Tidak banyak yang bisa Asha ingat soal murid nomor absen enam belas, selain nama lengkapnya adalah Laksamana Gala. Itupun baru Asha ketahui dengan pasti setelah mengecek daftar nama siswa di absensi kehadiran.
Informasi selebihnya tentang Laksamana Gala yang Asha ketahui tidak ada sama sekali.
Ini bukan lagi masalah Asha yang memilih-milih orang dalam membangun pertemanan. Melainkan orang ini memang jarang sekali bersosialisasi. Bukan hanya dengan Asha, dengan teman yang lain pun sama.
Tidak-tidak. Bagaimana mungkin sebagai ketua kelas Asha membiarkan kasus bullying terjadi di lingkungan kelasnya. Salah satu hal yang Asha wanti-wanti sejak dulu adalah tidak mengizinkan adanya tindakan perundungan dalam bentuk apapun. Verbal maupun non verbal. Asha jelas tetap akan menindaknya dengan tegas.
Melainkan sebaliknya, lelaki tersebutlah yang lebih memilih menarik diri dari pergaulan. Tidak berpartisipasi sama sekali dalam kegiatan-kegiatan kelompok di kelas. Atau barangkali tidak peduli bahkan kalau teman-temannya antusias membangun berbagai program-program kelas.
Singkatnya, sosok Laksamana Gala ini tidak suka bersosialisasi.
Entah antisosial. Entah punya kepribadian introvet. Pun entah hanya gara-gara jiwa malas. Tidak ada yang tau pasti sebenernya apa alasan yang mendasari cowok itu enggan menjalin interaksi dengan teman-teman sekelasnya. Termasuk juga Asha.
Padahal selama ini sebagai ketua kelas, Asha selalu berusaha membuat semua teman sekelasnya merasa aman dan nyaman. Agaknya, bagi Laksamana Gala hal tersebut tidaklah demikian.
Perlahan, Asha menggeser tempat duduknya. Menoleh ke barisan paling belakang. Ke satu-satunya bangku dengan satu kursi yang tidak dihuni. Paling pojok. Paling jauh dari tempatnya sekarang mendudukan diri. Itu bangku yang biasanya ditempati oleh Gala.
Gala.
Mengatakannya terasa asing bagi Asha. Gadis itu meringis. Berarti selama ini Asha tidak sepenuhnya mengenal para teman-teman sekelasnya dengan baik hingga ada satu sosok yang nyaris tak terlihat, seperti Gala.
Pernah suatu ketika Asha berkomunikasi secara langsung dengannya. Bukan hal besar. Hanya beberapa kata dan tindakan sederhana yang terjadi beberapa detik begitu cepat.
Ketika itu Asha meminta Gala mengumpulkan tugas SB. Dengan wajah yang masih menelungkup di atas meja, cowok itu meraih sembarang buku dan memberikan pada Asha secara asal tanpa sedikitpun menoleh.
Untuk beberapa saat Asha hanya terbengong-bengong.
Bahkan anak SD saja sekarang sudah cerdas membedakan pelajaran. Untuk pelajaran matematika, untuk pelajaran bahasa Indonesia dan seterusnya.
Sementara cowok ini...!
Asha sampai istigfar dalam hati.
Satu buku tulis tipis isi 32 tanpa sampul plastik dan nama. Halaman pertama, Bahasa inggris. Halaman kelima, PPKN. Halaman kesepuluh, Matematika. Ketiga belas, bahasa Indonesia. Baru yang kedua puluh tiga, tugas Seni budaya yang harus dikumpulkan dengan segera.
Satu buku tugas untuk semua mata pelajaran. Bersatu padu dengan tulisan cekeran ayam.
Kompleks sekali. Andai Asha yang mengoreksi, bisa mendadak darah tinggi gara-gara emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Simulasi
Ficção AdolescenteDaftar pengurus kelas X 4. Ketua kelas: Alaya Asha. Dipandanginya papan pengurus kelas itu dengan perasaan nestapa. Ia menghela napas. Teramat gundah gulana. Seolah segala beban di dunia kini berpindah di kedua pundak ringkih Asha. Jika ada yang bi...