana-mana, ada musik live, dan semua orang terlihat begitu bahagia. Rasanya kayak ada di dunia lain. Terus, aku juga sempat jalan-jalan ke Skotlandia. Pemandangannya luar biasa, Frey. Gunung, danau, semuanya kayak lukisan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot; Gracia vs Everybody
Krótkie OpowiadaniaIsinya cuman oneshot. Gracia dom.