"Bangun Thala! Sudah jam 7!!" Teriakan ini muncul sesaat setelah aku mengangkat teleponku yang terus berdering. Sejenak aku terkejut dan memutuskan untuk mengecek jam.
"Apa-apaan sih, ini masih pukul 5 dasar Thelonius kampret." Aku bangun dan berdoa sejenak.
"Amin." Selesai berdoa aku langsung bangun dan membawa selimutku karena suhunya masih dingin.
"Dia lucu sekali, kenapa dia selalu seperti ini ya. Siapa sih yang dia sukai?" Perlahan suaraku menjadi pelan, aku sangat ingin tahu siapa perempuan yang ada di hatinya. Setiap hari ini selalu membuatku berpikir dengan keras. Thelonius selalu melakukan banyak hal denganku dan bahkan setiap waktunya untukku, sempatkah dia bertemu dengan orang yang dia sukai?
"Apa-apaan sih aku, kalau dia memang memiliki kekasih, dia pasti memprioritaskan nya." Sekarang hari Minggu, aku harus mandi dan bersiap ke gereja pada pukul 6 pagi, masih ada waktu untuk memeriksa telepon.
"Pesan suara?" Aku membukanya lalu mendengarkan pesan suara dari Thelonius.
"Nanti, aku ikut denganmu, ke gerejamu." Dengan wajah penuh senyuman, aku membalas pesan suaranya dengan pesan teks."Aku harus pakai baju yang bagus, tak peduli, harus bagus!" Wajahku merah padam dan begitu panas sekarang.
"Pukul 6, astaga aku harus mandi!" Aku sangat panik karena lupa waktu, dengan gaya kilat aku mandi dan bersiap. Terlihat aku yang sekarang menyisir rambutku dengan lembut, kemudian bibir yang diberi pewarna merah yang tegas, serta bagian pipi dan kelopak mata yang kuberi pewarna merah muda yang lembut.
"Aku siap." Baru saja aku hendak keluar dari kamarku, Thelonius sudah menelpon dan memberitahu aku jika dia sudah berada diluar rumahku.
"Tunggu!" Sekarang aku berteriak dari dalam, berharap dia mampu mendengarku. Sesaat setelah aku keluar dari rumahku, dia terdiam menatapku, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, namun yang jelas matanya berbinar indah.
"Cantik." Panas, hanya itu yang aku rasakan sekarang. Bibirku terangkat untuk senyum dan mataku tertutup karena malu. Perlahan dia menggenggam tanganku dengan tangannya yang dingin, dia juga memberiku bunga gompie seperti yang sudah kita bicarakan kemarin.
"Sebenarnya untuk apa semua ini Thelo?" Aku bertanya dengan serius menatap ke arahnya. Namun entah kenapa dia seolah mengabaikanku dan memalingkan wajahnya dariku.
"A-ayo berangkat, sudah siang, takutnya terlambat." Lagi-lagi dia mengabaikanku dan mengalihkan topik. Aku hanya ingin tahu apa yang membuat dia memberiku bunga setiap hari.
"Gompie nya pasti akan mati, bisakah kita ke toko untuk membeli air dingin dulu?" Langkahku mendadak terhenti untuk pergi ke toko.
"Tentu saja, tunggu, aku saja yang masuk." Aku terlalu mudah jatuh cinta, ini tidak bisa dibiarkan terus.
"Thelo! Aku tidak tahu untuk apa semua perhatianmu padaku itu, namun jujur saja. Aku sangat mudah jatuh cinta, jadi tolong beri tahu aku." Mungkin apa yang ku lakukan terkesan memaksa dan kurang mengenakkan, tapi aku sangat butuh kejelasan sekarang.
"K-kau baik, butuh sesuatu? Ayo istirahat sebentar. Apa kemarin kamu tidak istirahat dengan baik? Kenapa jadi sensitif begini, atau kamu sedang datang bulan?" Rentetan pertanyaan itu sukses membuatku bingung, aku mengabaikannya dan mulai bertanya lagi.
"Aku ini apa bagimu?" tanyaku singkat. Seperti di bayanganku, Thelonius akan sulit menjawab ini karena dia tak serius denganku. Atau mungkin saja hanya menjadikanku rumah sesaat. Tak kuasa menahan tangis, aku akhirnya mematahkan tangkai bunga Gompie yang sedang ku pegang lalu meremas bunganya.
"Aku, akan pergi ke ibadah sore. Pergilah sendiri sekarang." Dengan segera aku berlari meninggalkan Thelonius yang sekarang sedang terus meneriaki namaku.
"Sial." Gerbang yang sudah ku gembok terpaksa dibuka lagi agar aku bisa masuk, aku merutuki diriku yang mempertanyakan itu, mungkin sekarang dia akan membenciku.
"Kenapa aku harus bertanya sih?" Bibirku kelu, satu kata saja sangat sulit diucapkan olehku namun hatiku begitu berisik. Aku tak sanggup menahannya, kejadian itu tadi terjadi begitu cepat dan aku tidak sempat berpikir.
"Bodohnya." Aku masih duduk di bawah pintu sambil menekuk lututku.
"Buka, pintunya." Thelonius datang dan kembali padaku. Dia tidak pergi ke gereja dan memutuskan untuk kembali bersamaku."Kenapa?" Suaraku semakin kelu, aku menahan tangisku di balik pintu, laki-laki ini begitu baik dalam memperlakukanku, sedangkan aku terlalu mudah jatuh cinta. Aku sadar kalau disini yang bermasalah itu aku, bukan dia.
"Kenapa ini harus terjadi di dalam diriku sih? Kenapa sifat sialan ini muncul dalam diriku sih?" Perkataanku pelan-pelan kuucapkan agar yang sedang bermasalah denganku tidak mendengarnya.
"Buka pintunya Thala, biarkan aku menjelaskan semuanya." Gagang pintu berkali-kali dipaksa untuk membuka pintu, namun tetap saja aku tak membukanya."P-pergilah ke gereja, Tuhan menunggumu." Gagang pintu yang terus bergetar itu mulai berhenti bergerak. Aku yakin dia akan pergi membuka pagar dan menuju ke gereja sekarang.
"Bukan hanya aku, tapi kamu juga, buka pintunya sekarang, Thalassa." Thelonius bicara dengan nada yang lembut dan tidak menuntut, membuat aku yang dibalik pintu tengah sibuk menghapus air mata.
"Kumohon, bukalah pintunya, Thalassa." Perlahan pintu kecoklatan itu terbuka dan menunjukkan aku yang sedang menangis.
"Berhentilah menangis, ayo bersiap." Tangan besarnya begitu hangat dan kuat, aku sangat menyukainya.
"Maafkan aku, k-kita itu teman, dan akan selalu berteman dengan baik." Hatiku sakit mendengarnya, namun apa yang terjadi sekarang mungkin adalah yang terbaik.
"Iya, kita teman. Ayo berangkat bersama." Tangan kita bertautan, hatiku terasa hangat sekali sekarang. Aku jatuh cinta dengannya, ya aku akui. Ketika sampai di gereja yang indah dan megah itu, tautan tangan kami lepas. Kita masuk dengan langkah kaki yang sama dan duduk berdampingan.
"Indah kan?" tanyanya memecah hening.
"Indah." kataku sambil mengangguk pelan. Sekarang kami beribadah dengan serius, tanpa percakapan dan candaan yang mengganggu.
🕐
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Time Takes You - Thessalonians
Genç KurguThalassa memiliki banyak penderitaan dan kebahagiaannya dengan cukup. Akan tetapi ada sesuatu yang terlalu besar terjadi dalam hidupnya, dan dia akan selalu mencintai laki-laki itu, selamanya (Cover dari pinterest)