Keributan terjadi di depan ruang cuci darah. Adu mulut antara si kembar Alfa dan Alfin, melawan Dhafin si pemilik rumah sakit itu sendiri.
Alfa dengan keras kepala ingin menerobos masuk, tetapi Dhafin dengan keras kepala juga menghalangi mereka berdua.
"Biarkan kami masuk!" ucap Alfa penuh penekanan. Dia masih cukup waras untuk tidak berteriak, kalau sampai kelepasan, satpam pasti akan mengusirnya.
Dhafin menggeleng, menghalangi mereka berdua dengan wajah kesal. "Kalian tidak boleh masuk."
"Kami punya hak untuk masuk." Alfan akhirnya ikut masuk kedalam perdebatan. Mengandalkan Alfa yang emosian tidak ada hasilnya.
Alfan berusaha membuat kakaknya tenang, berhenti bertindak gegabah dan lebih sabar. Apalagi melihat Alfa sedang mendorong badan Dhafin yang lebih ringkih daripada mereka.
Karena Alfa tahu situasi tidak mendukung, dia melangkah mundur dengan wajah malas.
"Kami keluarga Byan, jadi kami punya hak untuk menjenguknya." Alfan berkata dengan tenang.
Namun, Dhafin langsung berdecih. "Apa kalian pikir Byan ingin dijenguk oleh kalian?"
Perdebatan mereka juga sama panjangnya. Karena pada dasarnya Dhafin sangat tidak suka kedua kakak kembarnya menganggu Byan lagi.
Tapi Alfan tidak kehabisan akal begitu saja, dia mulai melakukan ancaman.
"Kamu bisa saja saya laporkan karena telah menyembunyikan Byan, dan membawa adik kami kabur." Alfan menggunakan jurus terakhirnya.
Sayangnya Dhafin tidak gentar sama sekali, dia malah menyilangkan tangannya di depan dada. "Silahkan saja," tantang Dhafin.
Alfa yang mendengar itu mengeram marah, dia meraih kerah baju Dhafin, tidak peduli dengan sopan santun sedikitpun.
"Kamu pikir kita main-main?" tanya Alfa dengan penuh penakanan.
"Usia Byan sudah legal saat melarikan diri, dia punya hak mau ke mana dan melakukan apa. Justru kalian yang bisa dituntut balik karena berusaha menculik Byan beberapa kali."
Dengan satu hentakan, Dhafin melepaskan cengkraman tangan Alfa di baju dinasnya. Sementara Alfan langsung menarik kakaknya untuk mundur.
Baik Alfa maupun Dhafin sama-sama emosi, bisa dilihat dari pandangan mata bermusuhan mereka berdua.
"Bagaimana caranya agar kami bisa bertemu Byan?" Alfan menyerah, dia mencoba dengan cara baik-baik.
Tapi kesalnya Alfa langsung memuncak saat Dhafin malah berdecih dengan senyum sinis. Alhasil satu bogeman mentah mengenai pipi Dhafin.
Karena tidak terima Dhafin ingin membogem balik, tapi sang papa lebih dulu datang. Dokter Laka itu menghentikan Dhafin membuat keributan lebih. Apalagi banyak orang sudah mulai mengeluarkan ponsel untuk merekam aksi mereka bertiga.
"Dhafin, ikut Papa," ajak dokter Laka, sedikit cemas melihat pipi anaknya terluka. Kalau sampai sang istri tahu, maka habislah nyawanya.
Namun, Dhafin menolak, dia tetap keras kepala.
"Ada saatnya kita tidak mencampuri urusan keluarga orang lain. Jadi kamu ikut Papa." Dokter Laka menarik pergi Dhafin dari sana.
***
Untuk pertama kalinya, Alfa dan Alfan menyaksikan proses cuci darah Byan. Mereka merasa sakit, hatinya seperti teremas hebat.Byan sedang tertidur, matanya memejam damai. Sepertinya sang adik mengalami lelah sejak pertama melakukan cuci darah.
Karena merasa emosional, Alfan mendekati ranjang adiknya, dia tidak peduli dengan pasien lain yang menatap aneh. Sebab mereka baru pertama kali menemani Byan cuci darah.
"Apa tidak sakit?" gumam Alfan, mengelus surai adiknya.
Alfa diam tidak menjawab, dia juga merasa sedikit sakit melihat adiknya tampak pasrah selama cuci darah. Pikirannya juga mulai muncul banyak pertanyaan.
Tangan Alfan yang mengelus rambut Byan, membuat sang sedikit terganggu. "Hentikan itu Kak Dhafin, Byan tidak demam," ucapnya tanpa membuka mata.
"Ini kak Alfan dan Kak Alfa." Alfan berbicara dengan nada sangat lembut.
Sontak kening Byan langsung berkerut, dia membuka matanya dengan kaget.
"Hem, kenapa kalian, sih," ucap Byan yang merasa sedikit lemas.
Alfan langsung menggegam tangan Byan yang terbebas dari selang cuci darah. "Ini Kakak, maafin Kakak selama ini. Kamu jangan kabur lagi, ya," pinta Alfan yang takut Byan malah kabur lebih jauh lagi.
Alfan yang melihat interaksi kedua adiknya mendekat, menepuk pundak Byan dengan lembut.
Karena tidak paham maksud keduanya, Byan hanya memandang begitu binggung.
"Beri kita kesempatan, semua yang terjadi ada pada masa lalu sudah Kakak selidiki ulang, dan hasilnya kamu benar-benar tidak salah." Alfa menunduk.
Perlu waktu tiga minggu setelah kedua pekerjanya mengatakan fakta, untuk Alfa menyelidiki, dan sekarang setelah tahu hasilnya, baru keduanya berani menemui Byan lagi.
Jelas Byan merasa tidak percaya, bagaimana bisa kebenaran yang sudah terkubur sangat lama sekarang naik kepermukaan lagi.
"Yang penting kamu harus pulang ke rumah lagi, ya. Ayah sama ibu sampai sakit karena penyesalan. Mereka benar-benar butuh maaf kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lilin Kecil (END)
Ficção AdolescenteByan memutuskan kabur dari rumah dengan sebutan anak pembunuh tidak bertanggung jawab dari keluarganya. Namun, setelah Byan lari sejauh mungkin, mereka malah mencarinya ke ujung bumi manapun Byan bersembunyi. Sialnya lagi, hati Byan kembali tergores...