06

8.4K 203 2
                                    

Anna's

"Lo udah berhasil hook up sama Ajudan bokap lo itu?

Aku mengalihkan mata ku dari kucing menggemaskan ke arah gadis yang duduk dihadapan ku sambil meneguk teh nya. Aku menghela napas singkat, "Lo lihat muka gue kayak udah pernah diperawanin belum?"

Nayara hampir memuntahkan isi teh di dalam mulutnya saat mendengar kalimat itu lalu tergelak. Nayara teman ku dari kecil, dia salah satu anak dari Kader Papa. Dari banyaknya anak Kader Papa yang seangkatan, Aku hanya dekat dengan nya karna kami punya kesamaan yang sama.

Sama-sama ingin memberontak dari Ayah nepo.

"Lo udah kepala dua dan masih virgin? Itu sebuah prestasi untuk gadis yang tinggal di Ibukota dan pernah merantau ke England." Ujar Nayara sambil tersenyum tapi aku tahu arti senyuman nya, itu sebuah ejekan.

"Iya-iya, Nay," Aku menggendong kucing itu ke pangkuan ku. "Gue belum hampir HIV kayak lo."

"Doa lo ga banget sumpah." Nayara menatapku kesal yang hanya ku balas kekehan kecil. Dia kembali meneguk teh nya, untuk alcohol tolerant sepertinya, dia punya tolerant yang rendah pada kaffein. "Mungkin aja dia nunggu lo 22 dulu baru mau perawanin lo."

Aku kembali menoleh ke arahnya. Tiba-tiba aku teringat dengan ucapan ku hampir empat tahun yang lalu. Saat aku pertama kali mencium nya.

"Lo yang nyuruh dia buat nunggu di umur segitu." Lanjut Nayara. "We never know."

Aku menghelus bulu-bulu kucing yang ada di pangkuan ku tapi pikiran ku mengelola kalimat Nayara. Lalu aku teringat dengan kejadian lusa kemarin, saat aku menemukan aplikasi kencan dan seorang perempuan menunggu nya. Aku kembali menatap kucing, "Ga akan, kayaknya. Selera dia bukan gadis perawan kayak gue."

"Pffftt, bullshit." Nayara terkekeh geli. "Yang ada gadis perawan kayak lo itu santapan empuk. Apalagi dia duda udah lama, anjir. Yakali gamau nyoba."

Aku hanya diam, tak mau menanggapi.

"Seriously, Andreanna? Lo nyerah? Cuman karna dia ga nanggepin lo?" Nayara berdecak, "Lemah banget lo, sial."

Aku menghela napas lagi. "Gue cuman seru di mainin doang."

Nayara memutar bola matanya malas. "Lo tunggu aja sampe umur 22, tinggal berapa hari lagi noh."

"Kalo pas gue ulang tahun, dia tetep ga nanggepin gue, gimana?" tanya ku spontan sambil menatapnya.

"Ya cari om-om lain lah, lo mau mati perawan?" balas Nayara blak-blakan.

"Hidup ga selesai kalo gue masih perawan, Nay." balasku.

Nayara menggelengkan kepala nya samar. "Omongan orang perawan emang gitu." Nayara mengeluarkan ponselnya. "Anway, gue punya kenalan," dia menyodorkan ponselnya. "Pengurus Panti Asuhan. Besok ada anak yang ulang tahun, lo mau ikut ga?"

Aku meraih ponsel Nayara sambil mengerutkan kening heran. "Tumbenan lo mau ikut yang begini?" Aku meliriknya. "Ini bukan agenda bokap lo 'kan?"

Nayara tergelak, "Gue bukan kayak lo yang gampang di setir bokap, ya."

Aku berdecak kesal mendengarnya lalu kembali ku pandangi layar ponsel itu.

"Lo kan udah punya pamor, kalo lo dateng bisa naikin nama Panti itu. Ya gue berharapnya setelah lo dateng banyak sumbangan yang di suntik, ya. Kalo ngga, lo sekalian deh yang suntik sumbangan."

Aku kembali meliriknya. "Kenapa ngga lo aja?"

"Lo lupa rekening gue di blokir baginda Raja?" Nayara menaikkan satu alisnya. "Kalo ngga juga gue udah nyumbang dari kapan-kapan." Nayara terlihat kesal. "Lagian yang ulang tahun ngefans sama lo, dia temen dari anaknya temen gue, lumayan deket juga sama gue—"

"—Gue gatahu lo suka anak-anak?" Aku memotongnya dengan kening berkerut. Empat tahun ku tinggal, Nayara punya banyak perbedaan.

Nayara kembali berdecak, "Gue ngasih lo loker lho ini, biar lo ga terkurung di rumah lo yang super gede itu. Ga ada terimakasih nya banget."

"Loker mana yang minta sumbangan." cibir ku pelan.

"Lo pulang dari Inggris jadi Kapitalis banget ya." Kesal Nayara yang membuatku terkekeh geli.

"Iya-iya, gue usahain dateng." Aku meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. "Kalo bokap gue ga maksa gue ikutan acara partai nya lagi."

"Siap, tuan putri." Nayara mengambil ponselnya lalu mendekatkan tubuhnya sambil melirik ke arah belakang ku. "Kalo Ajudan Bokap lo tetep gamau perawanin lo. Lo bisa coba sama Ajudan lo sendiri."

Aku mengerutkan kening lalu menoleh ke belakang dan menemukan Aldo duduk di meja belakang ku dengan beberapa pengawal lain nya. Aku kembali menatap Nayara, "Lo gila ya?!" Pekik ku tertahan.

Nayara menaikkan kedua bahu nya sambil kembali bersandar pada punggung kursi. "He's hot."

"But still," Aku menahan suara ku, "Not as hot as him."

Nayara menarik napas panjang. "Good luck deh."

*.*.*.*

"Gue mau istirahat, Do. Apapun itu, bilang aja gue udah tidur." Titahku pada Aldo saat turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam Rumah.

Aldo mengejarku, "Neng gamau makan malam dulu?"

Aku mengusap leher ku yang sedikit pegal, "Gue udah kenyang."

"Tapi neng tadi cuman minum kopi."

Aku menghela napas, "Kalo laper gue bisa masak sendiri, Do."

"Kalo neng laper nanti saya bisa—"

"An,"

Aku dan Aldo serentak menghentikan langkah dan menoleh ke sumber suara dan menemukan Papa bersama dua Sekretaris Pribadi nya tanpa bayang-bayang yang selalu mengikuti Papa itu.

"Darimana?"

Aku berjalan mendekat dan menyebarkan pandangan ku, mencari pria itu lalu kembali menatap Papa. "Om Theo mana?"

"Libur, Neng." Balas SekPri Papa. "Jatah libur."

Aku menarik napas, tentu saja, dia pasti ingin menghabiskan waktu dengan gadis yang ia temui di tinder itu.

"Kamu belum jawab pertanyaan Papa."

Aku kembali menatap Papa. "Main, sama Nayara."

Wajah Papa terlihat keras saat aku menjawab itu. Nayara sempat cerita, bahwa ada pertengkaran antara kedua Ayah kami itu. Aku tidak tahu karna apa tapi yang pasti tentang rencana Papa yang ingin mengesahkan Undang-Undang baru.

"Anna capek, mau istirahat."

Tanpa menunggu apapun, aku langsung berjalan meninggalkan Papa dan menaiki tangga secepat yang aku bisa dan masuk ke dalam kamar bahkan tanpa memberikan Aldo kesempatan untuk berbicara aku langsung mengunci pintu ku.

Aku membanting tubuhku ke atas kasur. Pikiran ku berkelana. Tentang omongan Nayara dan tentang pria itu.

Dia pasti sedang bersenang-senang dengan perempuan itu. Sampai mengambil jatah liburnya.

Tapi,

Jika sampai di umur 22, pria itu tetap tidak melakukan apapun.

Mungkin Nayara benar,

Aku harus mencari pria lain.

Tapi,

Bagaimana jika pria itu benar-benar menunggu ku di umur 22? Sesuai janji ku.

Karna aku yakin, dari tatapan nya,

Dia juga menginginkan ku.

HIS SECRET SINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang