Limabelas🍁 [M]

6.2K 280 2
                                    


[21+] Bijak dalam memilih bacaan!

••

Dylan memikirkan setiap perkataan Arvin tadi. Benarkah tuan Barra bisa melakukan hal sekejam itu? Jika benar, apa yang harus Dylan lakukan? Ia begitu ketakutan saat membayangkan tubuhnya dijamah banyak pria seperti yang dialami oleh Nadindra dan pelacur-pelacur sebelumnya.

Dylan tidak mengenal Nadindra, tapi ia merasa begitu iba dengan apa yang menimpa pria malang itu. Bahkan ia tidak mampu membayangkan bagaimana Nadindra disetubuhi bergiliran sampai menjerit kesakitan.

Tapi orang-orang disini merasa seolah hal itu adalah tindakan yang biasa. Sebenarnya dengan siapa Dylan berurusan sekarang? Siapa sosok Barra yang membeli dirinya dengan harga begitu mahal tanpa berpikir dua kali? Seberapa banyak kekayaan yang Barra miliki hingga kejahatan seperti itu bisa ditutupi dengan baik?

Kepala Dylan terasa ingin pecah saat memikirkannya. Apalagi perkataan Arvin terus melekat dalam benaknya membuat tubuhnya sedikit bergetar.

"Jika sampai tuan Barra bosan pada tubuhku, nasibku akan sama seperti mereka... apa yang harus aku lakukan sekarang? Ayah... Ibu... Dylan sangat takut." Dylan menenggelamkan wajahnya dilipatan tangannya menangis begitu sendu disana karena rasa takutnya.

Jika saja kedua orangtuanya masih hidup, mungkin saja Dylan tidak akan mengalami hal yang mengerikan ini. Dijual oleh pamannya sendiri lalu dijadikan sebagai barang pelelangan dan sekarang——berstatus sebagai jalang dari pria kaya raya.

Dylan mendongak dengan mata yang sembab saat satu pemikiran terlintas dalam benaknya.

"Jika aku melakukan itu. Mungkin saja tuan Barra tidak akan pernah bosan dengan tubuhku." Dylan lantas segera bangkit untuk melakukan rencananya.

••

Setelah mampir sebentar ke markas, Barra memutuskan untuk segera pulang ke mansion. Selama perjalanan, Barra memikirkan banyak hal yang mengganggu pikirannya selama ini.

Dari anggota kepercayaannya yang berkhianat, juga memikirkan perasaan aneh dalam dirinya yang membuat penisnya tidak bisa menegang saat ingin bercinta dengan orang lain selain Dylan.

Barra sempat memikirkan apa ia sedang terkena penyakit kelamin yang susah ereksi? Namun, ia segera menepisnya karena kalau ia mengalami penyakit tersebut ia juga tidak mungkin bergairah saat berhadapan dengan Dylan.

Kini penisnya menolak memasuki anal orang lain selain milik Dylan. Dan itu benar-benar membuatnya frustasi, padahal tadi ia ingin bercinta dengan Radinka tapi penis sialannya sama sekali tidak menegang.

Barra memasuki mansion dengan begitu pongah karena tatapannya yang begitu mengintimidasi, ia tidak memperdulikan sambutan para pelayannya karena pikirannya tengah berkecamuk saat ini.

Barra berjalan menghampiri kamar yang ditempati oleh Dylan yang berada dilantai dua. Membuka pintu kamar tersebut hingga tubuhnya membeku seketika saat melihat pemandangan yang kini terpampang dihadapannya.

"Tuan. Anda sudah pulang?"

Penis Barra yang masih terbalut oleh celana kerjanya langsung mengacung begitu saja hingga Barra merasakan sesak di area tersebut.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Nafas Barra memburu hingga keningnya penuh dengan keringat, berjalan mendekati Dylan setelah menutup dan mengunci kamar tersebut.

Bagaimana tubuh Barra tidak bereaksi jika saat ini—Dylan tengah duduk di kasur king size dengan pakaian tak senonoh. Lingerie hitam yang membalut tubuh putihnya, tali chopper yang melingkar di lehernya serta bando telinga kucing yang terpasang apik dikepalanya.

Cinta Seorang Mafia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang