Apa yang Salah?

9 4 10
                                    

Helo epribadeh, gimana kabarnya?

Semoga kalian sehat selalu ya😁😁

Tanpa kebanyakan banyak bacot lagi cus aja langsung baca

Happy reading ya♥️

***

Maren dapat merasakan ada sesuatu yang sedikit aneh dengan teman-temannya. Sikap mereka padanya sedikit cuek, entah itu di sekolah, kelas, maupun tempat latihan. Hal itu berlangsung selama dua hari setelah Arun pergi ke luar negeri. Selama Arun tidak ada di sampingnya, Maren menjadi bosan karena tidak ada orang yang mau diajaknya bermain.

Regan dan Ibra mulai mengabaikan dirinya. Contohnya saat Maren menyapa mereka saat baru datang di kelas tidak ada balasan apapun dari teman-temannya. Biasanya mereka langsung menyambut kedatangannya, tapi tidak. Mereka bertingkah seolah tidak mendengar sapaan akrab Maren.

Maren berpikir jika mereka mungkin kelelahan berlatih kemarin. Latihan beberapa hari terakhir memang cukup keras. Kenapa Maren tidak pergi bersama Evan maupun Ervin? Jawabannya sederhana, karena kelas mereka berbeda gedung. Jarak dari gedung kelas sepuluh dan kelas dua belas cukup melelahkan untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Tidak cocok untuk kaum mager seperti Maren.

Kini cowok itu tengah menyalin catatan di papan tulis ke buku catatannya. Kelasnya cukup sepi karena sekarang adalah jam istirahat. Milan datang sambil membawa dua bungkus roti rasa cokelat untuk temannya dengan riang. Cowok itu duduk di sebelah Maren sambil tersenyum.

"Nih, lo dari tadi belum makan kan? Gue beliin roti kesukaan lo, makan ya." Milan menyodorkan sebungkus roti untuk Maren.

Tentu saja Maren menerimanya dan tak lupa mengucapkan terima kasih pada Milan. Cowok blasteran itu tertawa lalu melahap roti hingga habis. Maren melongo melihat kecepatan makan Milan.

"Buset, cepet bener. Itu mulut apa mesin penyedot makanan?" canda Maren.

"Laper banget gue, dari kemarin malem belum makan."

"Astaga, ini rotinya buat lo aja. Kasian nanti nggak tambah tinggi kalo kelaparan."

Suasana hangat itu mendadak suram saat Regan datang. Ekspresi datar terlihat jelas di wajahnya, Maren sebisa mungkin mencairkan suasana yang sedikit dingin ini. Tapi Regan seolah tidak peduli lalu menarik tangan Maren dan membawanya keluar kelas.

"Ada apa? Hei," tanya Maren kebingungan.

"Nggak usah banyak omong, gue butuh penjelasan lo."

Maren memilih diam. Dia tahu suasana hati Regan sedang tidak bagus. Jadi dia tidak mau memperburuk suasana hati temannya, sepanjang perjalanan tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Hingga mereka berdua tiba di atas rooftop sekolah. Terlihat Ibra yang sudah menunggu kedatangan mereka, sama dengan Regan ekspresinya terlihat datar.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Maren pada kedua temannya.

Ibra mencampakkan kertas di tangannya ke arah Maren. Setelah dibaca, mata Maren terbelalak melihat kertas-kertas itu. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Jelasin." Ibra berjalan mendekat ke arah Maren. "Jelasin!" kata Ibra dengan nada naik satu oktaf.

"Itu emang foto gue, tapi gue nggak pernah sekalipun ngelakuin hal kayak gitu." Maren berusaha mengendalikan emosi campur aduk di dalam dirinya. Bagaimana tidak? Maren melihat fotonya tengah berada di sebuah klub malam. Padahal dirinya tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di tempat seperti itu.

HAEL : LAST CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang