Sepuluh

203 8 1
                                    

"Ibu kita mau ada acara apa? Harus banget pakai kebaya?" Briana bertanya kepada ibunya yang pagi ini sudah sibuk didalam kamarnya, membongkar isi lemari pakaian dan  menyuruhnya Bersiap menggunakan kebaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibu kita mau ada acara apa? Harus banget pakai kebaya?" Briana bertanya kepada ibunya yang pagi ini sudah sibuk didalam kamarnya, membongkar isi lemari pakaian dan  menyuruhnya Bersiap menggunakan kebaya.

"Sekar engga bisa pakai formal dress aja bu? Sekar lebih nyaman pakai itu" Briana mencoba memberi ibunya masukan.

Namun tak kunjung mendapat balasan dari sang ibu, ibunya terlihat tergesa-gesa saat menyiapkan kebaya dan alat make up pada beja riasnya. Tidak lama setelahnya masuk dua perempuan yang ibunya sebut sebagai MUA khusus untuk Briana.

"Pakai sekar, sebelum eyang ngomel-ngomel kelamaan nungguin kamu doang."

Briana merenggut kesal, ayolah minggu pagi ini harusnya Briana sedang berolahraga diruang olahraga. Tapi justru ditarik masuk kedalam kamarnya lagi secara tiba-tiba oleh ibunya dan menyuruhnya berganti pakaian. Sebenarnya ada acara apa, apa sesakral itu sehingga mengharuskan dirinya memakai kebaya.

Briana sering menghadiri acara-acara formal seperti ini, mengharuskannya menggunakan kebaya. Namun kali ini dirinya sangat clueless dengan acara yang akan ia hadiri.

Mencoba bersikap tenang, Briana keluar kamar dengan ibu dan tante disebelahnya. Menuju pavilium di area belakang rumah besar kediaman Pramoedya.

Briana dituntun untuk duduk disalah satu kursi, sudah ada keluarga besarnya disana. Briana mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru pavilium. Melihat para tetua duduk di kursi-kursi khusus, sementara anggota keluarga yang lainnya duduk disekitar mereka, berbincang bincang dengan raut wajah bahagia.

Mendadak, semua pasang mata tertuju kearah Briana yang saat ini duduk dihadapan mereka. Briana disambut dengan sangat antusias, namun Briana malah menampakkan wajah bingung dengan keadaan sekarang ini.

"Cucu eyang terlihat sangat cantik dalam kebaya ini" Ucap eyang uti dengan raut berseri-seri.

Sekar membalas dengan senyuman tulus pada eyang uti. Matanya mencuri pandang kearah seberang, pada sosok pria yang duduk disamping para tetua. Pria itu terlihat tampan dengan balutan jas formal, namun Briana sama sekali tidak mengenalnya.

"Selamat pagi, nona sekar. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu" ujar pria itu dengan formal dan tersirat senyum diwajahnya. Briana hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kepala.

"Baiklah karena Sekar sudah hadir disini, mari kita mulai acaranya" Bukan, ini bukan eyang ataupun ayahnya yang berucap. Tapi, tetua yang ada di seberangnya. Lengkap seperti keluarganya. Apakah ini pertemuan bisnis? Tapi mengapa harus pakai kebaya?.

Briana terus membatin, memikirkan acara apa yang akan dimulai ini. Hingga suara dari orang tersebut Kembali ia dengar.

"Benjamin, sudah lama kita bersahabat. Kamu sudah saya anggap seperti saudara sendiri. Sudah banyak sekali suka dan duka yang kita hadapi bersama. Sungguh saya bersyukur bisa bertemu dan berteman dengan kamu semasa hidup saya."

"kerja sama dan persaudaraan yang terus kita jalin berjalan sangat baik. Maka dari itu kita sepakat untuk mempersatukan dua kuluarga dalam pertunangan Raden Bhaskara Srinarendra dan Briana Sekar Putri Pramoedya"

Mata Briana seketika melebar. Menoleh pada ibunya meminta penjelasan. Melihat eyang kakung dan eyang uti yang duduk tersenyum didepan. Dylan yang sudah menatapnya dengan tatapan yang sulit Briana mengerti maksudnya, serta ayahnya yang hanya menatap lurus kedepan tepat disebelahnya.

Tubuh Briana kaku, mencoba mencerna situasi yang sedang ia hadapi saat ini. Laki-laki yang Briana tebak pemilik nama yang barusan disebut dijodohkan dengannya, tersenyum kearahnya. What kind of fucking situation is this? Tanyanya dalam hati.

"Ayah, ibu"

"Sekar engga mau ditunangin"

Arum, ibu Briana menoleh pada Briana, muka bersalah tampak begitu kentara. Diantar riuhnya tepuk tangan dan senyuman yang masih ditampakkan oleh setiap orang yang ada di pavilium besar itu.

Briana dengan nekat dan berani berdiri dari duduk.

"Tidak bisa, saya sudah punya pacar"

────୨ৎ────

"Jangan kamu pikir bisa untuk membohongi eyang, sekar. Eyang tahu kamu tidak punya pacar"

Benjamin memang selalu mengetahui apapun yang terjadi pada keluarganya. Matanya berkilat tajam, menghujami Briana setelah aksinya didepan dua keluarga besar, di pavilium tadi.

Disinilah Briana sekarang, diruang kerja Benjamin yang terasa sangat mencekap. Duduk berhadapan dengan Benjamin yang mengarahkan tatapan mengintimidasinya.

Secara impulsif Briana membalas. "Sekar punya pacar eyang," mencoba meyakinkan Benjamin. "Eyang engga percaya sama sekar?"

"Tidak." Benjamin menjawab, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerjanya, sembari menumpukan kaki diatas kakinya yang lain. Matanya tetap menyorot tajam pada cucu perempuan satu satunya yang ia miliki.

"Fine! Kalau eyang engga percaya sama sekar, terserah. Lagian zaman sekarang ngapain pakai acara jodoh- jodohan segala sih eyang? Ini bukan zaman Siti Nurbaya"

"Terus juga ini ide siapa sih? Kolot banget! Kenapa engga Mas dylan aja yang dijodohin? Dia kan lebih tua dari Sekar" lanjut Briana, ia bangkin dari tempat duduknya berniat menghindari tatapan tajam eyangnya.

"Mau kemana kamu,? Eyang belum selesai." Benjamin menahan. "Jangan mencoba kabur setelah memberantaki acara tadi, Sekar"

"Apa lagi eyang? Mau lanjutin acara pertunangannya? Sekar engga mau, harus berapa kali Sekar bilang kalau Sekar udah punya pacar?" Balas Briana, menghentikan langkahnya dan Kembali menoleh pada Benjamin.

"Putuskan pacarmu dan bertunangan dengan Baskara" ucap Benjamin. Briana jengah dengan paksaan yang eyangnya berikan padanya. Briana keluar dari ruang kerja Benjamin tanpa mendengarkan kata-kata penahanan yang Benjamin lontarkan padanya. Briana tidak peduli jika setelah ini dia dicap cucu pembangkan oleh Benjamin.

Briana masuk ke dalam kamar, didalam sana sudah ada Dylan yang duduk di tepi Kasur, masih dengan setelan formalnya.

"Sekar? Kamu baik-baik saja?" Dylan langsung bertanya ketika mendapati Briana yang membuka pintu.

"Mass" Briana berlari menghambur kedalam pelukan Dylan, air matanya turun. Meluapkan emosi yang sudah sejak tadi ia tahan-tahan.

Dirinya sangat marah, merasa sangat dihianati oleh keluarganya sendiri. Dengan secara diam-diam merencanakan pertunangan dirinya dengan laki-laki yang tidak Briana kenali sama sekali. 

Juga dengan sikap keras eyang kakung yang memaksanya untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya. Walaupun sebenarnya Briana tidak memilikinya juga.

Namun tetap saja, seharusnya dalam urusan ini dirinyalah yang memegang kendali, karena ini menyangkut urusan pribadi, ini menyangkut masa depannya. Toh dirinya yang menjalani. Bukan eyang kakung ataupun anggota keluarganya yang lain.

♡「 ✦ PURE BLOOD ✦ 」♡
♡♡♡

Terimakasih sudah membaca cerita ini. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa vote dan komen. Itu adalah penyemangat saya untuk terus update setiap harinya.

with love
seraonlybe
9 Agustus 2024

────୨ৎ────

●Info lainnya ada diinstagram @seraonlybe

PURE BLOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang