Mia berjalan keluar dari kelasnya dengan membawa kotak bekal berisi masakan sang Ibu yang dibawa dari rumah menuju ruang kelas Shakila. Karena waktu ujian yang semakin dekat, dan pelajaran yang semakin sulit, Mia berjanji pada Shakila untuk membantunya belajar.
"Lo sekarang bawa bekal juga, Vin?" Tanya Mia pada Calvin yang terlihat berada di kelas sambil membuka kotak makan pada saat jam istirahat.
"Ya habis gimana, Shakila bikin grup bawa bekal sekarang." Kata Calvin, yang diikuti dengan suara teriaknya akibat baru saja dilempar tempat pensil oleh Shakila.
"AWW, ini tuh kekerasan dalam pertemanan! Bisa gue tuntut ke pengadilan tau gak!" Calvin dengan dramatis berkata.
"Gak takut! Bokap gue pengacara!" Jawab Shakila dengan tidak kalah dramatisnya, Mia hanya tertawa melihat kedua temannya itu dan segera duduk di bangku kosong.
Semuanya berawal dari pertengkaran Shakila dan Luna beberapa hari lalu di cafetaria. Gadis itu menghindari area cafetaria sebisa mungkin, tidak ingin peristiwa Luna yang menumpahkan isi minuman pada Mia terulang kembali. Dalam hal ini, Shakila memilih untuk menjadi orang yang lebih berakal dan mengalah saja.
Terinspirasi dari Mia yang suka membawa bekal, Shakila pun ikutan dengan meminta salah satu asisten rumah tangga untuk membuatkan bekal setiap pagi dan makan bersama, seringnya di kelas Shakila. Alasan pertama karena tidak ada Luna di kelasnya, dan yang kedua Shakila sering kali menghabiskan waktunya untuk menyempatkan belajar.
Seperti hari ini, Shakila sudah membuka buku matematika yang akan dipelajari tepat setelah jam makan siang berakhir. Shakila ingin mengutuk siapapun yang menaruh jadwal pelajaran matematika di waktu siang hari dengan rasa kantuk yang datang akibat rasa kenyang. Menjadikannya sulit untuk fokus menghadapi barisan angka-angka.
"Asalkan lo gak nguap lebar-lebar seperti minggu lalu, kayaknya nanti bakal aman deh, Sha." Kata Jena.
Jena merupakan teman yang berada satu kelas dengan Shakila. Gadis pemalu itu adalah murid pindahan dari kota Bandung sehingga dia tidak mengenal siapapun di Pelita Cahaya, tidak seperti Shakila. Karena tidak ingin makan sendirian, Jena setiap hari membawa bekal dan memakannya di kelas sambil membaca novel yang dibawa.
Setelah Shakila memulai aksi bawa bekalnya, dia mengajak Jena untuk bergabung bersama dengannya dan Mia (plus Calvin kadang-kadang). Mulai saat itu juga, teman Shakila pun bertambah,
"Tapi kita gak pernah tau, Mr. Lee kan suka iseng." Kata Mia
"Lo jangan nakut-nakutin gue dong!"
Shakila masih bergidik mengingat kejadian minggu lalu dimana pada hari itu Shakila yang kurang beruntung dipanggil maju untuk mengerjakan salah satu soal yang diberikan Mr. Lee, guru matematika yang terkenal killer seantero Pelita Cahaya.
Shakila kembali fokus mengerjakan soal di buku latihan matematika sambil menyuapkan potongan buah-buahan dari kotak bekalnya. Mia dan Jena sedang asik mengobrol tentang soal math yang lain, serta terlihat beberapa teman sekelasnya sudah mulai mengisi bangu-bangku milik mereka masing-masing, menandakan bahwa jam makan siang akan segera berakhir.
"Loh, kalian disini? Gue cari dari tadi!" Seru Bianca.
"Ada apa Bi?" Tanya Shakila.
"Tugas sosiologi kita gimana???"
Shakila mengerang pelan, lupa akan salah satu tugas kelompok yang harus dikerjakan. "Kapan sih deadline-nya?"
"Dua hari lagi." Bianca meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Highschool Society
Fiksi UmumSiapa bilang jadi seorang "teenager" itu mudah? Banyak sekali yang harus dihadapi oleh mereka; sekolah, boys, social agenda, masa depan, dan segunung permasalahan lainnya! Written in: Bahasa Indonesia.