prolog

70 29 68
                                    

selamat membaca

" kehilanganmu adalah luka terdalam yang takkan pernah sembuh." — Talisa Jocelyn


Talisa terduduk di sudut ruangan, memeluk lututnya erat-erat. Hatinya terasa hampa, seakan dunia runtuh di hadapannya. Air mata terus mengalir tanpa henti, dan setiap isakan yang keluar dari bibirnya seperti semakin menegaskan kenyataan pahit yang harus ia terima—ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.

Dengan tangan gemetar, Talisa mengangkat telepon genggamnya, mencoba menghubungi satu-satunya orang yang ia harapkan bisa memberinya kekuatan saat ini—ayahnya. Namun, setiap kali dering telepon itu terdengar, tidak ada jawaban. Talisa merasa semakin terpuruk.

"Kenapa, yah? kenapa ayah nggak ada di sini?" gumamnya dengan suara serak, seolah menanyakan pada angin yang hanya membalas dengan keheningan.

Nenek Arum yang duduk di samping Talisa mencoba meraih ponsel dari tangan cucunya dan meletakkannya di atas meja. "Talisa, mungkin ayah lagi sibuk," ucapnya lembut, meski dalam hatinya ia tahu kata-kata itu tak cukup untuk meredakan kesedihan Talisa.

Talisa menggeleng lemah, "Ibu pergi, nek. Ibu pergi, tapi ayah nggak ada di sini. ayah jahat, nek. ayah jahat karena nggak ada di sini saat Ibu butuh."

Nenek Arum memeluk Talisa erat, membiarkan cucunya meluapkan perasaan yang bercampur antara kesedihan dan kemarahan. "Talisa, kita harus kuat. Ibu sekarang sudah tenang di tempat yang lebih baik. Kita harus mengantarkan Ibu ke tempat terakhirnya dengan perasaan ikhlas. Jangan nangis lagi, ya. Ibu nggak suka liat Talisa sedih."

Namun, hati Talisa masih dirundung perih yang mendalam. "Tapi, nek... ayah..."

Nenek Arum hanya bisa menggeleng pelan. Dengan lembut, ia menuntun Talisa untuk berdiri dan berjalan keluar, menuju peristirahatan terakhir sang ibu.

Langkah Talisa terasa berat, setiap langkah seolah menariknya lebih dalam ke jurang kesedihan. Hingga akhirnya, mereka tiba di kuburan. Tanah merah yang baru saja digali, nisan yang baru saja ditancapkan, semuanya terasa begitu nyata dan menakutkan bagi Talisa. Ia tidak ingin percaya bahwa ibunya kini benar-benar pergi, tak akan ada lagi pelukan hangat atau senyuman lembut yang menemaninya tidur.

Di bawah langit yang suram, Talisa berdiri diam di hadapan pusara ibunya, tangannya yang kecil dan gemetar meremas erat nisan dingin yang kini menjadi satu-satunya penghubung dengan sosok yang telah pergi. Tangisnya tak kunjung mereda, menggema di antara angin yang berhembus lembut, seakan langit pun turut merasakan duka yang menyelimuti hati gadis berusia 15 tahun itu.

Setelah prosesi pemakaman selesai, Talisa kembali ke nisan ibunya, menggenggamnya erat seakan tak ingin melepaskan. “Ibu, Talisa sayang ibu,” suaranya lirih, hampir terserap oleh tanah basah di sekitarnya. Langit semakin mendung, dan tetes-tetes hujan mulai jatuh, seolah alam pun meresapi kesedihan yang dirasakan Talisa.

Neneknya berdiri di samping, memegang bahu Talisa dengan lembut, mencoba memberikan sedikit kekuatan yang masih tersisa padanya. “Talisa, sekarang ibu sudah nggak sakit lagi, kan? Ibu sudah tenang di sana.”

“Ibu, Talisa nggak ngerti kenapa ayah pergi dan nggak pernah pulang lagi... ayah jahat, kan, Bu?” Air mata kembali mengalir dari mata Talisa, menyatu dengan hujan yang semakin deras.

Neneknya hanya bisa menundukkan kepala, air mata kembali mengalir di pipinya yang sudah keriput. Mendengar kata-kata Talisa, hatinya teriris. "Ayah udah ngga pernah nepatin janji ke kita lagi, Bu," lanjut Talisa, suaranya semakin parau. "Kenapa ayah kayak gitu, Bu? Talisa kira... Talisa ngga akan ngerasain yang namanya kehilangan seperti ini."

Neneknya terdiam, tak mampu lagi menahan kesedihan. Air matanya terus jatuh, menyatu dengan hujan dan tanah yang basah, menggambarkan perasaan seorang ibu yang melihat cucunya begitu terluka. Dalam hatinya, ia berdoa agar suatu hari nanti, Talisa dapat memahami, dapat menerima kenyataan yang begitu kejam ini, dan menemukan kedamaian dalam hatinya yang penuh dengan luka.

Hujan semakin deras, seolah turut merasakan kepedihan yang memenuhi hati Talisa. "Talisa pikir, Talisa bisa bahagia walaupun ngga ada ayah. Talisa pikir, Talisa bisa bahagia sama ibu dan nenek... tapi ibu malah pergi..." isaknya semakin keras, dan tangisnya bercampur dengan air hujan yang terus turun.

Neneknya, yang juga berusaha menahan kesedihan, akhirnya menarik nafas panjang. "Sudah, Nak. Yuk, kita pulang. Hujan, nanti talisa sakit," ucapnya lembut, meski tahu Talisa tak akan mudah mengubah keputusannya.

Namun Talisa hanya menggeleng, masih berjongkok di samping nisan ibunya. "Mau sama ibu, Nek..." ucapnya lirih, penuh harap yang kini hancur.

Neneknya menghela nafas, lalu kembali membelai rambut Talisa yang basah. "Kalau talisa sakit, ibu pasti sedih, Nak. Yuk kita pulang, ya?" Neneknya mencoba menarik Talisa dari pusara itu, berharap cucu kecilnya bisa mengerti.

Talisa mengangkat kepala, menatap neneknya dengan mata yang sembab. Ia tahu, dalam hati kecilnya, ibunya sudah berada di tempat yang lebih baik. Namun rasa kehilangan itu terlalu besar untuk ditanggung sendirian. Ia mengangguk pelan, dan neneknya pun menuntunnya pergi, meninggalkan makam yang kini menjadi tempat peristirahatan terakhir ibunya.

Hujan masih turun, seolah langit tak ingin berhenti menangis bersama Talisa. Gadis itu menatap langit yang kini sepenuhnya abu-abu, merasakan kesedihan yang mendalam mengalir di setiap tetes hujan yang membasahi tubuh kecilnya. Dalam diam, ia berjanji pada dirinya sendiri, meskipun ayahnya tak pernah kembali, ia akan selalu mengingat ibunya dengan cinta dan kerinduan yang abadi. Sebuah janji yang akan ia bawa sepanjang hidupnya, di bawah langit yang mungkin suatu hari nanti akan kembali cerah.

welcome di cerita baru akuuuu
aku suka sekali bikin cerita tapi cerita itu ngga tamat tamat plissss😭😭 tapi gapapa dehhh hehehehe. Tapi insyaallah bakalan di tamatin yaaaa, soalnya tugas udah kelas 12 itu banyak banget plissss mana aku daringg jadi yaaa begitu, maap banget curhat sedikit hehehe.

oh iyaa cerita ini tuh udah di up di tiktok cuma ngga rame jadi yaudah aku tulis di sini aja hehehe.

jangan lupa vote and komen ya teman-teman🤗🤗🤗🤗

terimakasih jika sudah vote dan komen

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepucuk surat dari surgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang