Lucy sedang duduk menghadap televisi di rumah Jeha. Televisi itu dibiarkan menonton dirinya sementara dia sibuk menyendok sereal dengan mata yang lekat pada hape, menggulir TikTok sambil sesekali cekikikan. Meme kucing yang sedang membahas sejarah dunia itu berhasil membuat Lucy anteng. Kapan lagi coba Lucy bisa anteng mendengarkan sejarah kalau bukan karena dikemas menggunakan meme kucing begitu.
"Bisa nggak sih hapenya diletakin dulu terus makan yang bener? Keselek terus koit baru tahu rasa lo."
Sudah barang tentu itu suara Baginda Jeha.
"Lagi seru elah," kilah Lucy. Matanya masih lekat pada layar hape, mengabaikan Jeha yang berkacak pinggang memandangnya.
"Biasain deh makan tuh jangan main hape. Kalau nonton televisi ya fokus nonton nggak usah main hape segala."
Lucy langsung menegakkan tubuh. Omongan Jeha itu memengaruhi tindakan Lucy? Tentu saja tidak. Cewek itu hanya berganti posisi lalu lanjut scroll TikTok sampai tangannya pegal. Jeha hanya mendecak saat melihat Lucy mengabaikannya.
Memang sejak pergi nonton beberapa waktu yang lalu, Lucy mulai mencoba bersikap biasa pada Jeha. Mencoba bukan berarti mudah dilakukan. Cewek itu kerap kali bergelut dengan batinnya jika mendapati Jeha melakukan sesuatu yang berhasil menggetarkan hatinya. Membukakan bungkus camilan saja Lucy sampai cengo takjub. Wajah Jeha, jari-jari panjangnya, hingga postur tubuh cowok itu ketika duduk pun selalu berhasil membuat Lucy merona secara tiba-tiba. Dia benar-benar seperti abege yang baru merasakan jatuh cinta. Hatinya yang lama kosong itu pun mulai bereaksi pada setiap perlakuan Jeha padanya. Gara-gara satu insiden, Lucy meyakini bahwa hatinya tidak akan semudah itu menghadapi Jeha. Dia yakin tidak akan mudah memandang Jeha sebagai teman seperti sebelumnya.
Namun, lagi-lagi Lucy harus diingatkan oleh fakta bahwa Jeha tidak lebih memandangnya sebagai teman. Jujur saja Lucy kecewa, tapi dia tidak mampu berbuat apa-apa. Tidak mungkin juga dia memaksa Jeha yang belum move-on itu untuk balik menyukainya. Maka dari itu, Lucy sok membiasakan diri padahal sebenarnya gugup setengah mati.
Pada saat Jeha fokus menulis di ruang kerjanya, Lucy bisa santai tanpa takut jantungnya dag-dig-dug, tapi saat Jeha keluar dan mereka duduk berdekatan, jantung Lucy langsung heboh dan berubah salah tingkah. Tentu saja Lucy tutupi secara mati-matian. Dia tidak mau Jeha tahu lantas makin dipertegas bahwa hubungan mereka sebatas teman.
Lucy awalnya denial parah. Dia menyangkal segala rasanya pada Jeha yang perlahan tumbuh. Tapi yang namanya hati Lucy bisa apa jika pada Jeha lah organ itu bereaksi tidak seperti biasanya. Lucy akhirnya lelah sendiri. Benar kata Arin, umur segitu tidak berguna jika sibuk bingung soal perasaan. Akhirnya dengan kesadaran penuh, Lucy mengakui kalau sudah mulai menyukai Jeha. Cuma ya begitu, Jeha masih seperti sebelumnya. Tidak ada tanda-tanda cowok itu memiliki perasaan yang sama pada Lucy.
Sebaliknya Jeha justru tidak peka pada perubahan suasana hati Lucy. Entahlah. Lucy bingung antara Jeha tidak peka atau pura-pura tidak peka. Jeha tipe manusia yang mudah menutupi perasaaannya. Terkadang Lucy penasaran bagaimana Jeha memandangnya selama ini, tapi kalimatnya kembali dia telan sebab takut mendengar kalimat tidak menyenangkan dari jawaban Jeha. Akhir-akhir ini Lucy lebih memilih menghindari kalimat-kalimat nyelekit Jeha untuk menjaga kesehatan hatinya.
Setelah selesai dengan serealnya, Lucy meletekkan hape. Jeha sudah duduk di sofa sambil menggulirkan layar hape. Tidak berniat bertanya lebih, Lucy bangkit untuk mencuci wadahnya.
"Hari ini lo mau langsung pulang?" tanya Jeha.
"Hooh."
Jeha mengangguk.
"Kenapa?"
"Nanya aja. Soalnya gue juga mau pergi."
"Ke mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Sequence | YJ
Romance[On-going] Jeha pernah bilang pada Lucy bahwa cewek itu tidak layak menjadi peran utama dalam kisah asmaranya, tapi Jeha menjilat ludahnya sendiri. Gara-gara kucing, mereka jadi meowlove satu sama lain. Tentu saja dengan bumbu dramatis yang sedikit...