jamais vu - IV

148 30 3
                                    

⚠️⚠️TRIGGER WARNING!!⚠️⚠️

[ TERDAPAT ADEGAN YANG MENUNJUKKAN INDIKASI PERCOBAAN BUNUH DIRI, PERILAKU SELF HARM, DAN DEPRESI]

  (⁠✷✷⁠)

Sunghoon mengatakan malam itu agar Sunoo tetap tinggal, sebab rasa khawatirnya yang tak bisa dibendung saat Jisung bawa pulang karibnya dalam keadaan menyedihkan. Jay pun orasikan pendapat serupa tetapi sang empu malah membantah dengan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Padahal wajahnya pucat pasi mirip mayat berjalan.

Tentu semua itu hanya dalih agar ia tidak merepotkan mereka berdua lebih banyak. Dan Sunoo pun akhirnya pilih untuk tetap pulang meski waktu sudah terlampau larut.

Ketika itu, langkah kakinya secara mandiri bawa ke arah studio tempat Heeseung biasa bergelut dengan lagu-lagu ciptaannya, yang mana benar saja ketika ia melongok ke dalam, laki-laki itu masih berkutik dengan layar komputer dan segala macamnya

"Kak," panggilnya pelan.

"Hmm."

Jika dulu, hanya dengan decakan sebal yang manja pun maka tubuh itu akan segera menghampiri dan memberikannya pelukan hangat. Namun sekarang semua itu seolah hanya kenangan lawas belaka, tidak berarti apa-apa. Seperti bunga tidur yang seketika layu saat terbangun dari mimpi. Atau barangkali, memang sedari awal dia bukanlah siapa bagi Heeseung.

"Boleh ngomong sebentar nggak?" Terselip harapan dalam pertanyaan yang mengambang di udara itu. Sampai Sunoo tanpa sadar genggam erat kenop pintu tersebut sembari menunggu jawaban dari sang kekasih.

"Kamu liat aku lagi sibuk, kan? Jadi tolong jangan ganggu dulu. Kalo mau ngobrol besok aja, sana tidur." Dingin, seperti kehadirannya memang tidak pernah diinginkan. Seolah dia lah tamu di sini. Heeseung terasa bagai orang asing yang hanya berikan dirinya tempat tinggal sementara.

"Ohh, iya kak, maaf ganggu. Kalo gitu boleh peluk sebentar aja?" Permintaan barusan terlontar sungkan. Bagaimana bisa dirinya takut pada seseorang yang amat ia sayangi?

Heeseung tidak berikan tanggapan apapun, tetapi kedua tangannya yang semula sibuk kendalikan mouse komputer itupun terhenti sejenak dan Sunoo akan anggap diam tersebut sebagai bentuk persetujuan. Maka dari itu dirinya melangkah masuk, berdiri tepat di belakang tubuh Heeseung yang duduk membelakanginya. Sejenak Sunoo biarkan pandangi punggung lebar tersebut, biarkan sepasang matanya kini mulai dipenuhi oleh genangan air mata yang terasa panas, hingga dengan perasaan teriris lengan itu pun melingkar pada leher yang lebih tua. Rasanya sangat sakit sekali. Seperti sekarang Sunoo sedang memeluk ribuan paku yang menusuk tiap-tiap bagian pada tubuhnya, berdarah tanpa mampu ia hentikan karena baginya sendiri pelukan tersebut terasa seperti perpisahan.

"Jangan kerja sampai larut banget kak, banyak istirahat juga. Aku sayang—"

"Iya, tau." Heeseung tidak menunggu Sunoo tuntaskan kalimatnya. Segera saja yang lebih muda melepaskan diri.

Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, yang gambarkan apik bagaimana miris dan sakitnya. Wajah menyiratkan luka teramat sangat namun tak ada ringisan lolos diantara belah kurva tebal kering itu sebab sang empu sedang berusaha setengah mati agar tidak terisak. Dan supaya Heeseung tidak tahu sakitnya, tidak perlu untuk tahu.

"Kalau Kak Jake yang minta ditemani setiap malam, atau bicara selama apapun, kamu pasti gak akan marah. Iya, kan?" Lantas delima pucat itu meloloskan rintihan samar. "Kalau Kak Jake yang manja, pasti kamu juga gak bakal pernah bosan, akan kamu ladenin tanpa sekalipun ngeluh. Ya paham sih, karena dia sekarang orang yang lebih penting buat kamu iya kan,  Kak? Kalian berdua cocok banget tau, aku ikut seneng kalo kalian berdua bahagia terutama kamu Kak."

Haruskah Sunoo bersyukur ketika Heeseung akhirnya berikan perhatian penuh pada dirinya selain benda persegi panjang di hadapannya. Sekaligus bangkit dari duduknya, lalu berikan tatapan dengan tanda tanya besar tercetak di wajah yang masih sangat ia kagumi tersebut.

"Maksud kamu apa ngomong gitu?"

"Aku gak cukup ya buat kamu? Aku keliatan menyedihkan banget ya bagi kamu, Kak? Kalau pun iya harusnya gak kayak gini caranya. Kamu boleh kok langsung usir aku atau apa, tapi kenapa kayak gini? Aku ini cuma lelucon ya buat kamu, Kak?" Sunoo tatapi jelaga itu nanar. Ia benar-benar tidak ingin meluapkan segalanya sebab ia pikir ini semua adalah kesalahannya. Tetapi, amarah pun tak mampu ia bendung lagi. "Itu orang gak tau diri, rampas kamu dari aku, Kak!"

Tak sampai satu detik  kata terakhir itu mengudara, telapak tangan Heeseung lebih dulu mendarat kuat pada pipi kiri Sunoo sehingga dia terhuyung. Sangat kuat sampai Sunoo pikir ia mati rasa. Heeseung menamparnya begitu saja.

"Kamu siapa berani ngomong kurang ajar begitu ke Jake, hah?!!"

Kim Sunoo terdiam. Barangkali tidak lagi ingin mengutarakan sepatah kata apapun. Hatinya telah terlampau remuk. Namun, apa  Heeseung masih peduli?

"Kak...Sakit." Bukan pipinya yang barusan di tampar, melainkan hatinya.

Tangan yang gemetar itu raih pipi nya yang masih dan mungkin akan terus meninggalkan jejak panas tersebut. Dan dua netra yang telah menggenang kembali bergulir pada sosok laki-laki di hadapannya. Orang yang dia sayangi lebih dari siapapun dan apapun.

"Aku nggak tau ternyata sesakit ini buat sayang ke kamu, Kak."

  (⁠✷✷⁠)

Pada akhirnya Heeseung tidak bisa bekerja dengan fokus. Pikirannya terus melayang pada pertengkarannya dengan Sunoo kemarin malam. Laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu membanting keyboardnya dengan kasar, lantas rambut lurus tersebut ia acak berantakan. Dan sejak kemarin, dia masih belum beranjak dari studionya hingga pagi kembali mengambil alih asa. Jaeyun pun  menyapa dirinya dengan riang seperti biasa.

"Pagi sayang."  Laki-laki itu menghampiri pacarnya yang gundah. Memberikan kecupan ringan pada pelipisnya sembari sedikit melirik wajah lelah dari sang kekasih. "Kamu gak tidur lagi?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Jaeyun, Chan malah memeluk erat yang lebih muda. Membuat pasangannya itu sudah barang tentu keheranan akan sikap yang lebih tua.  Tetapi tetap membalasnya dengan elusan lembut pada kepala Heeseung, yang saat ini bersandar pada perutnya.

"Kenapa, Kak?"

Heeseung pun sejujurnya tidak mengerti apa yang salah padanya.

  (⁠✷✷⁠)



"Kamu ngapain ke sini lagi deh, bodoh."

Pertanyaan bernada lelah dan jengkel namun tersirat rasa khawatir itu dijejalkan pada sosok yang saat ini tersenyum di ambang pintu dengan menggandeng tas berukuran cukup besar. Tuli akan kalimat yang barusan terlontar, si pelaku perusak ketenangan itu segera melangkah masuk dan menghambur ke dalam dekapan karibnya tersebut sebelum dirinya hancur lebur. Tangis kemudian sukar dibendung dibalik bibir pucatnya.

"Ternyata, aku yang jahat."




  (⁠✷✷⁠)

H

aluu

jamais vu - l.heeseung x k.sunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang